Apakah Ikhwanul Muslimin Mesir Membela Palestina?

Sabtu, 21 September 2024 - 20:01 WIB
Inilah garis yang disebut sosiolog Italia Renzo Guolo sebagai “neo-tradisionalis,” atau “Islamisasi dari bawah,” yang membedakannya dari posisi fundamentalis “radikal” yang menganjurkan “Islamisasi dari atas” melalui perjuangan bersenjata, kudeta, dan kekerasan.

Sementara sayap neo-tradisionalis Ikhwanul Muslimin hadir di Palestina dan kuat di Tepi Barat, sayap radikal menang di Gaza.

Akan tetapi, sayap ini menyerukan penundaan perjuangan eksplisit untuk menegakkan syariat hingga waktu berikutnya dan memfokuskan upayanya saat ini pada perjuangan bersenjata melawan Israel.

Dalam memorandum tertanggal Juli 1957, Pemimpin Palestina Ikhwanul Muslimin Khalil al-Wazir, yang kemudian dikenal dengan nama samaran Abu Jihad (1935–1988), mengusulkan untuk memecah struktur Ikhwanul Muslimin di Palestina, dengan menciptakan “organisasi khusus paralel yang tidak akan memiliki corak atau program Islam yang terlihat, tetapi akan menyatakan sebagai satu-satunya tujuan pembebasan Palestina melalui perjuangan bersenjata.”

Para pendukung memorandum al-Wazir (termasuk semua anggota organisasi bersenjata rahasia Batalyon Keadilan dan sebagian besar anggota sel militer Ikhwanul Muslimin lainnya, Pemuda untuk Pembalasan) antara tahun 1958 dan 1959 membentuk Fatah ("Penaklukan," tetapi juga inisial, dibaca dari kanan ke kiri, dari "Gerakan Nasional untuk Pembebasan Palestina").

Fatah akhirnya menjadi komponen terbesar Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yang didirikan dengan dukungan Mesir pada tahun 1964.

Ketika mereka mulai menganggap pewaris langsung Ikhwanul Muslimin, yaitu Hamas, sebagai saingan, para pemimpin PLO mencoba menyembunyikan kerja sama masa lalu mereka dan bahkan keanggotaan dalam organisasi yang didirikan oleh Hassan al-Banna.

Misalnya, Salah Khalaf (Abu Iyab, 1933-1991), salah satu pemimpin PLO yang paling menonjol pada tahun 1980-an, menyatakan pada tahun 1981 bahwa dia tidak pernah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin.

Pernyataan itu langsung dibantah beberapa kawan yang turut serta bersamanya dalam pendirian Fatah.

Di sisi lain, klaim Pemimpin PLO Yasser Arafat (1929–2004) bahwa dia tidak pernah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin lebih dapat dipercaya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More