Mengapa Kolonialisme Sampah Jadi Bumerang? Thailand Sudah Melawan!
Selasa, 14 Januari 2025 - 15:15 WIB
Pasar pengelolaan limbah plastik global diperkirakan bernilai $37 miliar pada tahun 2023 dan diproyeksikan akan tumbuh menjadi sekitar $44 miliar pada tahun 2027.
Perkiraan dari Observatory of Economic Complexity (OEC) mengungkapkan bahwa pada tahun 2022, Turki, misalnya, memperoleh USD252 juta dri impor plastik bekas. Malaysia mengimpor plastik bekas senilai USD238 juta tahun itu, Vietnam USD182 juta, dan Indonesia USD104 juta.
Baca Juga: Konspirasi Menghantui Bencana pada Awal 2025
Para ahli juga memperingatkan bahwa jika Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyelesaikan perselisihan yang sedang berlangsung mengenai perjanjian untuk mengakhiri polusi plastik, hal itu dapat menyebabkan krisis kesehatan manusia yang besar.
Kekhawatiran utama termasuk meningkatnya paparan mikroplastik—partikel plastik kecil yang dihasilkan dari dari penguraian benda-benda plastik yang lebih besar—yang ditemukan di mana-mana, dari udara dan air hingga makanan dan jaringan tubuh manusia.
Mikroplastik juga ditambahkan ke produk-produk tertentu untuk meningkatkan mutunya. Misalnya, mikroplastik digunakan dalam scrub pengelupas kulit atau pasta gigi sebagai butiran abrasif. Bahkan ketika dibilas, mikroplastik tidak terurai karena air dan malah terakumulasi di lingkungan.
Penelitian menemukan bahwa mikroplastik membutuhkan waktu 100 hingga 1.000 tahun untuk terurai sedemikian rupa sehingga menghilang.
Orang-orang juga berisiko menghirup polutan beracun dari pembakaran sampah plastik. Pembakaran ini melepaskan bahan kimia dan partikel berbahaya, yang meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular, terutama di daerah dengan pengelolaan sampah yang buruk, menurut sebuah artikel yang diterbitkan di British Medical Journal pada bulan Januari.
Perkiraan dari Observatory of Economic Complexity (OEC) mengungkapkan bahwa pada tahun 2022, Turki, misalnya, memperoleh USD252 juta dri impor plastik bekas. Malaysia mengimpor plastik bekas senilai USD238 juta tahun itu, Vietnam USD182 juta, dan Indonesia USD104 juta.
Baca Juga: Konspirasi Menghantui Bencana pada Awal 2025
4. Limbah Jadi Sumber Penyakit
Limbah plastik, terutama plastik rumah tangga campuran, dicairkan menjadi pelet plastik, dibakar, atau dibuang. Plastik campuran ini sulit didaur ulang karena sering kali tercampur dengan barang-barang yang tidak dapat didaur ulang seperti botol dan kemasan. Pelet yang meleleh digunakan untuk membuat produk seperti kemasan atau furnitur.Para ahli juga memperingatkan bahwa jika Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak dapat menyelesaikan perselisihan yang sedang berlangsung mengenai perjanjian untuk mengakhiri polusi plastik, hal itu dapat menyebabkan krisis kesehatan manusia yang besar.
Kekhawatiran utama termasuk meningkatnya paparan mikroplastik—partikel plastik kecil yang dihasilkan dari dari penguraian benda-benda plastik yang lebih besar—yang ditemukan di mana-mana, dari udara dan air hingga makanan dan jaringan tubuh manusia.
Mikroplastik juga ditambahkan ke produk-produk tertentu untuk meningkatkan mutunya. Misalnya, mikroplastik digunakan dalam scrub pengelupas kulit atau pasta gigi sebagai butiran abrasif. Bahkan ketika dibilas, mikroplastik tidak terurai karena air dan malah terakumulasi di lingkungan.
Penelitian menemukan bahwa mikroplastik membutuhkan waktu 100 hingga 1.000 tahun untuk terurai sedemikian rupa sehingga menghilang.
Orang-orang juga berisiko menghirup polutan beracun dari pembakaran sampah plastik. Pembakaran ini melepaskan bahan kimia dan partikel berbahaya, yang meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular, terutama di daerah dengan pengelolaan sampah yang buruk, menurut sebuah artikel yang diterbitkan di British Medical Journal pada bulan Januari.
5. Indonesia Masih Menerima Sampah
Beberapa negara Asia Tenggara lainnya, seperti Vietnam, Malaysia, dan Indonesia, juga secara historis dibayar untuk menerima sampah plastik.Lihat Juga :
tulis komentar anda