China Tekan ASEAN Jelang Perundingan Penting Laut China Selatan
Jum'at, 04 September 2020 - 11:29 WIB
Zhu Feng, yang menghadiri seminar tersebut sebagai direktur eksekutif Pusat Studi Kolaborasi China untuk Laut China Selatan di Universitas Nanjing, mengatakan pernyataan Luo datang saat Beijing berada di bawah tekanan politik, diplomatik dan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Washington.
"Dengan semakin dekatnya pemilihan (presiden) AS, pemerintahan Trump yang diperangi dengan sengaja meningkatkan ketegangan dengan China untuk menghidupkan kembali kampanye pemilihan ulangnya yang bermasalah, memperburuk risiko konflik di Laut China Selatan," katanya. (Baca juga: Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Jadi Pangkalan Militernya )
Ketegangan mendekati titik didih setelah Pompeo pada bulan Juli menolak klaim China atas 90 persen Laut China Selatan sebagai tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum. Pompeo lantas memberikan dukungan kepada penggugat lain seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia dan Taiwan.
Dalam beberapa pekan terakhir, Beijing berusaha keras untuk melawan upaya Washington dan menopang hubungan dengan negara-negara utama di Asia dan Eropa di tengah kekhawatiran akan Perang Dingin baru antara dua ekonomi terbesar dunia.
Dalam seminar Rabu, Luo menuduh AS berulang kali melakukan provokasi dan berusaha memaksa negara-negara di kawasan itu untuk memihak antara Beijing dan Washington.
"Laut China Selatan yang bermasalah hanya melayani kepentingan AS dan agenda globalnya, sementara negara-negara di kawasan harus menanggung biayanya," katanya pada pertemuan pensiunan pejabat pemerintah, dan pakar hukum dan kelautan dari kawasan itu.
“AS telah menjadi ancaman terbesar bagi perdamaian di Laut China Selatan dan seluruh kawasan. Ini adalah pengacau bagi kerja sama, pembangunan, dan kemakmuran di wilayah ini."
Luo juga mengecam keputusan pengadilan PBB yang penting pada tahun 2016 yang mendukung Filipina dalam menentang klaim teritorial "nine-dash line" yang berdasarkan sejarah China ke jalur perairan tersebut. Dia menepis kekhawatiran atas manuver militer China di wilayah tersebut, termasuk menembakkan rudal balistik ke Laut China Selatan pekan lalu.
“Baik China maupun ASEAN tidak ingin mengubah laut menjadi arena kekuasaan. Kami tidak ingin itu menjadi alat untuk persaingan geopolitik," ujarnya.
Para pengamat sepakat bahwa China menghadapi perjuangan berat dalam hubungannya dengan negara-negara ASEAN.
"Dengan semakin dekatnya pemilihan (presiden) AS, pemerintahan Trump yang diperangi dengan sengaja meningkatkan ketegangan dengan China untuk menghidupkan kembali kampanye pemilihan ulangnya yang bermasalah, memperburuk risiko konflik di Laut China Selatan," katanya. (Baca juga: Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Jadi Pangkalan Militernya )
Ketegangan mendekati titik didih setelah Pompeo pada bulan Juli menolak klaim China atas 90 persen Laut China Selatan sebagai tindakan yang sepenuhnya melanggar hukum. Pompeo lantas memberikan dukungan kepada penggugat lain seperti Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia dan Taiwan.
Dalam beberapa pekan terakhir, Beijing berusaha keras untuk melawan upaya Washington dan menopang hubungan dengan negara-negara utama di Asia dan Eropa di tengah kekhawatiran akan Perang Dingin baru antara dua ekonomi terbesar dunia.
Dalam seminar Rabu, Luo menuduh AS berulang kali melakukan provokasi dan berusaha memaksa negara-negara di kawasan itu untuk memihak antara Beijing dan Washington.
"Laut China Selatan yang bermasalah hanya melayani kepentingan AS dan agenda globalnya, sementara negara-negara di kawasan harus menanggung biayanya," katanya pada pertemuan pensiunan pejabat pemerintah, dan pakar hukum dan kelautan dari kawasan itu.
“AS telah menjadi ancaman terbesar bagi perdamaian di Laut China Selatan dan seluruh kawasan. Ini adalah pengacau bagi kerja sama, pembangunan, dan kemakmuran di wilayah ini."
Luo juga mengecam keputusan pengadilan PBB yang penting pada tahun 2016 yang mendukung Filipina dalam menentang klaim teritorial "nine-dash line" yang berdasarkan sejarah China ke jalur perairan tersebut. Dia menepis kekhawatiran atas manuver militer China di wilayah tersebut, termasuk menembakkan rudal balistik ke Laut China Selatan pekan lalu.
“Baik China maupun ASEAN tidak ingin mengubah laut menjadi arena kekuasaan. Kami tidak ingin itu menjadi alat untuk persaingan geopolitik," ujarnya.
Para pengamat sepakat bahwa China menghadapi perjuangan berat dalam hubungannya dengan negara-negara ASEAN.
tulis komentar anda