Korut Eksekusi Pemuda di Depan Umum karena Nonton Drakor dan Dengarkan K-pop
Minggu, 30 Juni 2024 - 12:16 WIB
“Pemerintah tidak menoleransi pluralisme, melarang media independen, organisasi masyarakat sipil dan serikat pekerja, dan secara sistematis menolak semua kebebasan dasar, termasuk kebebasan berekspresi, berkumpul secara damai, berserikat, dan kebebasan beragama dan berkeyakinan,” bunyi laporan HAM Korut yang ditulis pihak Korsel.
Salah satu pembelot, seorang wanita berusia awal 20-an tahun, mengatakan; "Kecepatan budaya Korea Selatan memengaruhi Korea Utara sangat cepat. Generasi muda mengikuti dan meniru budaya Korea Selatan, dan mereka sangat menyukai apa pun yang berasal dari Korea Selatan.”
“Setelah menonton drama Korea, banyak anak muda bertanya-tanya, 'Mengapa kita harus hidup seperti ini?’…Saya pikir saya lebih baik mati daripada tinggal di Korea Utara,” katanya seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (30/6/2024).
“Tentu saja, kami tidak bisa mengatakan hal buruk apa pun terhadap Kim Jong-un di depan umum, namun di antara teman dekat, kekasih, atau anggota keluarga, kami mengucapkan kata-kata tersebut,” ujarnya.
Di masa lalu, Korea Utara dilaporkan telah mengadakan eksekusi di desa-desa dan kamp penjara di mana banyak orang berkumpul.
Namun mereka semakin menghindari eksekusi di daerah pemukiman padat penduduk, di mana pihak berwenang kesulitan melacak siapa saja yang hadir. Pemerintah juga berhenti melakukan eksekusi di dekat perbatasannya dan di fasilitas yang mudah dipantau oleh satelit.
Korea Selatan pada hari Selasa mengancam untuk memulai kembali siaran propaganda anti-Pyongyang di garis depan dalam kampanye gaya Perang Dingin terbaru antara kedua negara yang bersaing tersebut setelah Korea Utara melanjutkan peluncuran balon pembawa sampahnya.
Korea Utara telah menerbangkan balon-balon besar yang membawa kantong-kantong plastik berisi sampah melintasi perbatasan dalam kampanye kelima sejak akhir Mei—sebuah respons nyata terhadap para aktivis Korea Selatan yang menerbangkan selebaran politik melalui balon.
Kedua Korea secara teknis masih berperang sejak gencatan senjata mengakhiri Perang Korea 1950-1953, bukan perjanjian damai.
Salah satu pembelot, seorang wanita berusia awal 20-an tahun, mengatakan; "Kecepatan budaya Korea Selatan memengaruhi Korea Utara sangat cepat. Generasi muda mengikuti dan meniru budaya Korea Selatan, dan mereka sangat menyukai apa pun yang berasal dari Korea Selatan.”
“Setelah menonton drama Korea, banyak anak muda bertanya-tanya, 'Mengapa kita harus hidup seperti ini?’…Saya pikir saya lebih baik mati daripada tinggal di Korea Utara,” katanya seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (30/6/2024).
“Tentu saja, kami tidak bisa mengatakan hal buruk apa pun terhadap Kim Jong-un di depan umum, namun di antara teman dekat, kekasih, atau anggota keluarga, kami mengucapkan kata-kata tersebut,” ujarnya.
Di masa lalu, Korea Utara dilaporkan telah mengadakan eksekusi di desa-desa dan kamp penjara di mana banyak orang berkumpul.
Namun mereka semakin menghindari eksekusi di daerah pemukiman padat penduduk, di mana pihak berwenang kesulitan melacak siapa saja yang hadir. Pemerintah juga berhenti melakukan eksekusi di dekat perbatasannya dan di fasilitas yang mudah dipantau oleh satelit.
Korea Selatan pada hari Selasa mengancam untuk memulai kembali siaran propaganda anti-Pyongyang di garis depan dalam kampanye gaya Perang Dingin terbaru antara kedua negara yang bersaing tersebut setelah Korea Utara melanjutkan peluncuran balon pembawa sampahnya.
Korea Utara telah menerbangkan balon-balon besar yang membawa kantong-kantong plastik berisi sampah melintasi perbatasan dalam kampanye kelima sejak akhir Mei—sebuah respons nyata terhadap para aktivis Korea Selatan yang menerbangkan selebaran politik melalui balon.
Kedua Korea secara teknis masih berperang sejak gencatan senjata mengakhiri Perang Korea 1950-1953, bukan perjanjian damai.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda