Profil Khaled Mashal, Tokoh Pengasingan Hamas yang Pernah Diracun Israel
Selasa, 06 Agustus 2024 - 14:37 WIB
Setelah invasi Kuwait oleh Irak pada 1990, Meshal pindah ke Yordania. Di sana, dia dipercaya untuk menjadi kepala cabang Hamas.
Sekitar 1999, Mashal sempat dipenjara dan diusir dari Yordania. Hal ini terjadi setelah Raja Yordania Abdullah II menutup kantor Hamas di kerajaan tersebut.
Setelah itu, Mashal menghabiskan sekitar dua tahun di Doha, Qatar. Barulah kemudian dia terpaksa meninggalkan keluarganya dan pindah ke Damaskus, Suriah.
Pada 1996, Mashal ditunjuk sebagai kepala biro politik Hamas. Hal ini menempatkannya sebagai salah satu tokoh utama dalam puncak kepemimpinan Hamas.
Akan tetapi, Mashal lebih sering bekerja di luar Palestina. Biasa disebut “pengasingan”, tempat-tempat di luar Palestina itu dipilih karena Israel waktu itu berupaya melenyapkan tokoh-tokoh terkemuka Hamas di Jalur Gaza.
Alhasil, sejumlah tokoh Hamas pun terpaksa mencari “tempat aman” agar terhindar dari serangan Israel. Hal ini sebenarnya sama seperti Ismail Haniyeh yang sebelumnya lama menetap di Qatar sebelum kematiannya di Teheran.
Saat berada di Yordania pada 1997, Mashal pernah menghadapi percobaan pembunuhan dari badan intelijen luar negeri Israel, Mossad. Waktu itu, salah satu telinganya disemprot dengan cairan beracun.
Untung saja, Mashal masih berhasil bertahan hidup. Raja Hussein dari Yordania menangkap agen Mossad yang bertanggung jawab dan mengancamnya agar memberikan penawar racun.
Setelah pendiri Hamas Sheikh Ahmed Yassin terbunuh dalam serangan udara Maret 2004, Israel ikut membunuh penggantinya, Abdel-Aziz Al-Rantissi. Kemudian, Mashal dipercaya untuk mengambil alih kepemimpinan keseluruhan Hamas.
Terlepas dari pengaruhnya, Mashal sendiri seringkali berselisih dengan tokoh senior Hamas yang lain. Salah satu penyebabnya karena dia ingin mendorong rekonsiliasi dengan Presiden Mahmoud Abbas yang mengepalai Otoritas Palestina (PA).
Sekitar 1999, Mashal sempat dipenjara dan diusir dari Yordania. Hal ini terjadi setelah Raja Yordania Abdullah II menutup kantor Hamas di kerajaan tersebut.
Setelah itu, Mashal menghabiskan sekitar dua tahun di Doha, Qatar. Barulah kemudian dia terpaksa meninggalkan keluarganya dan pindah ke Damaskus, Suriah.
Pada 1996, Mashal ditunjuk sebagai kepala biro politik Hamas. Hal ini menempatkannya sebagai salah satu tokoh utama dalam puncak kepemimpinan Hamas.
Akan tetapi, Mashal lebih sering bekerja di luar Palestina. Biasa disebut “pengasingan”, tempat-tempat di luar Palestina itu dipilih karena Israel waktu itu berupaya melenyapkan tokoh-tokoh terkemuka Hamas di Jalur Gaza.
Alhasil, sejumlah tokoh Hamas pun terpaksa mencari “tempat aman” agar terhindar dari serangan Israel. Hal ini sebenarnya sama seperti Ismail Haniyeh yang sebelumnya lama menetap di Qatar sebelum kematiannya di Teheran.
Saat berada di Yordania pada 1997, Mashal pernah menghadapi percobaan pembunuhan dari badan intelijen luar negeri Israel, Mossad. Waktu itu, salah satu telinganya disemprot dengan cairan beracun.
Untung saja, Mashal masih berhasil bertahan hidup. Raja Hussein dari Yordania menangkap agen Mossad yang bertanggung jawab dan mengancamnya agar memberikan penawar racun.
Setelah pendiri Hamas Sheikh Ahmed Yassin terbunuh dalam serangan udara Maret 2004, Israel ikut membunuh penggantinya, Abdel-Aziz Al-Rantissi. Kemudian, Mashal dipercaya untuk mengambil alih kepemimpinan keseluruhan Hamas.
Terlepas dari pengaruhnya, Mashal sendiri seringkali berselisih dengan tokoh senior Hamas yang lain. Salah satu penyebabnya karena dia ingin mendorong rekonsiliasi dengan Presiden Mahmoud Abbas yang mengepalai Otoritas Palestina (PA).
tulis komentar anda