Al-Qur'an Terus Dibakar, Umat Islam Swedia Minta Konstitusi Diubah
Senin, 14 September 2020 - 15:32 WIB
STOCKHOLM - Sebanyak 15 kongregasi Muslim Swedia menyuarakan keinginan mereka untuk mengubah atau mengamandemen konstitusi setelah pembakaran salinan kitab suci Al-Qur'an semakin marak di negara itu. Mereka ingin konsitusi melarang penistaan kitab suci dan simbol agama mana pun.
Dalam beberapa pekan terakhir, partai Garis Keras ( Stram Kurs ) Denmark yang dipimpin Rasmus Paludan telah meluncurkan tur pembakaran Al-Qur'an di berbagai wilayah di Swedia. Aksi penistaan kitab suci oleh kelompok sayap kanan ini diklaim untuk memprotes penyebaran Islam dan untuk merayakan kebebasan berbicara. (Baca: Al-Qur'an Kembali Dibakar di Swedia, Turki Jengkel )
Sebanyak 15 kongregasi Muslim ingin konsitusi Swedia melarang penistaan agama, yang mencakup pembakaran kitab suci.
“Kami tidak ingin menjadi legal di Swedia untuk membakar kitab suci seperti Al-Qur'an, Alkitab dan kitab suci Yahudi, dan pada saat yang sama harus dilarang untuk mengejek berbagai agama,” kata imam Hussein Farah Warsame, salah satu tokoh Muslim setempat, kepada surat kabar Dagens Nyheter, Senin (14/9/2020).
Pembakaran Al-Qur'an juga telah dikecam oleh banyak politisi Swedia di seluruh spektrum politik, serta Uskup Agung Antje Jackelén. Sebagai anggota Dewan Kristen Swedia, dia sangat tidak setuju dengan pelanggaran yang dilakukan secara sadar atas keyakinan masyarakat. (Baca: Kelompok Anti-Islam Bakar Al-Qur'an di Ibu Kota Swedia )
“Membakar buku itu biadab. Paling tidak buku-buku yang dianggap suci oleh banyak orang," tulis Dewan Kristen Swedia dalam sebuah pernyataan yang dikutip surat kabar Expressen.
"Tindakan ini memicu polarisasi antara orang-orang, dan melawan upaya integrasi," lanjut dewan tersebut. “Kami mengungkapkan simpati kami yang kuat dengan umat Muslim di negara kami," imbuh Jackelen.
Sejak akhir Agustus, partai Garis Keras antietnik-nasionalis Islam telah membakar beberapa salinan Al-Qur'an dalam apa yang disebutnya sebagai "ghetto Swedia", terutama di daerah kantong etnik Muslim di Malmö. Kelompok itu nekat membakar salinan kitab suci Islam dalam demonstrasi yang sejatinya tidak mendapatkan izin dari polisi setempat.
Ulah kelompok itu memicu kemarahan umat Islam setempat yang berakhir dengan kerusuhan. Otoritas Swedia mengaku gagal menghentikan demonstrasi, dan pemerintah kota Malmö kemudian menyangkal adanya hubungan agama apapun terhadap kerusuhan tersebut.
Sejak insiden di Malmo, anggota kelompok Stram Kurs membakar salinan Al-Qur'an di Rinkeby, Stockholm, Gothenburg's Angered, dan Trollhättan. (Baca juga: PM Norwegia Bela Penistaan Al-Qur'an sebagai Kebebasan Berbicara )
Rasmus Paludan sendiri, seorang pengacara Denmark yang menjadi politisi anti-Islam, menyarankan bahwa pembakaran Al-Qur'an dimaksudkan untuk membantu Swedia melawan Islamisasi.
“Tujuannya untuk menghentikan Islamisasi Swedia. Untuk menarik kembali Islamisasi ke tingkat tahun 1960-an atau lebih. Seharusnya ada sekitar satu juta orang yang melakukan perjalanan kembali ke negara-negara Muslim tempat mereka berasal, atau pindah ke agama lain selain Islam. Jelas bahwa inilah tujuannya," kata Paludan, yang berjanji untuk terus melanjutkan aksinya sampai tidak ada orang Islam yang tersisa di Swedia.
