Pendapat ICJ Mengharuskan Pengaturan Hak Palestina Kembali ke Tanah 1967

Sabtu, 20 Juli 2024 - 07:01 WIB
Warga Palestina memeriksa kerusakan di dekat menara Masjid Abdullah Azzam yang runtuh bersandar ke rumah yang hancur setelah masjid tersebut dibom Israel, di kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza tengah, 17 Juli 2024. Foto/REUTERS/Ramadan Abed
GAZA - Para ahli hukum menggambarkan pendapat Mahkamah Internasional (ICJ) yang dikeluarkan pada Jumat (19/7/2024) sebagai inisiatif yang mencolok dan bersejarah yang mengharuskan diambilnya beberapa langkah hukum, termasuk mengizinkan kembalinya warga Palestina yang mengungsi oleh Israel ketika Zionis mulai menduduki wilayah Palestina pada 1967.

Pendapat nasihat yang disampaikan Pengadilan Dunia mengatakan Israel harus memberikan ganti rugi kepada warga Palestina atas kerusakan yang disebabkan oleh pendudukannya, dan Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum, dan semua negara memiliki kewajiban untuk tidak mengakui pendudukan Israel sebagai tindakan yang sah.

Pendapat tersebut juga mengatakan Israel secara sistematis mendiskriminasi warga Palestina di wilayah yang diduduki, dan Israel telah secara efektif mencaplok sebagian besar wilayah tersebut melalui pendudukannya.



Para ahli hukum internasional yang berbicara kepada Middle East Eye mencatat bahwa ini hanyalah pendapat nasihat dan tidak mengikat secara hukum.

Namun, signifikansi dari kesimpulan ICJ mengenai masalah tersebut dapat berdampak signifikan pada reputasi Israel, yang telah terpengaruh oleh perangnya di Gaza yang sejauh ini telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina.

Hal itu juga dapat berdampak signifikan pada wacana hukum yang lebih luas seputar perlakuan Israel terhadap warga Palestina.

"Menurut pendapat saya, ini sangat dekat dengan kesimpulan hukum bahwa Israel terlibat dalam apartheid," ujar George Bisharat, profesor di Fakultas Hukum Universitas California, San Francisco, mengatakan kepada MEE.

"Ini merupakan pukulan telak lainnya, menurut saya, bagi Israel dan kepentingannya," papar dia.

Salah satu poin utama yang ditekankan dalam bagian pendapat tentang "Konsekuensi bagi Israel" membahas perlunya restitusi bagi warga Palestina yang dipaksa meninggalkan tanah mereka ketika Israel memulai pendudukannya di Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza pada 1967.

Restitusi tersebut, sebagaimana dicatat pengadilan, mencakup "kewajiban Israel untuk mengembalikan tanah … yang dirampas dari setiap orang atau badan hukum sejak pendudukannya dimulai pada tahun 1967".

"Menurut pendapat saya, ini menunjukkan perlunya mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatur pemulangan warga Palestina yang mengungsi dan mereka yang telah melarikan diri," papar Saeed Bagheri, profesor hukum internasional di Reading School of Law di Inggris, kepada MEE.

Meskipun pendapat tersebut tidak membahas hak Palestina yang lebih luas untuk kembali yang telah digariskan oleh resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa, pembahasan pendapat tersebut tentang pemulangan dan ganti rugi dapat berdampak pada kehidupan ratusan ribu warga Palestina.

"Ini masih cukup mengejutkan. Ada pemindahan besar-besaran warga Palestina pada tahun 1967 sekitar antara 200.000 hingga 350.000 orang yang diusir dari Tepi Barat ke Yordania," ungkap Bisharat.

"Aspek putusan hukum ini sangat signifikan," tegas dia.

Inisiatif Bersejarah



Penerbitan pendapat tersebut dilakukan lebih dari satu setengah tahun setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan resolusi yang menyerukan ICJ mempertimbangkan pendudukan Israel.

Permintaan itu muncul setelah Human Rights Watch merilis laporan penting yang mengatakan Israel bersalah atas "kejahatan apartheid" di wilayah Palestina yang diduduki.

Amnesty International sampai pada kesimpulan serupa pada Februari 2022.

Pendapat itu juga muncul setelah 10 bulan perang Israel di Gaza, yang dimulai pada Oktober setelah Hamas melancarkan serangan ke Israel selatan yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menawan sekitar 240 orang lainnya.

Israel menanggapi dengan perang besar-besaran dan kampanye pengeboman tanpa pandang bulu yang telah menewaskan hampir 40.000 warga Palestina, menurut kementerian kesehatan Palestina di Gaza.

Selama perang ini, ICJ juga dipaksa menanggapi pengaduan yang diajukan Afrika Selatan, di mana negara itu menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.

Pada Januari, pengadilan mengeluarkan putusan sementara yang mengatakan masuk akal jika Israel melakukan genosida.

Sejak itu, beberapa negara telah bergabung dengan Afrika Selatan dengan mengajukan pernyataan yang mendukung pengaduan tersebut.

Bagi para ahli hukum, pendapat penasihat hari Jumat dan tempatnya dalam perbincangan terkini seputar pendudukan Israel akan memiliki pengaruh besar pada komunitas global.

Sementara setiap resolusi di Dewan Keamanan PBB dapat diveto oleh sekutu Israel, Amerika Serikat, pendapat ini akan terus menarik perhatian lebih besar pada perlakuan Israel terhadap tanah Palestina yang didudukinya.

"Ini adalah inisiatif yang sangat bersejarah yang memiliki implikasi signifikan karena Pengadilan mengharuskan Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan lebih lanjut guna memastikan perdamaian di wilayah yang diduduki," ungkap Bagheri.

(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More