Profil Khaled Mashal, Tokoh Pengasingan Hamas yang Pernah Diracun Israel
Selasa, 06 Agustus 2024 - 14:37 WIB
JAKARTA - Khaled Mashal merupakan salah seorang tokoh senior Hamas. Dia pernah selamat dari upaya pembunuhan oleh agen Mossad, badan intelijen Israel.
Nama Mashal kembali mencuat setelah kematian Ismail Haniyeh di Teheran, Iran. Mashal digadang-gadang sebagai salah satu kandidat terkuat pengganti Haniyeh sebagai kepala biro politik Hamas.
Jika benar-benar terpilih, Mashal akan kembali ke posisinya terdahulu. Sekadar diketahui, Mashal pernah menjabat kepala biro politik Hamas periode 1996-2017.
Khaled Mashal lahir di Silwad, Tepi Barat, pada 1956. Dia sekarang berusia sekitar 68 tahun.
Mengutip laman CFR, Selasa (6/8/2024), Mashal lebih banyak menghabiskan waktunya di luar wilayah Palestina. Pada 1967, keluarganya pindah ke Kuwait setelah tempat tinggalnya di Tepi Barat direbut Israel.
Saat berusia sekitar 15 tahun, Mashal bergabung dengan Ikhwanul Muslimin di Kuwait. Di sana, dia juga belajar fisika di Universitas Kuwait dan mendirikan kelompok mahasiswa bernama “List of the Islamic Right”.
Ketika Hamas muncul pada 1987, Mashal masih berada di Kuwait. Namun, tak lama berselang dia bergabung.
Setelah invasi Kuwait oleh Irak pada 1990, Meshal pindah ke Yordania. Di sana, dia dipercaya untuk menjadi kepala cabang Hamas.
Sekitar 1999, Mashal sempat dipenjara dan diusir dari Yordania. Hal ini terjadi setelah Raja Yordania Abdullah II menutup kantor Hamas di kerajaan tersebut.
Setelah itu, Mashal menghabiskan sekitar dua tahun di Doha, Qatar. Barulah kemudian dia terpaksa meninggalkan keluarganya dan pindah ke Damaskus, Suriah.
Pada 1996, Mashal ditunjuk sebagai kepala biro politik Hamas. Hal ini menempatkannya sebagai salah satu tokoh utama dalam puncak kepemimpinan Hamas.
Akan tetapi, Mashal lebih sering bekerja di luar Palestina. Biasa disebut “pengasingan”, tempat-tempat di luar Palestina itu dipilih karena Israel waktu itu berupaya melenyapkan tokoh-tokoh terkemuka Hamas di Jalur Gaza.
Alhasil, sejumlah tokoh Hamas pun terpaksa mencari “tempat aman” agar terhindar dari serangan Israel. Hal ini sebenarnya sama seperti Ismail Haniyeh yang sebelumnya lama menetap di Qatar sebelum kematiannya di Teheran.
Saat berada di Yordania pada 1997, Mashal pernah menghadapi percobaan pembunuhan dari badan intelijen luar negeri Israel, Mossad. Waktu itu, salah satu telinganya disemprot dengan cairan beracun.
Untung saja, Mashal masih berhasil bertahan hidup. Raja Hussein dari Yordania menangkap agen Mossad yang bertanggung jawab dan mengancamnya agar memberikan penawar racun.
Setelah pendiri Hamas Sheikh Ahmed Yassin terbunuh dalam serangan udara Maret 2004, Israel ikut membunuh penggantinya, Abdel-Aziz Al-Rantissi. Kemudian, Mashal dipercaya untuk mengambil alih kepemimpinan keseluruhan Hamas.
Terlepas dari pengaruhnya, Mashal sendiri seringkali berselisih dengan tokoh senior Hamas yang lain. Salah satu penyebabnya karena dia ingin mendorong rekonsiliasi dengan Presiden Mahmoud Abbas yang mengepalai Otoritas Palestina (PA).
Pada akhirnya, Mashal mengumumkan mengundurkan diri sebagai salah satu pemimpin Hamas karena ketegangan tersebut pada 2017. Waktu itu, wakilnya di Gaza, Ismail Haniyeh, ditunjuk menjadi kepala biro politik Hamas.
