Media Asing Soroti Nasib Jokowi: dari Pujian New Hope Menjadi Mulyono

Jum'at, 13 September 2024 - 11:39 WIB
Media asing soroti nasib Presiden Indonesia Joko Widodo, dari yang dulu dipuji sebagai sosok New Hope kini diolok-olok warganya dengan nama Mulyono. Foto/SINDOphoto
JAKARTA - Media asing South China Morning Post (SCMP) menyoroti nasib Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi), dari yang awalnya dipuji sebagai sosok "New Hope" hingga diolok-olok dengan nama lahirnya; Mulyono.

"From ‘New Hope’ to ‘Mulyono’: how power grabs threaten Widodo’s legacy in Indonesia," demikian judul ulasan media yang berbasis di Hong Kong tersebut.

Ketika Jokowi pertama kali terpilih sebagai presiden satu dekade lalu, dia memang dipuji sebagai sosok "New Hope" atau “Harapan Baru” saat menghiasi sampul majalah TIME. Julukan itu mencerminkan keyakinan luas bahwa dia akan membasmi korupsi pemerintah dan mengekang dominasi elite sebagai presiden Indonesia.





Kini, menjelang akhir masa jabatan kedua dan terakhirnya, banyak orang Indonesia mulai memanggilnya dengan nama lahirnya; Mulyono.

"Untuk mempermalukannya”, kata Ian Wilson, sosiolog politik di Pusat Penelitian Indo-Pasifik Universitas Murdoch di Perth.

Meskipun memperoleh dukungan kuat dan approval ratings tinggi selama masa jabatan kepresidenannya, berbagai peristiwa terkini—termasuk dugaan upaya oleh anggota Parlemen sekutunya untuk melemahkan demokrasi—telah memicu protes dan kemarahan luas yang dapat mencoreng warisannya.

Ketidakpuasan ini khususnya terlihat jelas di dunia maya, di mana nama “Mulyono” sering digunakan.

Orang tua Jokowwi mengganti namanya saat dia masih kecil karena sering sakit-sakitan di masa kecil. Dalam budaya Jawa, nama memiliki makna khusus dan diyakini memengaruhi nasib seseorang. Nama baru itu melambangkan awal yang baru dan harapan untuk kesehatan dan kesuksesan yang lebih baik dalam hidup.

Dedi Dinarto, analis utama Indonesia di firma penasihat kebijakan publik Global Counsel, mengatakan penggunaan nama lahir Jokowi oleh masyarakat Indonesia mencerminkan "semakin tidak puasnya" mereka terhadapnya.

"[Itu] sebuah langkah kembali ke pandangan yang lebih mendasar atau tanpa hiasan tentang identitasnya, yang menunjukkan adanya jarak dari citra baik yang telah dia bangun selama masa jabatannya,” kata Dedi.

Bulan lalu, protes nasional pecah terhadap upaya revisi Undang-Undang Pilkada, yang oleh banyak orang dipandang sebagai perebutan kekuasaan oleh Jokowi untuk memperkuat pengaruh politik keluarganya beberapa minggu sebelum dia meninggalkan jabatannya.



Revisi tersebut akan membuka jalan bagi putra bungsu presiden yang akan lengser, Kaesang Pangarep, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan dapat memengaruhi hasil pemilihan gubernur Jakarta yang berpengaruh.

Faktanya, Parlemen membatalkan upaya revisi tersebut.

Tuduhan serupa dilontarkan terhadap Jokowi tahun lalu, setelah perubahan konstitusi pada menit-menit terakhir mengizinkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai wakil presiden.

Gibran akan menjabat bersama presiden terpilih Prabowo Subianto pada bulan Oktober.

Menurut Wilson, Jokowi telah membangun persepsi publik yang sebagian besar positif selama dua periode kekuasaannya, tetapi kini persepsi itu terpukul.

“Hal ini terjadi karena upayanya untuk campur tangan dalam proses demokrasi guna mengonsolidasikan kepentingan keluarganya yang bertentangan dengan pemahaman hukum dan moral banyak orang tentang bagaimana politik seharusnya dijalankan,” katanya.

Dalam pidato kenegaraan terakhirnya pada pertengahan Agustus, Jokowi dengan bangga menyoroti tonggak-tonggak ekonomi dan pembangunan selama masa jabatannya, khususnya di bidang infrastruktur.

