Media Asing Soroti Nasib Jokowi: dari Pujian New Hope Menjadi Mulyono
Jum'at, 13 September 2024 - 11:39 WIB
Dalam pidato kenegaraan terakhirnya pada pertengahan Agustus, Jokowi dengan bangga menyoroti tonggak-tonggak ekonomi dan pembangunan selama masa jabatannya, khususnya di bidang infrastruktur.
Dia memuji pembangunan jalan tol baru sepanjang 2.700 km (1.677 mil), 50 pelabuhan dan bandara baru, dan 1,1 juta hektare kanal irigasi.
Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen selama dua periode masa jabatannya masih jauh dari target ambisius 7 persen yang ditetapkan Jokowi sendiri, pertumbuhan tersebut tetap stabil di tengah tantangan global.
Upaya pembangunan infrastruktur presiden yang akan lengser itu tidak boleh diabaikan, kata Sana Jaffrey, seorang peneliti di Universitas Nasional Australia yang mengkhususkan diri dalam politik Indonesia—terutama mengingat penggunaannya yang meluas oleh masyarakat Indonesia biasa.
“Namun, hal ini dapat terjadi bersamaan dengan hal lain yang akan dikenangnya, yaitu periode kemunduran demokrasi yang sangat intens di Indonesia,” katanya, merujuk pada melemahnya lembaga antikorupsi dan peradilan Indonesia selama masa jabatannya.
Menurut para analis, sentimen publik terhadap Jokowi merupakan campuran antara kemarahan dan kekecewaan.
Mantan penjual furniture yang pernah menjadi sumber harapan ini menjadi pemimpin pertama Indonesia tanpa latar belakang militer atau politik—yang mengilhami harapan akan lepasnya dominasi elite yang menandai pemerintahan otoriter Suharto selama 32 tahun.
Namun, tuduhan penyalahgunaan lembaga negara untuk menempatkan anggota keluarganya pada kekuasaan menunjukkan bahwa perubahan demokrasi yang berarti masih terbatas.
Dalam beberapa bulan terakhir, analis mengatakan Jokowi telah berupaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan sebelum meninggalkan jabatannya.
Dia memuji pembangunan jalan tol baru sepanjang 2.700 km (1.677 mil), 50 pelabuhan dan bandara baru, dan 1,1 juta hektare kanal irigasi.
Meskipun tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen selama dua periode masa jabatannya masih jauh dari target ambisius 7 persen yang ditetapkan Jokowi sendiri, pertumbuhan tersebut tetap stabil di tengah tantangan global.
Upaya pembangunan infrastruktur presiden yang akan lengser itu tidak boleh diabaikan, kata Sana Jaffrey, seorang peneliti di Universitas Nasional Australia yang mengkhususkan diri dalam politik Indonesia—terutama mengingat penggunaannya yang meluas oleh masyarakat Indonesia biasa.
“Namun, hal ini dapat terjadi bersamaan dengan hal lain yang akan dikenangnya, yaitu periode kemunduran demokrasi yang sangat intens di Indonesia,” katanya, merujuk pada melemahnya lembaga antikorupsi dan peradilan Indonesia selama masa jabatannya.
Menurut para analis, sentimen publik terhadap Jokowi merupakan campuran antara kemarahan dan kekecewaan.
Mantan penjual furniture yang pernah menjadi sumber harapan ini menjadi pemimpin pertama Indonesia tanpa latar belakang militer atau politik—yang mengilhami harapan akan lepasnya dominasi elite yang menandai pemerintahan otoriter Suharto selama 32 tahun.
Namun, tuduhan penyalahgunaan lembaga negara untuk menempatkan anggota keluarganya pada kekuasaan menunjukkan bahwa perubahan demokrasi yang berarti masih terbatas.
Dampak dan Preseden
Dalam beberapa bulan terakhir, analis mengatakan Jokowi telah berupaya untuk mengonsolidasikan kekuasaan sebelum meninggalkan jabatannya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda