Sosok 2 Capres Tersisa Iran Masoud Pezeshkian dan Saeed Jalili, Reformis vs Ultrakonservatif

Minggu, 30 Juni 2024 - 19:03 WIB
Capres reformis Masoud Pezeshkian akan bertarung melawan capres ultrakonservatif Saeed Jalili dalam putaran kedua pilpres Iran pada 5 Juli 2024. Foto/REUTERS
TEHERAN - Masoud Pezeshkian, satu-satunya calon presiden (capres) reformis dalam pemilihan presiden (pilpres) Iran, akan menghadapi Saeed Jalili yang ultrakonservatif dalam putaran kedua pada 5 Juli mendatang.

Dalam pemungutan suara sebelumnya, Pezeshkian (69) memperoleh 42,4 persen suara. Sedangkan Jalili, mantan negosiator nuklir berusia 58 tahun, berada di urutan kedua dengan meraih 38,6 persen suara.

Ketua Parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf, dari kubu konservatif, meraih 13,8 persen suara, sementara capres lainnya, ulama konservatif Mostafa Pourmohammadi, memperoleh kurang dari satu persen suara.

“Tidak ada kandidat yang bisa mendapatkan mayoritas absolut,” kata otoritas Pemilu Iran, yang mencatat bahwa Pezeshkian dan Jalili, yang menempati posisi pertama dan kedua, akan bersaing dalam putaran kedua pada 5 Juli.





Lebih dari 40 persen dari 61 juta pemilih yang memenuhi syarat berpartisipasi dalam putaran pertama hari Jumat—sebuah rekor jumlah pemilih yang rendah di Republik Islam Iran.

Sosok 2 Capres Tersisa yang Duel di Putaran Kedua

1. Masoud Pezeshkian



Pezeshkian, satu-satunya kandidat reformis Iran, telah bangkit dari ketidakjelasan menjadi memimpin putaran pertama pemilihan presiden.

Pezeshkian mengumpulkan lebih dari 10,4 juta suara pada putaran pertama pada hari Jumat yang membuatnya menghadapi tiga tokoh konservatif, semuanya bersaing untuk menggantikan almarhum Presiden Ebrahim Raisi yang meninggal dalam kecelakaan helikopter bulan lalu. Jalili mendapatkan lebih dari 9,4 juta suara.

Menjelang pemilu, koalisi reformis utama Iran mendukung Pezeshkian, di mana mantan presiden Mohammad Khatami dan Hassan Rouhani yang moderat mendukung pencalonannya.

Kampanye kepresidenan Pezeshkian terjadi di tengah meningkatnya ketegangan regional akibat perang Israel-Hamas di Jalur Gaza, perselisihan dengan negara-negara Barat mengenai program nuklir Iran, dan ketidakpuasan dalam negeri atas kesulitan ekonomi serta pembatasan kebebasan politik dan sosial.

Ahli bedah jantung yang blak-blakan ini secara terbuka mengkritik pemerintah Raisi atas kematian wanita Kurdi-Iran Mahsa Amini dalam tahanan, yang ditangkap karena diduga melanggar aturan berpakaian ketat bagi wanita di Republik Islam Iran. Dalam postingan media sosialnya, Pezeshkian menyerukan penyelidikan atas kematian Amini setelah kematiannya.

Dalam kampanyenya baru-baru ini, dia mengkritik penerapan undang-undang wajib berhijab, yang mengharuskan perempuan menutup kepala dan leher mereka di depan umum sejak Revolusi Islam tahun 1979.

“Kami menentang segala perilaku kekerasan dan tidak manusiawi terhadap siapa pun, terutama saudara perempuan dan anak perempuan kami, dan kami tidak akan membiarkan tindakan tersebut terjadi,” katanya.

Lahir pada 29 September 1954, di Mahabad, di provinsi barat laut Azerbaijan Barat, Pezeshkian telah mewakili Tabriz di Parlemen Iran sejak 2008, menjabat sebagai menteri kesehatan di pemerintahan Khatami, dan mengawasi tim medis selama perang Iran-Irak (1980-1988).

Pada tahun 1993, Pezeshkian kehilangan istri dan salah satu anaknya dalam kecelakaan mobil. Dia tidak pernah menikah lagi dan membesarkan ketiga anaknya yang tersisa—dua putra dan satu putri—sendirian.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More