Dia memuji pembangunan jalan tol baru sepanjang 2.700 km (1.677 mil), 50 pelabuhan dan bandara baru, dan 1,1 juta hektare kanal irigasi.

Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen selama dua periode masa jabatannya masih jauh dari target ambisius 7 persen yang ditetapkan Jokowi sendiri, pertumbuhan tersebut tetap stabil di tengah tantangan global.

Upaya pembangunan infrastruktur presiden yang akan lengser itu tidak boleh diabaikan, kata Sana Jaffrey, seorang peneliti di Universitas Nasional Australia yang mengkhususkan diri dalam politik Indonesia—terutama mengingat penggunaannya yang meluas oleh masyarakat Indonesia biasa.

“Namun, hal ini dapat terjadi bersamaan dengan hal lain yang akan dikenangnya, yaitu periode kemunduran demokrasi yang sangat intens di Indonesia,” katanya, merujuk pada melemahnya lembaga antikorupsi dan peradilan Indonesia selama masa jabatannya.

Menurut para analis, sentimen publik terhadap Jokowi merupakan campuran antara kemarahan dan kekecewaan.

Mantan penjual furniture yang pernah menjadi sumber harapan ini menjadi pemimpin pertama Indonesia tanpa latar belakang militer atau politik—yang mengilhami harapan akan lepasnya dominasi elite yang menandai pemerintahan otoriter Suharto selama 32 tahun.

Namun, tuduhan penyalahgunaan lembaga negara untuk menempatkan anggota keluarganya pada kekuasaan menunjukkan bahwa perubahan demokrasi yang berarti masih terbatas.

Dampak dan Preseden



Dalam beberapa bulan terakhir, analis mengatakan Jokowi telah berupaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan sebelum meninggalkan jabatannya.

Dia telah membuat penunjukan strategis, seperti menunjuk Bahlil Lahadalia, ketua partai Golkar, sebagai menteri energi dan sumber daya mineral baru melalui perombakan kabinet bulan lalu.

Bahlil, tokoh kunci dalam kampanye presiden terakhir Jokowi, dapat membantu menempatkan presiden yang akan lengser itu di kepala dewan penasihat Golkar, memberinya platform politik yang substansial.

"Perombakan pada tahap akhir ini tidak ada hubungannya dengan kebijakan atau tata kelola, melainkan tentang memindahkan loyalis ke posisi kunci untuk mencoba dan mengonsolidasikan kekuasaannya sendiri, tetapi Jokowi akan kehilangan kekuasaan itu begitu Prabowo menjadi presiden," kata Wilson.

"Apakah dia dapat mengonsolidasikan posisi di Golkar atau di tempat lain masih belum jelas."

Jaffrey menambahkan bahwa Jokowi telah membuat preseden untuk memanipulasi sistem politik “demi keuntungan orang yang berkuasa”, yang menunjukkan bahwa Prabowo mungkin akan menggunakan taktik serupa.

“Jokowi telah memberinya alat dan kendali yang terkonsolidasi—terutama atas aparat keamanan—untuk menggunakan strategi yang sama persis dengan yang telah dilakukan Jokowi di masa lalu, termasuk campur tangan dalam partai dan menggunakan carrots and sticks untuk mengelola sekutu dan saingan,” katanya.

Sementara itu, Dedi bersugesti bahwa Jokowi akan berusaha mempertahankan pengaruh politik melalui sekutu seperti Bahlil di Golkar dan bahkan melalui putranya, Gibran, wakil presiden terpilih.

Sementara jabatan wakil presiden sering kali dianggap lebih bersifat seremonial di Indonesia, Gibran dapat memanfaatkan peran tersebut untuk jabatan yang lebih penting dalam jangka panjang.

Para pengamat juga menunjukkan bahwa jika masalah kesehatan atau keadaan lain menghalangi Prabowo yang berusia 72 tahun untuk menyelesaikan masa jabatannya, Gibran dapat naik ke kursi kepresidenan. Namun, Dedi memperingatkan bahwa Prabowo dan sekutunya tidak akan membuat jalan ini mudah.

“Gibran dapat menggunakan lima tahun ke depan untuk membangun profil nasionalnya dan berpotensi mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2029, tetapi keberhasilannya dalam upaya ini kemungkinan akan dibatasi oleh Prabowo dan kroninya, yang diharapkan dapat mengendalikannya," katanya.
(mas)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More