Jepang Tingkatkan Kewaspadaan terhadap Militer China yang Semakin Agresif
Rabu, 08 Januari 2025 - 10:46 WIB
Sementara itu, aktivitas China di Laut China Selatan, termasuk di dekat Filipina, juga telah menuai kritik internasional. Militerisasi pulau-pulau buatan dan “pelecehan” terhadap kapal-kapal Filipina oleh Beijing menggarisbawahi ambisinya yang lebih luas di kawasan tersebut.
Tindakan-tindakan ini telah menghasilkan hubungan pertahanan yang lebih erat antara Jepang dan Filipina, karena kedua negara berupaya untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi tantangan keamanan bersama. Menanggapi meningkatnya aktivitas militer China, Jepang telah mengambil beberapa langkah untuk memperkuat postur pertahanan dan aliansi regionalnya.
Tokyo telah meningkatkan anggaran pertahanannya, dengan rencana untuk menggandakannya selama lima tahun ke depan, yang mencerminkan perubahan signifikan dalam sikap pasifisnya pascaperang.
Dana tersebut akan digunakan untuk memodernisasi Pasukan Bela Diri (SDF) Jepang, meningkatkan sistem pertahanan rudal, dan mengembangkan kemampuan baru seperti pertahanan siber dan antariksa. Jepang juga telah memperdalam kemitraan keamanannya dengan sekutu utama, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan India.
Kelompok QUAD, yang terdiri dari keempat negara tersebut, telah muncul sebagai landasan strategi Jepang untuk mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Latihan militer gabungan dan kolaborasi teknologi pertahanan secara berkala semakin memperkuat hubungan QUAD.
Selain itu, Jepang telah berupaya memperluas kemitraannya dengan negara-negara Asia Tenggara, dengan mengakui kekhawatiran bersama tentang tindakan China di Laut China Selatan. Dukungan Tokyo untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas di kawasan tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengimbangi pengaruh Beijing.
Dari sudut pandang Beijing, aktivitas militer dan tindakan ekonominya dibingkai sebagai respons defensif terhadap ancaman yang dirasakan dari Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Jepang. Pejabat China menuduh Tokyo terlalu dekat dengan Washington dan meningkatkan ketegangan dengan meningkatkan pengeluaran militernya dan berpartisipasi dalam latihan gabungan.
Sikap agresif China juga didorong oleh tujuan jangka panjangnya untuk menyatukan kembali Taiwan dengan daratan utama. Sementara Beijing bersikeras bahwa tindakannya ditujukan untuk menjaga integritas teritorial dan stabilitas regional, tindakan tersebut secara luas dipandang sebagai hal yang mengganggu stabilitas oleh negara-negara tetangganya.
Peran Amerika Serikat (AS) di kawasan tersebut merupakan faktor penting dalam dinamika Jepang-China. Aliansi keamanan Washington dengan Tokyo, yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Keamanan Bersama AS-Jepang, tetap menjadi landasan strategi pertahanan Jepang.
Tindakan-tindakan ini telah menghasilkan hubungan pertahanan yang lebih erat antara Jepang dan Filipina, karena kedua negara berupaya untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk menghadapi tantangan keamanan bersama. Menanggapi meningkatnya aktivitas militer China, Jepang telah mengambil beberapa langkah untuk memperkuat postur pertahanan dan aliansi regionalnya.
Tokyo telah meningkatkan anggaran pertahanannya, dengan rencana untuk menggandakannya selama lima tahun ke depan, yang mencerminkan perubahan signifikan dalam sikap pasifisnya pascaperang.
Dana tersebut akan digunakan untuk memodernisasi Pasukan Bela Diri (SDF) Jepang, meningkatkan sistem pertahanan rudal, dan mengembangkan kemampuan baru seperti pertahanan siber dan antariksa. Jepang juga telah memperdalam kemitraan keamanannya dengan sekutu utama, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan India.
Kelompok QUAD, yang terdiri dari keempat negara tersebut, telah muncul sebagai landasan strategi Jepang untuk mempromosikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Latihan militer gabungan dan kolaborasi teknologi pertahanan secara berkala semakin memperkuat hubungan QUAD.
Geopolitik Indo-Pasifik
Selain itu, Jepang telah berupaya memperluas kemitraannya dengan negara-negara Asia Tenggara, dengan mengakui kekhawatiran bersama tentang tindakan China di Laut China Selatan. Dukungan Tokyo untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kapasitas di kawasan tersebut merupakan bagian dari upaya yang lebih luas untuk mengimbangi pengaruh Beijing.
Dari sudut pandang Beijing, aktivitas militer dan tindakan ekonominya dibingkai sebagai respons defensif terhadap ancaman yang dirasakan dari Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Jepang. Pejabat China menuduh Tokyo terlalu dekat dengan Washington dan meningkatkan ketegangan dengan meningkatkan pengeluaran militernya dan berpartisipasi dalam latihan gabungan.
Sikap agresif China juga didorong oleh tujuan jangka panjangnya untuk menyatukan kembali Taiwan dengan daratan utama. Sementara Beijing bersikeras bahwa tindakannya ditujukan untuk menjaga integritas teritorial dan stabilitas regional, tindakan tersebut secara luas dipandang sebagai hal yang mengganggu stabilitas oleh negara-negara tetangganya.
Peran Amerika Serikat (AS) di kawasan tersebut merupakan faktor penting dalam dinamika Jepang-China. Aliansi keamanan Washington dengan Tokyo, yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Keamanan Bersama AS-Jepang, tetap menjadi landasan strategi pertahanan Jepang.
Lihat Juga :
tulis komentar anda