Sementara untuk saat ini, tidak diketahui secara pasti keberadaan Khaled Mashal. Hanya saja, namanya memang kembali mencuat usai terbunuhnya Ismail Haniyeh di Iran pada Rabu pekan lalu.
Nama Mashal kembali mencuat setelah kematian Ismail Haniyeh di Teheran, Iran. Mashal digadang-gadang sebagai salah satu kandidat terkuat pengganti Haniyeh sebagai kepala biro politik Hamas.
Jika benar-benar terpilih, Mashal akan kembali ke posisinya terdahulu. Sekadar diketahui, Mashal pernah menjabat kepala biro politik Hamas periode 1996-2017.
Profil Khaled Mashal
Khaled Mashal lahir di Silwad, Tepi Barat, pada 1956. Dia sekarang berusia sekitar 68 tahun.
Mengutip laman CFR, Selasa (6/8/2024), Mashal lebih banyak menghabiskan waktunya di luar wilayah Palestina. Pada 1967, keluarganya pindah ke Kuwait setelah tempat tinggalnya di Tepi Barat direbut Israel.
Saat berusia sekitar 15 tahun, Mashal bergabung dengan Ikhwanul Muslimin di Kuwait. Di sana, dia juga belajar fisika di Universitas Kuwait dan mendirikan kelompok mahasiswa bernama “List of the Islamic Right”.
Ketika Hamas muncul pada 1987, Mashal masih berada di Kuwait. Namun, tak lama berselang dia bergabung.
Setelah invasi Kuwait oleh Irak pada 1990, Meshal pindah ke Yordania. Di sana, dia dipercaya untuk menjadi kepala cabang Hamas.
Sekitar 1999, Mashal sempat dipenjara dan diusir dari Yordania. Hal ini terjadi setelah Raja Yordania Abdullah II menutup kantor Hamas di kerajaan tersebut.
Setelah itu, Mashal menghabiskan sekitar dua tahun di Doha, Qatar. Barulah kemudian dia terpaksa meninggalkan keluarganya dan pindah ke Damaskus, Suriah.
Pada 1996, Mashal ditunjuk sebagai kepala biro politik Hamas. Hal ini menempatkannya sebagai salah satu tokoh utama dalam puncak kepemimpinan Hamas.
Akan tetapi, Mashal lebih sering bekerja di luar Palestina. Biasa disebut “pengasingan”, tempat-tempat di luar Palestina itu dipilih karena Israel waktu itu berupaya melenyapkan tokoh-tokoh terkemuka Hamas di Jalur Gaza.
Alhasil, sejumlah tokoh Hamas pun terpaksa mencari “tempat aman” agar terhindar dari serangan Israel. Hal ini sebenarnya sama seperti Ismail Haniyeh yang sebelumnya lama menetap di Qatar sebelum kematiannya di Teheran.
Saat berada di Yordania pada 1997, Mashal pernah menghadapi percobaan pembunuhan dari badan intelijen luar negeri Israel, Mossad. Waktu itu, salah satu telinganya disemprot dengan cairan beracun.
Untung saja, Mashal masih berhasil bertahan hidup. Raja Hussein dari Yordania menangkap agen Mossad yang bertanggung jawab dan mengancamnya agar memberikan penawar racun.
Setelah pendiri Hamas Sheikh Ahmed Yassin terbunuh dalam serangan udara Maret 2004, Israel ikut membunuh penggantinya, Abdel-Aziz Al-Rantissi. Kemudian, Mashal dipercaya untuk mengambil alih kepemimpinan keseluruhan Hamas.
Terlepas dari pengaruhnya, Mashal sendiri seringkali berselisih dengan tokoh senior Hamas yang lain. Salah satu penyebabnya karena dia ingin mendorong rekonsiliasi dengan Presiden Mahmoud Abbas yang mengepalai Otoritas Palestina (PA).
Pada akhirnya, Mashal mengumumkan mengundurkan diri sebagai salah satu pemimpin Hamas karena ketegangan tersebut pada 2017. Waktu itu, wakilnya di Gaza, Ismail Haniyeh, ditunjuk menjadi kepala biro politik Hamas.
Sementara untuk saat ini, tidak diketahui secara pasti keberadaan Khaled Mashal. Hanya saja, namanya memang kembali mencuat usai terbunuhnya Ismail Haniyeh di Iran pada Rabu pekan lalu.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda