Pertumpahan Darah Nigeria: Polisi Tembak Demonstran lalu Diseret di Jalan
Sabtu, 24 Oktober 2020 - 00:00 WIB
ABUJA - Nigeria telah diguncang oleh pertumpahan darah selama berminggu-minggu saat para demonstran turun ke jalan untuk menuntut diakhirinya kebrutalan polisi dan pembubaran "pasukan anti-perampokan" yang kejam.
Pasukan Khusus Anti-Perampokan (SARS) adalah sebuah divisi dari cabang Kepolisian Nigeria di bawah Departemen Investigasi Kriminal dan Intelijen Negara yang didirikan beberapa dekade lalu untuk menangani kejahatan serius seperti pembunuhan dan penculikan. (Baca: Pemuda Turun ke Jalan Protes Kebrutalan Polisi, Kota di Nigeria Lumpuh )
Namun, sejak saat itu, ada laporan luas bahwa SARS bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang mengejutkan termasuk pelecehan, pemerasan dan penculikan, dengan kampanye #EndSARS menuntut pihak berwenang untuk membubarkannya.
Selama bertahun-tahun, pemerintah telah berjanji untuk tunduk pada tekanan publik dan membubarkan atau mereformasi SARS. Namun, para kritikus mengatakan sedikit perubahan yang terjadi.
Gerakan anti-SARS terbaru dimulai pada 8 Oktober setelah sebuah video muncul yang menunjukkan polisi—yang tampaknya bagian dari SARS—menembak dan membunuh seorang pria. (Baca: Tentara Tembaki Demonstran, Massa Serbu Rumah Dubes Nigeria )
Insiden itu menyebabkan protes nasional terhadap unit tersebut, dan menurut Amnesty International, setidaknya 56 orang telah tewas di seluruh Nigeria sejak protes dimulai. Pada hari Selasa lalu saja, sekitar 38 orang tewas.
Pada tanggal itu—20 Oktober—militer Nigeria menembaki ribuan orang yang dengan damai menyerukan pemerintahan yang baik dan diakhirinya kebrutalan polisi.
Keesokan harinya, video mengerikan menunjukkan petugas polisi mengelilingi beberapa demonstran di kota Lagos dan menendang satu demonstran di tanah. (Baca juga: Tentara Nigeria Tembaki Demonstran, Dua Tumbang )
Suara tembakan terdengar dan kamera menjauh dari tempat kejadian. Kantor berita Reuters, Jumat (23/10/2020),melaporkan pria itu kemudian ditembak di belakang oleh seorang petugas polisi. Tubuhnya yang lemas kemudian diseret di jalan sebelum suara tembakan terdengar, dan tidak diketahui apakah dia terbunuh dalam insiden yang mengganggu tersebut atau masih hidup.
SARS resmi dibubarkan oleh pemerintah awal bulan ini, namun anggotanya akan dipindahkan ke unit kepolisian lain.
Akibatnya, para kritikus berpendapat pasukan itu hanya akan dikemas ulang, dengan protes terus berlanjut terhadap masalah kebrutalan polisi yang lebih luas.
Osai Ojigho, Country Director Amnesty International Nigeria, menyerukan diakhirinya pertumpahan darah.
“Menembaki pengunjuk rasa damai adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hak hidup, martabat, kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai,” katanya. “Pasukan jelas memiliki satu niat—membunuh tanpa konsekuensi."
“Penembakan ini jelas merupakan eksekusi di luar hukum. Harus ada penyelidikan segera dan tersangka pelaku harus dimintai pertanggungjawaban melalui pengadilan yang adil," katanya.
"Pihak berwenang harus memastikan akses terhadap keadilan dan pemulihan yang efektif bagi para korban dan keluarga mereka."
Pasukan Khusus Anti-Perampokan (SARS) adalah sebuah divisi dari cabang Kepolisian Nigeria di bawah Departemen Investigasi Kriminal dan Intelijen Negara yang didirikan beberapa dekade lalu untuk menangani kejahatan serius seperti pembunuhan dan penculikan. (Baca: Pemuda Turun ke Jalan Protes Kebrutalan Polisi, Kota di Nigeria Lumpuh )
Namun, sejak saat itu, ada laporan luas bahwa SARS bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang mengejutkan termasuk pelecehan, pemerasan dan penculikan, dengan kampanye #EndSARS menuntut pihak berwenang untuk membubarkannya.
Selama bertahun-tahun, pemerintah telah berjanji untuk tunduk pada tekanan publik dan membubarkan atau mereformasi SARS. Namun, para kritikus mengatakan sedikit perubahan yang terjadi.
Gerakan anti-SARS terbaru dimulai pada 8 Oktober setelah sebuah video muncul yang menunjukkan polisi—yang tampaknya bagian dari SARS—menembak dan membunuh seorang pria. (Baca: Tentara Tembaki Demonstran, Massa Serbu Rumah Dubes Nigeria )
Insiden itu menyebabkan protes nasional terhadap unit tersebut, dan menurut Amnesty International, setidaknya 56 orang telah tewas di seluruh Nigeria sejak protes dimulai. Pada hari Selasa lalu saja, sekitar 38 orang tewas.
Pada tanggal itu—20 Oktober—militer Nigeria menembaki ribuan orang yang dengan damai menyerukan pemerintahan yang baik dan diakhirinya kebrutalan polisi.
Keesokan harinya, video mengerikan menunjukkan petugas polisi mengelilingi beberapa demonstran di kota Lagos dan menendang satu demonstran di tanah. (Baca juga: Tentara Nigeria Tembaki Demonstran, Dua Tumbang )
Suara tembakan terdengar dan kamera menjauh dari tempat kejadian. Kantor berita Reuters, Jumat (23/10/2020),melaporkan pria itu kemudian ditembak di belakang oleh seorang petugas polisi. Tubuhnya yang lemas kemudian diseret di jalan sebelum suara tembakan terdengar, dan tidak diketahui apakah dia terbunuh dalam insiden yang mengganggu tersebut atau masih hidup.
SARS resmi dibubarkan oleh pemerintah awal bulan ini, namun anggotanya akan dipindahkan ke unit kepolisian lain.
Akibatnya, para kritikus berpendapat pasukan itu hanya akan dikemas ulang, dengan protes terus berlanjut terhadap masalah kebrutalan polisi yang lebih luas.
Osai Ojigho, Country Director Amnesty International Nigeria, menyerukan diakhirinya pertumpahan darah.
“Menembaki pengunjuk rasa damai adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hak hidup, martabat, kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai,” katanya. “Pasukan jelas memiliki satu niat—membunuh tanpa konsekuensi."
“Penembakan ini jelas merupakan eksekusi di luar hukum. Harus ada penyelidikan segera dan tersangka pelaku harus dimintai pertanggungjawaban melalui pengadilan yang adil," katanya.
"Pihak berwenang harus memastikan akses terhadap keadilan dan pemulihan yang efektif bagi para korban dan keluarga mereka."
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda