Rusia Serukan Pengerahan Penjaga Perdamaian di Nagorno-Karabakh
Kamis, 15 Oktober 2020 - 04:14 WIB
MOSKOW - Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, menyatakan menempatkan pengamat militer Rusia di sepanjang garis kendali Nagorno Karabakh guna memastikan gencatan senjata adalah hal yang tepat. Seruan ini dilontarkan saat ketegangan di wilayah itu semakin meningkat meski pihak Armenia dan Azerbaijan telah menyepakati gencatan senjata pada akhir pekan lalu.
Meski menyatakan keputusan akhir penempatan penjaga perdamaian Rusia ada di tangan Yerevan dan Baku, Lavrov mencatat, tanpa penyelesaian politik antara kedua negara, solusi militer apa pun untuk konflik tersebut tidak akan berhasil.(Baca juga: AS Desak Azerbaijan-Armenia Patuhi Kesepakatan Gencatan Senjata )
"Sekarang, bahkan penjaga perdamaian tidak (harus berpartisipasi dalam mekanisme verifikasi), tetapi pengamat militer itu akan cukup," ujarnya.
"Kami percaya bahwa itu akan benar jika ini adalah pengamat militer kami, tetapi kata terakhir harus ada di pihak (yang terlibat konflik). Tentu saja, kami melanjutkan dari fakta bahwa baik Yerevan dan Baku akan mempertimbangkan hubungan baik kami, hubungan kemitraan strategis," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (15/10/2020).
Sementara itu, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev telah mencatat bahwa pasukan penjaga perdamaian mungkin dikirim ke daerah itu hanya jika Baku dan Yerevan sama-sama menyetujui keputusan tersebut. Dia juga mengklaim bahwa Turki harus berpartisipasi dalam negosiasi dengan cara tertentu.(Baca juga: Armenia Sebut Rusia Tokoh Kunci Proses Perdamaian dengan Azerbaijan )
Sebelumnya, Yerevan menyatakan bahwa militer Azerbaijan telah menyerang peralatan militer Armenia yang terletak di tanah Armenia, dan pasukan Armenia berhak menyerang instalasi militer apa pun di wilayah Azerbaijan. Pada saat yang sama, Baku menekankan bahwa unit-unit yang dihancurkan menargetkan objek militer Azerbaijan, menambahkan bahwa setiap serangan terhadap objek sipil Azerbaijan akan menghasilkan pembalasan.
Konflik yang telah berlangsung puluhan tahun kembali berkobar pada 27 September lalu, ketika Azerbaijan dan Armenia saling menuduh melakukan provokasi di sepanjang jalur kontak.
Nagorno-Karabakh, atau Artsakh, wilayah mayoritas Armenia, memproklamasikan kemerdekaan dari Azerbaijan pada tahun 1991 setelah Baku mencabut status otonomnya. Tindakan tersebut mengakibatkan konflik militer besar antara Baku dan Yerevan yang melanda daerah itu selama dua tahun, merenggut sedikitnya 40.000 jiwa.
Pada tahun 1994 kedua pihak sepakat untuk memulai pembicaraan damai tentang sengketa yang dimediasi oleh OSCE Minsk Group, yang dipimpin oleh Rusia, AS, dan Prancis.
Konflik sejak itu tetap membeku, dengan Nagorno-Karabakh terus menjadi negara bagian yang tidak diakui.(Lihat video: 50 Juta Vaksin Asal Inggris Dipesan Pemerintah Indonesia )
Meski menyatakan keputusan akhir penempatan penjaga perdamaian Rusia ada di tangan Yerevan dan Baku, Lavrov mencatat, tanpa penyelesaian politik antara kedua negara, solusi militer apa pun untuk konflik tersebut tidak akan berhasil.(Baca juga: AS Desak Azerbaijan-Armenia Patuhi Kesepakatan Gencatan Senjata )
"Sekarang, bahkan penjaga perdamaian tidak (harus berpartisipasi dalam mekanisme verifikasi), tetapi pengamat militer itu akan cukup," ujarnya.
"Kami percaya bahwa itu akan benar jika ini adalah pengamat militer kami, tetapi kata terakhir harus ada di pihak (yang terlibat konflik). Tentu saja, kami melanjutkan dari fakta bahwa baik Yerevan dan Baku akan mempertimbangkan hubungan baik kami, hubungan kemitraan strategis," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Kamis (15/10/2020).
Sementara itu, Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev telah mencatat bahwa pasukan penjaga perdamaian mungkin dikirim ke daerah itu hanya jika Baku dan Yerevan sama-sama menyetujui keputusan tersebut. Dia juga mengklaim bahwa Turki harus berpartisipasi dalam negosiasi dengan cara tertentu.(Baca juga: Armenia Sebut Rusia Tokoh Kunci Proses Perdamaian dengan Azerbaijan )
Sebelumnya, Yerevan menyatakan bahwa militer Azerbaijan telah menyerang peralatan militer Armenia yang terletak di tanah Armenia, dan pasukan Armenia berhak menyerang instalasi militer apa pun di wilayah Azerbaijan. Pada saat yang sama, Baku menekankan bahwa unit-unit yang dihancurkan menargetkan objek militer Azerbaijan, menambahkan bahwa setiap serangan terhadap objek sipil Azerbaijan akan menghasilkan pembalasan.
Konflik yang telah berlangsung puluhan tahun kembali berkobar pada 27 September lalu, ketika Azerbaijan dan Armenia saling menuduh melakukan provokasi di sepanjang jalur kontak.
Nagorno-Karabakh, atau Artsakh, wilayah mayoritas Armenia, memproklamasikan kemerdekaan dari Azerbaijan pada tahun 1991 setelah Baku mencabut status otonomnya. Tindakan tersebut mengakibatkan konflik militer besar antara Baku dan Yerevan yang melanda daerah itu selama dua tahun, merenggut sedikitnya 40.000 jiwa.
Pada tahun 1994 kedua pihak sepakat untuk memulai pembicaraan damai tentang sengketa yang dimediasi oleh OSCE Minsk Group, yang dipimpin oleh Rusia, AS, dan Prancis.
Konflik sejak itu tetap membeku, dengan Nagorno-Karabakh terus menjadi negara bagian yang tidak diakui.(Lihat video: 50 Juta Vaksin Asal Inggris Dipesan Pemerintah Indonesia )
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda