Eks Pasien Covid-19 Ternyata Bisa Terinfeksi Lagi

Rabu, 26 Agustus 2020 - 11:12 WIB
Seorang pasien virus corona (Covid-19) yang sudah sembuh selama lebih dari empat bulan telah kembali tertular di Hong Kong. Foto: dok/Reuters
HONG KONG - Seorang pasien virus corona (Covid-19) yang sudah sembuh selama lebih dari empat bulan telah kembali tertular di Hong Kong. Hal itu membuktikan Covid-19 yang menewaskan 800.000 orang di dunia masih mengancam kesehatan masyarakat dunia.

Pasien berusia 33 tahun itu telah dipulangkan dari rumah sakit (RS) pada April. Secara medis, pasien sudah sehat dan kuat. Namun, tanpa diduga, dia kembali positif terinfeksi Covid-19 sepulang dari Spanyol melalui Inggris pada 15 Agustus.

Pria tersebut terinfeksi virus corona setelah empat setengah bulan setelah pertama kali terjangkit. Para ilmuwan Hong Kong menyatakan, pengurutan genom menunjukkan dua galur (strain) virus pada pasien itu "jelas berbeda", yang menjadikan ini sebagai kasus infeksi ulang pertama di dunia yang terbukti.



Laporan ini yang dikeluarkan oleh Universitas Hong Kong, yang akan diterbitkan di Clinical Infectious Diseases, mengatakan pria itu dirawat selama 14 hari di rumah sakit sebelum pulih dari virus. Meski tidak menunjukkan gejala lebih lanjut, ia dinyatakan positif terkena virus untuk kedua kalinya. Hal itu diketahuinya setelah mengikuti tes air liur saat pemeriksaan di bandara. (Baca: Dilahap Corona, Zona Hijau Indonesia hanya Tersisa 30)

Berdasarkan hasil pengamatan, pasien terinfeksi jaringan virus corona yang berbeda dari sebelumnya. "Hal ini membuktikan vaksinasi masih diperlukan. Sebab, kekebalan tubuh oleh vaksinasi biasanya berbeda dengan infeksi alami," ujar Dr Kai-Wang To, salah satu peneliti dari Universitas Hong Kong.

Senada dengan To, ahli patogenesis mikrobial dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, Brendan Wren mengatakan peristiwa ini merupakan fenomena sangat langka. "Karena itu, pengembangan vaksin diperlukan. Virus juga dikenal dapat bermutasi," katanya.

Wren mengungkapkan hal itu seharusnya tidak mengurangi dorongan global untuk mengembangkan vaksin Covid-19. “Virus itu diperkirakan akan bermutasi secara alami dari waktu ke waktu,” ujarnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa penting untuk tidak langsung mengambil kesimpulan berdasarkan kasus satu pasien. Para ahli mengatakan infeksi ulang mungkin jarang terjadi dan belum tentu serius. Ada lebih dari 23 juta kasus infeksi virus corona di seluruh dunia. (Baca juga: Amien Rais Kritik Nadiem: Dunia Pendidikan Beda dengan Pergojekan)

Mereka yang terinfeksi membangun respons kekebalan selagi tubuh mereka melawan virus. Hal ini membantu melindungi mereka agar tidak terjangkit lagi. Respons imun terkuat ditemukan pada pasien yang sakit paling parah. Tetapi, masih belum jelas seberapa kuat perlindungan atau kekebalan ini atau berapa lama kekebalan itu bertahan.

Ahli epidemiologi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Maria Van Kerkhove, mengatakan saat ini terlalu dini untuk menarik kesimpulan dari kasus di Hong Kong. Pasalnya, para ahli memerlukan data yang lebih lengkap dan kuat untuk mendukung keputusan mereka.

Laporan terkait pasien yang terinfeksi Covid-19 sebanyak dua kali juga pernah datang dari daratan utama China. Tetapi, bagaimana pasien dapat kembali terinfeksi tidak jelas, apakah tertular kembali dari luar atau virus di dalam tubuhnya kembali aktif.

Data awal menyebutkan pasien yang tertular Covid-19 sebanyak dua kali mencapai 5-15%. Hal itu diungkapkan ahli penyakit menular dari gugus tugas perawatan Covid-19 China Wang Guiqiang. Dia menilai angka ini cukup tinggi.

Para ahli mengatakan peristiwa ini kemungkinan terjadi akibat masih adanya virus di paru-paru pasien, tetapi tidak terdeteksi dalam sampel yang diambil dari bagian atas pernapasan. Atau, akibat rendahnya sensitivitas pemeriksaan dan lemahnya daya tahan tubuh. (Baca juga: Rusia Rilis Video Ledakan Tsar Bomba, Bom Nuklir Terkuat Sejagad)

Jeffrey Barrett, seorang ahli dari Wellcome Sanger Institute, mengatakan memang sulit memastikan ketentuan jika hanya mengandalkan observasi tunggal. "Melihat jumlah pasien di dunia saat ini, tertular kembali bukanlah fenomena yang mengejutkan," tandas Barrett.

Dia mengungkapkan, infeksi kedua, ketika terjadi, itu tidak serius, meskipun kita tidak tahu apakah orang ini dapat menularkan virus selama episode kedua.

Kemudian, Paul Hunter, Profesor Universitas East Anglia, mengatakan informasi tentang kasus ini dan kasus infeksi ulang lainnya diperlukan sebelum kita benar-benar dapat memahami implikasinya.

Sementara itu, di Korea Selatan (Korsel) telah terjadi penularan gelombang kedua yang menyebar hingga ke-17 provinsi. Hampir setiap hari ratusan pasien dirawat di rumah sakit. Sama seperti sebelumnya, penularan kali ini berpusat di tengah jemaat umat Kristen sayap kanan di Gereja Presbyterian. (Baca juga: Santri Ditangkap, Warga Kepung Polisi di Pondok Pesantren)

Pemerintah Korsel kembali menerapkan protokol kesehatan, mewajibkan masker di area umum, dan memberlakukan pembatasan sosial. Penutupan sekolah dan bisnis juga kembali didiskusikan menyusul tingginya tingkat penyebaran di wilayah perkotaan.

Ahli penyakit menular Korsel mendesak Pemerintah Korsel untuk melakukan tindakan cepat dan tegas. Sebab, para tenaga kesehatan di rumah sakit kewalahan menangani pasien yang membeludak. Selain itu, perlengkapan dan persediaan medis juga nyaris habis sehingga perlu segera dipasok ulang.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Korsel mengakui sekitar 20% virus yang menjangkiti pasien tidak diketahui asal mulanya. Padahal, sistem pelacakan Covid-19 di Korsel apik, efektif, dan disiplin hingga dapat digunakan untuk melacak 1.000 calon pasien dalam hitungan jam.

Pemerintah Korsel telah berjuang melawan penyebaran Covid-19 pada Februari. Saat itu, pusat wabah berasal dari tengah jemaat Kristen di Gereja Shincheonji of Jesus di Daegu, sekitar 200 kilometer dari Seoul. Dalam hitungan pekan, Korsel berhasil mengendalikan situasi di Daegu. (Lihat videonya: Antrean Mengular, Pengadilan Agama Soreang Dibanjiri Pasutri Sidang Cerai)

Namun, kali ini semuanya berbeda. Korsel tidak hanya harus menangani wabah Covid-19, tetapi juga ketidakpercayaan dan teori konspirasi. (Muh Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More