Pelabuhan Eilat Israel Resmi Bangkrut, Blokade Laut Merah oleh Houthi Berhasil
Rabu, 17 Juli 2024 - 06:35 WIB
TEL AVIV - Pelabuhan Eilat di Israel secara resmi dinyatakan bangkrut karena penurunan signifikan dalam aktivitas komersial dan pendapatan, menurut seorang pejabat senior mengonfirmasi.
Penurunan ini disebabkan blokade laut yang dilakukan kelompok Houthi atau Ansarallah Yaman terhadap kapal kargo yang terkait dengan Israel sejak November lalu.
“Harus diakui bahwa pelabuhan tersebut dalam keadaan bangkrut,” ujar Gideon Golber, CEO Pelabuhan Eilat. “Hanya satu kapal yang tiba di sini dalam beberapa bulan terakhir. Orang-orang Yaman secara efektif telah memutus akses ke pelabuhan.”
Awal bulan ini, pelabuhan Eilat meminta bantuan keuangan dari pemerintah, setelah tidak aktif sejak Israel melancarkan perang genosida terbarunya di Gaza pada Oktober tahun lalu.
Pada Desember, Golber melaporkan penurunan operasi sebesar 85% sejak Angkatan Bersenjata Yaman mulai menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel di Laut Merah.
Dia juga mengindikasikan jika situasi terus berlanjut, Pelabuhan Eilat mungkin perlu memberhentikan sementara karyawannya.
“Sementara itu, pelabuhan Ashdod dan Haifa di Mediterania sedang bersiap menghadapi potensi eskalasi dari Utara dengan Hizbullah,” menurut Jerusalem Post.
Kedua pelabuhan tersebut berada dalam jangkauan rudal Hizbullah.
Shaul Schneider, Ketua Pelabuhan Ashdod, memperingatkan jika garis depan utara dibuka oleh Hizbullah, semua pelabuhan Israel kecuali Ashdod akan tidak beroperasi karena eskalasi di utara dan penutupan Pelabuhan Eilat.
Dalam wawancara dengan surat kabar Israel Maariv, Schneider mencatat Ashdod adalah satu-satunya pelabuhan pemerintah dan menekankan Israel pada dasarnya adalah "negara kepulauan," dengan 99% barangnya tiba melalui laut.
Dia menjelaskan Ashdod menangani 40% barang-barang ini dan baru-baru ini melayani lembaga keamanan dan militer Israel serta Amerika Serikat (AS) dengan kapal-kapal mereka.
Schneider menyoroti Ashdod adalah fasilitas strategis penting yang terus beroperasi meskipun menjadi sasaran rudal.
Sejak November, Ansarallah telah bergabung dengan kelompok Perlawanan Arab lainnya dalam menargetkan Israel di tengah serangan genosida Israel terhadap Jalur Gaza.
Kelompok lainnya termasuk Hizbullah Lebanon, Perlawanan Islam di Irak dan, akhir-akhir ini, Perlawanan Islam di Bahrain.
Posisi Ansarallah secara langsung terkait dengan kebijakan Israel untuk membuat warga Palestina di Gaza kelaparan.
Namun, alih-alih menuntut diakhirinya pengepungan Israel di Gaza, AS dan Inggris mulai menyerang posisi Ansarallah di Yaman, menewaskan dan melukai banyak orang.
Pada bulan Juni, kelompok tersebut mengumumkan mereka meluncurkan "tahap keempat eskalasi" terhadap Israel hingga perang Israel berakhir dan pengepungan Gaza dicabut.
Pejuang Houthi mengatakan pada saat itu bahwa, “Anggota Ansarallah akan menargetkan semua kapal yang menuju pelabuhan Israel di area mana pun yang kami jangkau terlepas dari kebangsaan dan tujuan mereka."
“Lebih jauh, kelompok Yaman akan menjatuhkan sanksi komprehensif pada semua kapal milik perusahaan yang terkait dengan pelabuhan Israel, jika Israel melakukan invasi darat ke Rafah," tegas pernyataah Houthi.
Awal tahun ini, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan misi multinasional, Operasi Prosperity Guardian, untuk melawan serangan Ansarallah.
