Apa Dampak Pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh bagi Israel?
Sabtu, 03 Agustus 2024 - 11:45 WIB
Pembunuhan Haniyeh, seorang lawan bicara utama Israel dalam negosiasi untuk mengakhiri perang di Gaza, dapat menyabotase atau mempercepat kesepakatan damai, menurut para analis.
Perang Israel yang menghancurkan di Gaza telah menewaskan hampir 40.000 orang, mengusir hampir seluruh populasi yang berjumlah 2,3 juta orang dan menyebabkan apa yang disebut para ahli PBB sebagai kelaparan di daerah kantong itu.
Selama beberapa bulan terakhir, Hamas dan Israel telah terlibat dalam pembicaraan gencatan senjata yang bertujuan mengakhiri pembunuhan di Gaza dan membebaskan tawanan Israel dengan imbalan ribuan tahanan Palestina, yang berisiko mengalami penyiksaan di penjara-penjara Israel.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sering kali merusak pembicaraan gencatan senjata, menurut para kritikus dan ahli.
Mereka menuduh Netanyahu, yang popularitasnya sedang berada pada titik terendah sepanjang masa, tidak ingin mengakhiri perang karena takut hal itu dapat meruntuhkan pemerintahan koalisi sayap kanannya dan memicu pemilihan umum lebih awal.
Namun, Mairav Zonszein, pakar Israel-Palestina untuk International Crisis Group, yakin Netanyahu dapat mencoba menggembar-gemborkan pembunuhan Haniyeh sebagai "kemenangan" bagi Israel, sehingga secara politis lebih memungkinkan baginya untuk menyetujui gencatan senjata.
"Berlawanan dengan intuisi, beberapa pejabat Israel mungkin mengatakan (pembunuhan) ini membawa kita lebih dekat ke gencatan senjata, karena kita memiliki narasi kemenangan sekarang," ujar Zonszein.
Azmi Keshawi, peneliti Crisis Group dan pakar Hamas, yakin Israel harus segera menyetujui kesepakatan jika mereka dapat memanfaatkan momentum pembunuhan Haniyeh.
Banyak warga Israel menyerukan gencatan senjata untuk membebaskan para tawanan di Gaza dan meredakan tekanan terhadap tentara Israel, yang kekurangan peralatan, amunisi, dan pasukan cadangan yang semakin menolak bertugas.
Keshawi menambahkan jika Israel berlarut-larut dalam negosiasi, mereka mungkin menganggap pengganti Haniyeh kurang berkompromi.
Perang Israel yang menghancurkan di Gaza telah menewaskan hampir 40.000 orang, mengusir hampir seluruh populasi yang berjumlah 2,3 juta orang dan menyebabkan apa yang disebut para ahli PBB sebagai kelaparan di daerah kantong itu.
Selama beberapa bulan terakhir, Hamas dan Israel telah terlibat dalam pembicaraan gencatan senjata yang bertujuan mengakhiri pembunuhan di Gaza dan membebaskan tawanan Israel dengan imbalan ribuan tahanan Palestina, yang berisiko mengalami penyiksaan di penjara-penjara Israel.
Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sering kali merusak pembicaraan gencatan senjata, menurut para kritikus dan ahli.
Mereka menuduh Netanyahu, yang popularitasnya sedang berada pada titik terendah sepanjang masa, tidak ingin mengakhiri perang karena takut hal itu dapat meruntuhkan pemerintahan koalisi sayap kanannya dan memicu pemilihan umum lebih awal.
Namun, Mairav Zonszein, pakar Israel-Palestina untuk International Crisis Group, yakin Netanyahu dapat mencoba menggembar-gemborkan pembunuhan Haniyeh sebagai "kemenangan" bagi Israel, sehingga secara politis lebih memungkinkan baginya untuk menyetujui gencatan senjata.
"Berlawanan dengan intuisi, beberapa pejabat Israel mungkin mengatakan (pembunuhan) ini membawa kita lebih dekat ke gencatan senjata, karena kita memiliki narasi kemenangan sekarang," ujar Zonszein.
Azmi Keshawi, peneliti Crisis Group dan pakar Hamas, yakin Israel harus segera menyetujui kesepakatan jika mereka dapat memanfaatkan momentum pembunuhan Haniyeh.
Banyak warga Israel menyerukan gencatan senjata untuk membebaskan para tawanan di Gaza dan meredakan tekanan terhadap tentara Israel, yang kekurangan peralatan, amunisi, dan pasukan cadangan yang semakin menolak bertugas.
Keshawi menambahkan jika Israel berlarut-larut dalam negosiasi, mereka mungkin menganggap pengganti Haniyeh kurang berkompromi.
tulis komentar anda