Komunitas Islam Swedia telah berkembang melalui imigrasi massal mulai tahun 1960-an. Perkiraan Pew Research 2017 menunjukkan bahwa Muslim menyumbang 8,1 persen dari populasi Swedia sekitar 10 juta—angka yang tumbuh karena imigrasi yang terus berlanjut dan tren demografis saat ini yang mencakup angka kelahiran yang lebih rendah di antara etnik Swedia.
Dalam beberapa pekan terakhir, partai Garis Keras ( Stram Kurs ) Denmark yang dipimpin Rasmus Paludan telah meluncurkan tur pembakaran Al-Qur'an di berbagai wilayah di Swedia. Aksi penistaan kitab suci oleh kelompok sayap kanan ini diklaim untuk memprotes penyebaran Islam dan untuk merayakan kebebasan berbicara. (Baca: Al-Qur'an Kembali Dibakar di Swedia, Turki Jengkel )
Sebanyak 15 kongregasi Muslim ingin konsitusi Swedia melarang penistaan agama, yang mencakup pembakaran kitab suci.
“Kami tidak ingin menjadi legal di Swedia untuk membakar kitab suci seperti Al-Qur'an, Alkitab dan kitab suci Yahudi, dan pada saat yang sama harus dilarang untuk mengejek berbagai agama,” kata imam Hussein Farah Warsame, salah satu tokoh Muslim setempat, kepada surat kabar Dagens Nyheter, Senin (14/9/2020).
Pembakaran Al-Qur'an juga telah dikecam oleh banyak politisi Swedia di seluruh spektrum politik, serta Uskup Agung Antje Jackelén. Sebagai anggota Dewan Kristen Swedia, dia sangat tidak setuju dengan pelanggaran yang dilakukan secara sadar atas keyakinan masyarakat. (Baca: Kelompok Anti-Islam Bakar Al-Qur'an di Ibu Kota Swedia )
“Membakar buku itu biadab. Paling tidak buku-buku yang dianggap suci oleh banyak orang," tulis Dewan Kristen Swedia dalam sebuah pernyataan yang dikutip surat kabar Expressen.
"Tindakan ini memicu polarisasi antara orang-orang, dan melawan upaya integrasi," lanjut dewan tersebut. “Kami mengungkapkan simpati kami yang kuat dengan umat Muslim di negara kami," imbuh Jackelen.
Sejak akhir Agustus, partai Garis Keras antietnik-nasionalis Islam telah membakar beberapa salinan Al-Qur'an dalam apa yang disebutnya sebagai "ghetto Swedia", terutama di daerah kantong etnik Muslim di Malmö. Kelompok itu nekat membakar salinan kitab suci Islam dalam demonstrasi yang sejatinya tidak mendapatkan izin dari polisi setempat.
Ulah kelompok itu memicu kemarahan umat Islam setempat yang berakhir dengan kerusuhan. Otoritas Swedia mengaku gagal menghentikan demonstrasi, dan pemerintah kota Malmö kemudian menyangkal adanya hubungan agama apapun terhadap kerusuhan tersebut.
Sejak insiden di Malmo, anggota kelompok Stram Kurs membakar salinan Al-Qur'an di Rinkeby, Stockholm, Gothenburg's Angered, dan Trollhättan. (Baca juga: PM Norwegia Bela Penistaan Al-Qur'an sebagai Kebebasan Berbicara )
Rasmus Paludan sendiri, seorang pengacara Denmark yang menjadi politisi anti-Islam, menyarankan bahwa pembakaran Al-Qur'an dimaksudkan untuk membantu Swedia melawan Islamisasi.
“Tujuannya untuk menghentikan Islamisasi Swedia. Untuk menarik kembali Islamisasi ke tingkat tahun 1960-an atau lebih. Seharusnya ada sekitar satu juta orang yang melakukan perjalanan kembali ke negara-negara Muslim tempat mereka berasal, atau pindah ke agama lain selain Islam. Jelas bahwa inilah tujuannya," kata Paludan, yang berjanji untuk terus melanjutkan aksinya sampai tidak ada orang Islam yang tersisa di Swedia.
Komunitas Islam Swedia telah berkembang melalui imigrasi massal mulai tahun 1960-an. Perkiraan Pew Research 2017 menunjukkan bahwa Muslim menyumbang 8,1 persen dari populasi Swedia sekitar 10 juta—angka yang tumbuh karena imigrasi yang terus berlanjut dan tren demografis saat ini yang mencakup angka kelahiran yang lebih rendah di antara etnik Swedia.
(min)
tulis komentar anda