Kim Jong-un Terus Halangi Unifikasi Korea ala Demokrasi Liberal dari Korsel
Rabu, 23 Oktober 2024 - 15:16 WIB
‘’Sebagai tanggapan, Kim Jong-un semakin khawatir bahwa kekaguman terhadap Korea Selatan di kalangan warga Korea Utara, termasuk elitnya, dapat menyebabkan unifikasi yang dipimpin oleh Korea Selatan,’’ ungkap Chung Eui-sung yang merupaka salah satu pembelot dari Korea Utara. Ketakutan ini telah mendorongnya untuk mengintensifkan upaya memblokir penyebaran 'Gelombang Korea' (Hallyu).
Contoh pentingnya adalah penghancuran Kantor Penghubung Antar-Korea pada bulan Juni 2020, dengan alasan selebaran anti-rezim yang dikirim oleh para pembelot sebagai dalih.
Selain itu, Korea Utara telah memberlakukan beberapa undang-undang dengan hukuman berat, termasuk hukuman mati, seperti Undang-Undang Penolakan Ideologi dan Budaya Reaksioner (Desember 2020) dan Undang-Undang Perlindungan Bahasa Budaya Pyongyang (Januari 2023).
Menurut Chung Eui-sung, Tindakan Kim Jong-un mencerminkan ketakutan mendalam bahwa kekaguman terhadap Korea Selatan yang menyebar di Korea Utara dapat dengan cepat berubah menjadi gerakan anti-rezim, yang menimbulkan ancaman serius bagi rezim Korea Utara.
‘’Akumulasi sentimen pro-Korea Selatan di antara warga Korea Utara, jika dibiarkan, berpotensi memicu pertentangan meluas terhadap rezim tersebut,’’ tutur Chung Eui-sung.
Sebagai tanggapan, Kim Jong-un telah mengadopsi kebijakan yang lebih bermusuhan terhadap Korea Selatan, berusaha memberantas pengaruh Gelombang Korea dengan menumbuhkan permusuhan terhadap Korea Selatan dan menggandakan tindakan represif.
Namun, Chung Eui-sung yakin, sikap anti-nasionalis Kim Jong-un tidak akan pernah diterima oleh rakyat Korea, yang telah berbagi warisan, budaya, dan identitas yang sama selama 5.000 tahun, dengan bahasa Korea sebagai bahasa ibu mereka.
Sebaliknya, kebijakan permusuhannya terhadap Korea Selatan telah menjadi musuh publik, bahkan bagi warga Korea Utara yang mendambakan unifikasi. Sementara itu, Presiden Yoon, melalui 'Doktrin Unifikasi 15 Agustus,' menolak 'Narasi Dua Negara' yang diungkapkan oleh Kim Jong-un.
‘’Doktrin Presiden Yoon, yang didasarkan pada nilai-nilai universal, yaitu demokrasi liberal, dapat dianggap sebagai solusi inovatif untuk unifikasi damai di Semenanjung Korea,’’ tandas Chung Eui-sung.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Contoh pentingnya adalah penghancuran Kantor Penghubung Antar-Korea pada bulan Juni 2020, dengan alasan selebaran anti-rezim yang dikirim oleh para pembelot sebagai dalih.
Selain itu, Korea Utara telah memberlakukan beberapa undang-undang dengan hukuman berat, termasuk hukuman mati, seperti Undang-Undang Penolakan Ideologi dan Budaya Reaksioner (Desember 2020) dan Undang-Undang Perlindungan Bahasa Budaya Pyongyang (Januari 2023).
Menurut Chung Eui-sung, Tindakan Kim Jong-un mencerminkan ketakutan mendalam bahwa kekaguman terhadap Korea Selatan yang menyebar di Korea Utara dapat dengan cepat berubah menjadi gerakan anti-rezim, yang menimbulkan ancaman serius bagi rezim Korea Utara.
‘’Akumulasi sentimen pro-Korea Selatan di antara warga Korea Utara, jika dibiarkan, berpotensi memicu pertentangan meluas terhadap rezim tersebut,’’ tutur Chung Eui-sung.
Sebagai tanggapan, Kim Jong-un telah mengadopsi kebijakan yang lebih bermusuhan terhadap Korea Selatan, berusaha memberantas pengaruh Gelombang Korea dengan menumbuhkan permusuhan terhadap Korea Selatan dan menggandakan tindakan represif.
Namun, Chung Eui-sung yakin, sikap anti-nasionalis Kim Jong-un tidak akan pernah diterima oleh rakyat Korea, yang telah berbagi warisan, budaya, dan identitas yang sama selama 5.000 tahun, dengan bahasa Korea sebagai bahasa ibu mereka.
Sebaliknya, kebijakan permusuhannya terhadap Korea Selatan telah menjadi musuh publik, bahkan bagi warga Korea Utara yang mendambakan unifikasi. Sementara itu, Presiden Yoon, melalui 'Doktrin Unifikasi 15 Agustus,' menolak 'Narasi Dua Negara' yang diungkapkan oleh Kim Jong-un.
‘’Doktrin Presiden Yoon, yang didasarkan pada nilai-nilai universal, yaitu demokrasi liberal, dapat dianggap sebagai solusi inovatif untuk unifikasi damai di Semenanjung Korea,’’ tandas Chung Eui-sung.
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(ahm)
tulis komentar anda