Lihat Juga: Demonstran Anti-NATO dan Pro-Palestina Mengamuk di Kanada, Bakar Mobil hingga Obrak-abrik Toko
Penurunan ini disebabkan blokade laut yang dilakukan kelompok Houthi atau Ansarallah Yaman terhadap kapal kargo yang terkait dengan Israel sejak November lalu.
“Harus diakui bahwa pelabuhan tersebut dalam keadaan bangkrut,” ujar Gideon Golber, CEO Pelabuhan Eilat. “Hanya satu kapal yang tiba di sini dalam beberapa bulan terakhir. Orang-orang Yaman secara efektif telah memutus akses ke pelabuhan.”
Awal bulan ini, pelabuhan Eilat meminta bantuan keuangan dari pemerintah, setelah tidak aktif sejak Israel melancarkan perang genosida terbarunya di Gaza pada Oktober tahun lalu.
Pada Desember, Golber melaporkan penurunan operasi sebesar 85% sejak Angkatan Bersenjata Yaman mulai menargetkan kapal-kapal yang terkait dengan Israel di Laut Merah.
Dia juga mengindikasikan jika situasi terus berlanjut, Pelabuhan Eilat mungkin perlu memberhentikan sementara karyawannya.
“Sementara itu, pelabuhan Ashdod dan Haifa di Mediterania sedang bersiap menghadapi potensi eskalasi dari Utara dengan Hizbullah,” menurut Jerusalem Post.
Kedua pelabuhan tersebut berada dalam jangkauan rudal Hizbullah.
Shaul Schneider, Ketua Pelabuhan Ashdod, memperingatkan jika garis depan utara dibuka oleh Hizbullah, semua pelabuhan Israel kecuali Ashdod akan tidak beroperasi karena eskalasi di utara dan penutupan Pelabuhan Eilat.
Dalam wawancara dengan surat kabar Israel Maariv, Schneider mencatat Ashdod adalah satu-satunya pelabuhan pemerintah dan menekankan Israel pada dasarnya adalah "negara kepulauan," dengan 99% barangnya tiba melalui laut.
Dia menjelaskan Ashdod menangani 40% barang-barang ini dan baru-baru ini melayani lembaga keamanan dan militer Israel serta Amerika Serikat (AS) dengan kapal-kapal mereka.
Schneider menyoroti Ashdod adalah fasilitas strategis penting yang terus beroperasi meskipun menjadi sasaran rudal.
Perlawanan Pejuang Arab
Sejak November, Ansarallah telah bergabung dengan kelompok Perlawanan Arab lainnya dalam menargetkan Israel di tengah serangan genosida Israel terhadap Jalur Gaza.
Kelompok lainnya termasuk Hizbullah Lebanon, Perlawanan Islam di Irak dan, akhir-akhir ini, Perlawanan Islam di Bahrain.
Posisi Ansarallah secara langsung terkait dengan kebijakan Israel untuk membuat warga Palestina di Gaza kelaparan.
Namun, alih-alih menuntut diakhirinya pengepungan Israel di Gaza, AS dan Inggris mulai menyerang posisi Ansarallah di Yaman, menewaskan dan melukai banyak orang.
Pada bulan Juni, kelompok tersebut mengumumkan mereka meluncurkan "tahap keempat eskalasi" terhadap Israel hingga perang Israel berakhir dan pengepungan Gaza dicabut.
Pejuang Houthi mengatakan pada saat itu bahwa, “Anggota Ansarallah akan menargetkan semua kapal yang menuju pelabuhan Israel di area mana pun yang kami jangkau terlepas dari kebangsaan dan tujuan mereka."
“Lebih jauh, kelompok Yaman akan menjatuhkan sanksi komprehensif pada semua kapal milik perusahaan yang terkait dengan pelabuhan Israel, jika Israel melakukan invasi darat ke Rafah," tegas pernyataah Houthi.
Awal tahun ini, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan misi multinasional, Operasi Prosperity Guardian, untuk melawan serangan Ansarallah.
Lihat Juga: Demonstran Anti-NATO dan Pro-Palestina Mengamuk di Kanada, Bakar Mobil hingga Obrak-abrik Toko
(sya)
tulis komentar anda