6 Alasan Presiden Putin Mengubah Doktrin Penggunaan Senjata Nuklir

Kamis, 26 September 2024 - 13:35 WIB

4. Desakan Pejabat Rusia untuk Mengubah Doktrin Nuklir

Doktrin nuklir Rusia yang ada, yang ditetapkan dalam dekrit tahun 2020, mengatakan Moskow dapat menggunakan persenjataan nuklirnya jika terjadi serangan nuklir oleh musuh atau serangan konvensional “ketika keberadaan negara dalam bahaya”.

Para petinggi Rusia telah menyerukan penguatan doktrin tersebut selama berbulan-bulan, dengan mengklaim versi saat ini terlalu samar dan meninggalkan kesan bahwa Moskow tidak akan pernah menggunakan senjata nuklir.

Putin menekankan doktrin yang direvisi tersebut menjabarkan kondisi untuk menggunakan senjata nuklir secara lebih rinci, dan bahwa senjata tersebut dapat digunakan jika terjadi serangan udara besar-besaran.

“Kondisi untuk langkah Rusia menggunakan senjata nuklir dinyatakan dengan jelas” dalam revisi tersebut, katanya.

“Kami akan mempertimbangkan kemungkinan tersebut ketika kami menerima informasi yang dapat diandalkan tentang peluncuran besar-besaran aset serangan udara dan ruang angkasa dan aset tersebut melintasi wilayah negara kami perbatasan,” imbuh Putin, dengan menyebut “pesawat strategis dan taktis, rudal jelajah, pesawat nirawak, kendaraan terbang hipersonik dan lainnya”.

Versi dokumen saat ini menyatakan Rusia akan menggunakan persenjataan nuklirnya jika menerima “informasi yang dapat diandalkan tentang peluncuran rudal balistik yang menargetkan wilayah Rusia atau sekutunya”.



5. Ukraina Kerap Melancarkan Serangan Rudal dan Drone ke Wilayah Rusia

Ukraina telah berulang kali menyerang wilayah Rusia dengan rudal dan pesawat nirawak sebagai tanggapan atas serangan Moskow.

“Putin kemungkinan bermaksud agar ancaman nuklirnya yang sangat spesifik memberikan kehidupan baru pada operasi informasi Kremlin yang melelahkan dan menimbulkan gelombang kepanikan baru di antara para pembuat kebijakan Barat selama momen yang sangat kritis dalam diskusi kebijakan Barat tentang kemampuan Ukraina untuk menggunakan senjata yang disediakan Barat,” kata Institut Studi Perang, sebuah lembaga pemikir terkemuka yang berbasis di AS, dalam sebuah komentar.

"Terlepas dari apakah Anda menganggap ini gertakan atau bukan, tidak pernah ada hal baik ketika negara nuklir besar melonggarkan persyaratan penggunaan nuklir dalam kebijakan deklaratifnya," kata Samuel Charap, ilmuwan politik senior di RAND, dalam sebuah posting di X.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More