Hamas, Fatah dan Grup Palestina Lainnya Teken Perjanjian Persatuan Nasional di China
Selasa, 23 Juli 2024 - 17:30 WIB
Hamas dan Fatah sebelumnya telah bertemu di China pada April untuk membahas upaya rekonsiliasi untuk mengakhiri perselisihan yang telah berlangsung selama 17 tahun.
Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah sebagian mengelola Tepi Barat yang diduduki, sementara Hamas telah menjadi penguasa de facto di Gaza sebelum perang saat ini.
Kedua kekuatan ini telah terlibat dalam persaingan politik selama beberapa dekade. Setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif pada tahun 2006, anggota Fatah bentrok dengan kelompok tersebut, sehingga Hamas menguasai sepenuhnya Jalur Gaza.
Pada Mei, sumber senior Palestina yang mengetahui kebijakan Hamas, mengatakan kepada MEE bahwa Hamas siap menunjukkan “fleksibilitas” mengenai pemerintahan masa depan Gaza, selama keputusan memerintah daerah kantong yang dilanda perang tersebut disetujui oleh faksi-faksi Palestina lainnya dan tidak diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) atau Israel.
Kampanye militer Israel yang menghancurkan di Gaza telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sementara sekitar 11.000 orang hilang dan terkubur di bawah reruntuhan.
Akhir pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia yakin tujuan mencapai gencatan senjata setelah sembilan bulan perang sudah di depan mata.
“Saya yakin kita berada dalam garis 10 yard dan bergerak menuju garis gawang dalam mencapai kesepakatan yang akan menghasilkan gencatan senjata, memulangkan para sandera, dan menempatkan kita pada jalur yang lebih baik dalam upaya membangun perdamaian dan stabilitas abadi,” ungkap Blinken di forum keamanan Aspen di Colorado pada Jumat.
“Masih ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan, yang perlu dinegosiasikan. Kami sedang melakukan hal tersebut,” papar dia.
Kedua belah pihak telah bolak-balik membahas usulan garis besar perjanjian tiga fase yang diajukan mediator dari AS, Qatar dan Mesir.
Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah sebagian mengelola Tepi Barat yang diduduki, sementara Hamas telah menjadi penguasa de facto di Gaza sebelum perang saat ini.
Kedua kekuatan ini telah terlibat dalam persaingan politik selama beberapa dekade. Setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif pada tahun 2006, anggota Fatah bentrok dengan kelompok tersebut, sehingga Hamas menguasai sepenuhnya Jalur Gaza.
Pada Mei, sumber senior Palestina yang mengetahui kebijakan Hamas, mengatakan kepada MEE bahwa Hamas siap menunjukkan “fleksibilitas” mengenai pemerintahan masa depan Gaza, selama keputusan memerintah daerah kantong yang dilanda perang tersebut disetujui oleh faksi-faksi Palestina lainnya dan tidak diberlakukan oleh Amerika Serikat (AS) atau Israel.
Di dalam Garis 10 Yard
Kampanye militer Israel yang menghancurkan di Gaza telah menewaskan lebih dari 39.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sementara sekitar 11.000 orang hilang dan terkubur di bawah reruntuhan.
Akhir pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia yakin tujuan mencapai gencatan senjata setelah sembilan bulan perang sudah di depan mata.
“Saya yakin kita berada dalam garis 10 yard dan bergerak menuju garis gawang dalam mencapai kesepakatan yang akan menghasilkan gencatan senjata, memulangkan para sandera, dan menempatkan kita pada jalur yang lebih baik dalam upaya membangun perdamaian dan stabilitas abadi,” ungkap Blinken di forum keamanan Aspen di Colorado pada Jumat.
“Masih ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan, yang perlu dinegosiasikan. Kami sedang melakukan hal tersebut,” papar dia.
Kedua belah pihak telah bolak-balik membahas usulan garis besar perjanjian tiga fase yang diajukan mediator dari AS, Qatar dan Mesir.
tulis komentar anda