Analis: Kim Jong-un Dukung Trump dalam Pilpres AS dengan Tunda Tes Nuklir

Jum'at, 02 Oktober 2020 - 08:30 WIB
Terlepas dari sifat historis pertemuan punvak (KTT) Singapura, negosiasi AS-Korea Utara mengenai denuklirisasi telah gagal, tanpa komitmen tegas dari Kim Jong-un.

“Ada keinginan untuk terlibat di tingkat tinggi, tapi kemudian hancur dari sana,” kata John Delury, seorang profesor di Universitas Yonsei di Seoul, Korea Selatan, kepada Washington Post, yang dikutip Jumat (2/10/2020).

“Teater politik Trump yang kacau dan tidak fokus berarti bahwa itu tidak benar-benar menciptakan proses yang langgeng.”

Pyongyang juga menolak mengizinkan Washington untuk memeriksa bungker senjatanya.(Baca juga: Kritik Ekonomi Kim Jong-un, 5 Pejabat Korut Dieksekusi Mati )

"Korea Utara tidak berhenti membuat senjata nuklir atau mengembangkan sistem rudal; mereka hanya berhenti menampilkannya," kata Jeffrey Lewis, direktur Program Nonproliferasi Asia Timur di Pusat Studi Nonproliferasi (CNS), kepada Washington Post. "Mereka (rezim Kim Jong-un) berhenti melakukan hal-hal yang membuat lingkaran berita buruk bagi Trump."

Versi rahasia dari laporan sementara komite sanksi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) Korea Utara menyatakan pada awal Agustus bahwa Pyongyang diduga kuat telah mengembangkan perangkat nuklir miniatur agar sesuai dengan hulu ledak rudal balistiknya.

"Republik Demokratik Rakyat Korea melanjutkan program nuklirnya, termasuk produksi uranium yang sangat diperkaya dan pembangunan reaktor air ringan eksperimental," kata laporan tersebut.

Panel tersebut mengeluarkan laporan paruh waktu penuh pada hari Senin lalu, yang menuduh Pyongyang melebihi batas impor tahunan 500.000 barel untuk produk minyak sulingan dalam lima bulan pertama tahun 2020.

Panel DK PBB yang beranggotakan 15 orang itu mengklaim bahwa citra satelit menunjukkan bahwa Pyongyang menghentikan sementara ekspor batu bara pada akhir Januari dan melanjutkan pengiriman pada akhir Maret. Para ahli merinci "transfer antar-kapal" dilakukan oleh kapal-kapal Korea Utara yang beroperasi di perairan negara anggota DK PBB lainnya.

China dan Rusia mempertanyakan dasar pernyataan panel dalam laporan sementara. Moskow berpendapat bahwa penerbitan laporan itu tidak memberikan informasi yang objektif, akurat dan dapat diverifikasi atau memiliki bukti citra yang cukup kuat.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More