Minta Euthanasia Ditolak Presiden, Pria Prancis Ingin Live-kan Kematiannya di Facebook
Sabtu, 05 September 2020 - 14:28 WIB
PARIS - Seorang pria Prancis yang menderita kondisi yang tidak dapat disembuhkan mengatakan bahwa dia berencana untuk menyiarkan langsung (live) kematiannya di Facebook. Dia sudah menolak makan dan minum obat setelah Presiden Emmanuel Macron menolak permintaan euthanasia yang dia ajukan.
Euthanasia adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut tindakan medis secara sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang tanpa rasa sakit.
Pria tersebut bernama Alain Cocq. Dia menderita kondisi langka di mana dinding arteri saling menempel. Dia yakin memiliki waktu kurang dari seminggu untuk hidup dan akan menyiarkan langsung kematiannya di Facebook mulai Sabtu (5/9/2020) pagi. (Baca: Pria India Penggal Istrinya, Klaim untuk Menyenangkan Dewa )
Dia telah menulis permintaan kepada Presiden Macron agar diberikan zat yang akan memungkinkan dia untuk meninggal dengan damai. Namun, presiden menolak permintaannya dengan menjelaskan bahwa euthanasia tidak diizinkan berdasarkan hukum Prancis.
Cocq, 57, telah menggunakan penderitaannya untuk menarik perhatian pada situasi para pasien yang sakit parah di Prancis yang tidak dapat diizinkan untuk meninggal sesuai dengan keinginan mereka.
"Karena saya tidak kebal hukum, saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda," kata Macron dalam sebuah surat kepada Cocq, yang dipublikasikan oleh pasien tersebut di halaman Facebook-nya, seperti dikutip AFP. (Baca juga: Iran: Cetak Ulang Kartun Nabi Muhammad, Charlie Hebdo Hina 1 Miliar Muslim Dunia )
"Saya tidak dapat meminta siapa pun untuk melampaui kerangka hukum kami saat ini...Keinginan Anda adalah meminta bantuan aktif dalam kematian yang saat ini tidak diizinkan di negara kami," kata Macron.
Cocq mengatakan aksi menyiarkan langsung kematiannya di media sosial Untuk menunjukkan kepada publik Prancis tentang "penderitaan" yang disebabkan oleh undang-undang di negara tersebut.
Dia berharap perjuangannya akan dikenang sebagai langkah maju dalam mengubah hukum. Dia menghentikan semua makan, minum dan pengobatan mulai Jumat malam.
Macron mengatakan dalam suratnya;"Dengan emosi, saya menghormati tindakan Anda." Presiden menambahkan catatan tambahan dengan tulisan tangan, yang berbunyi; "Dengan semua dukungan pribadi dan rasa hormat yang mendalam."
Seorang pejabat Elysee mengatakan kepada AFP bahwa Macron ingin memuji komitmen Cocq terhadap hak-hak penyandang cacat.
Kasus hak untuk mati telah lama menjadi masalah emosional di Prancis. Polarisasi paling banyak adalah kasus Vincent Lambert yang dibiarkan dalam keadaan vegetatif setelah kecelakaan lalu lintas pada 2008 dan meninggal pada Juli tahun lalu setelah dokter mencabut alat bantu hidup menyusul perjuangan hukum yang panjang.
Kasus ini memecah pandangan publik Prancis serta keluarga Lambert sendiri, di mana orang tuanya menggunakan setiap jalan hukum untuk membuatnya tetap hidup, tetapi istri dan keponakannya bersikeras dia harus dibiarkan meninggal.
Pengadilan Prancis pada Januari membebaskan dokter yang mematikan sistem pendukung kehidupan Lambert dalam putusan yang merupakan formalitas setelah jaksa penuntut mengatakan dia "sangat menghormati kewajiban hukumnya".
Euthanasia adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut tindakan medis secara sengaja untuk mengakhiri hidup seseorang tanpa rasa sakit.
Pria tersebut bernama Alain Cocq. Dia menderita kondisi langka di mana dinding arteri saling menempel. Dia yakin memiliki waktu kurang dari seminggu untuk hidup dan akan menyiarkan langsung kematiannya di Facebook mulai Sabtu (5/9/2020) pagi. (Baca: Pria India Penggal Istrinya, Klaim untuk Menyenangkan Dewa )
Dia telah menulis permintaan kepada Presiden Macron agar diberikan zat yang akan memungkinkan dia untuk meninggal dengan damai. Namun, presiden menolak permintaannya dengan menjelaskan bahwa euthanasia tidak diizinkan berdasarkan hukum Prancis.
Cocq, 57, telah menggunakan penderitaannya untuk menarik perhatian pada situasi para pasien yang sakit parah di Prancis yang tidak dapat diizinkan untuk meninggal sesuai dengan keinginan mereka.
"Karena saya tidak kebal hukum, saya tidak dapat memenuhi permintaan Anda," kata Macron dalam sebuah surat kepada Cocq, yang dipublikasikan oleh pasien tersebut di halaman Facebook-nya, seperti dikutip AFP. (Baca juga: Iran: Cetak Ulang Kartun Nabi Muhammad, Charlie Hebdo Hina 1 Miliar Muslim Dunia )
"Saya tidak dapat meminta siapa pun untuk melampaui kerangka hukum kami saat ini...Keinginan Anda adalah meminta bantuan aktif dalam kematian yang saat ini tidak diizinkan di negara kami," kata Macron.
Cocq mengatakan aksi menyiarkan langsung kematiannya di media sosial Untuk menunjukkan kepada publik Prancis tentang "penderitaan" yang disebabkan oleh undang-undang di negara tersebut.
Dia berharap perjuangannya akan dikenang sebagai langkah maju dalam mengubah hukum. Dia menghentikan semua makan, minum dan pengobatan mulai Jumat malam.
Macron mengatakan dalam suratnya;"Dengan emosi, saya menghormati tindakan Anda." Presiden menambahkan catatan tambahan dengan tulisan tangan, yang berbunyi; "Dengan semua dukungan pribadi dan rasa hormat yang mendalam."
Seorang pejabat Elysee mengatakan kepada AFP bahwa Macron ingin memuji komitmen Cocq terhadap hak-hak penyandang cacat.
Kasus hak untuk mati telah lama menjadi masalah emosional di Prancis. Polarisasi paling banyak adalah kasus Vincent Lambert yang dibiarkan dalam keadaan vegetatif setelah kecelakaan lalu lintas pada 2008 dan meninggal pada Juli tahun lalu setelah dokter mencabut alat bantu hidup menyusul perjuangan hukum yang panjang.
Kasus ini memecah pandangan publik Prancis serta keluarga Lambert sendiri, di mana orang tuanya menggunakan setiap jalan hukum untuk membuatnya tetap hidup, tetapi istri dan keponakannya bersikeras dia harus dibiarkan meninggal.
Pengadilan Prancis pada Januari membebaskan dokter yang mematikan sistem pendukung kehidupan Lambert dalam putusan yang merupakan formalitas setelah jaksa penuntut mengatakan dia "sangat menghormati kewajiban hukumnya".
(min)
tulis komentar anda