Bantuan Makanan untuk Gaza Membusuk Terjemur Matahari karena Israel Tutup Rafah
Minggu, 26 Mei 2024 - 11:21 WIB
RAFAH - Sejumlah bantaun makanan yang menunggu memasuki Jalur Gaza dari Mesir mulai membusuk karena perbatasan Rafah tetap ditutup Israel untuk pengiriman bantuan selama tiga pekan terakhir.
Penghentian pengiriman bantuan membuat orang-orang di wilayah kantong Palestina menghadapi kelaparan yang semakin parah, menurut laporan Reuters.
Rafah adalah titik masuk utama bantuan kemanusiaan serta beberapa pasokan komersial sebelum Israel meningkatkan serangan militernya di sisi perbatasan Gaza pada 6 Mei dan mengambil kendali penyeberangan Rafah di sisi Palestina.
Para pejabat dan sumber Mesir mengatakan operasi kemanusiaan berisiko akibat aktivitas militer Israel.
Pemerintah Mesir menegaskan Israel perlu menyerahkan kembali Penyeberangan Rafah kepada Palestina sebelum mulai beroperasi kembali.
Israel dan Amerika Serikat (AS) telah meminta Mesir agar mengizinkan perbatasan dibuka kembali. Kairo menegaskan yang menciptakan masalah di perbatasan Rafah adalah militer Israel, bukan Mesir.
Sementara itu, antrean truk-truk bantuan di jalan antara sisi Mesir dan kota Al-Arish, sekitar 45 km (28 mil) barat Rafah dan titik kedatangan sumbangan bantuan internasional, telah menumpuk.
Salah satu sopir truk, Mahmoud Hussein, mengatakan barang-barang yang dimuat di kendaraannya selama sebulan, lambat laun rusak di bawah sinar matahari. Sebagian bahan makanan terpaksa dibuang, sebagian lainnya dijual dengan harga murah.
“Apel, pisang, ayam dan keju, banyak yang busuk, ada yang dikembalikan dan dijual seperempat harganya,” ujar dia sambil berjongkok di bawah truknya untuk berteduh.
“Saya minta maaf karena bawang yang kami bawa paling-paling akan dimakan oleh hewan karena ada cacing di dalamnya,” ungkap dia.
Pengiriman bantuan untuk Gaza melalui Rafah dimulai pada akhir Oktober, dua pekan setelah dimulainya perang antara Israel dan kelompok Palestina, Hamas.
Aliran bantuan sering kali diperlambat inspeksi Israel dan aktivitas militer di Gaza serta jumlah bantuan untuk 2,3 juta penduduk di wilayah kantong tersebut jauh di bawah kebutuhan, menurut para pejabat bantuan.
Lembaga pemantau kelaparan global telah memperingatkan akan terjadinya kelaparan di beberapa bagian Gaza.
Sejak 5 Mei, tidak ada truk yang melintasi Rafah dan sangat sedikit yang melintasi Penyeberangan Karm Abu Salem Israel, menurut data PBB.
“Jumlah truk bantuan yang menunggu di Sinai utara Mesir kini sangat besar, dan beberapa diantaranya telah tertahan selama lebih dari dua bulan,” ungkap Khaled Zayed, kepala Bulan Sabit Merah Mesir di wilayah tersebut.
“Beberapa paket bantuan memerlukan suhu tertentu… Kami berkoordinasi dengan spesialis yang sangat terlatih dalam penyimpanan makanan dan pasokan medis,” papar dia. “Kami berharap perbatasan akan dibuka kembali sesegera mungkin.”
KSrelief, badan amal yang didanai Arab Saudi, memiliki lebih dari 350 truk yang membawa barang-barang, termasuk makanan dan obat-obatan, menunggu untuk melewati Rafah, namun harus menurunkan muatan tepung karena risiko pembusukan, menurut Supervisor Jenderal kelompok tersebut, Abdullah Al kata Rabiah.
“Kita packing dan kirim tapi juga harus kita cek ulang. Ini adalah beban besar,” ungkap dia kepada Reuters.
“Beberapa makanan telah dijual dengan harga lebih murah di pasar lokal di Sinai utara, yang menyebabkan penyitaan stok telur busuk,” ungkap pejabat setempat dari Kementerian Pasokan Mesir.
Di Gaza, ada juga kekhawatiran mengenai kualitas pengiriman makanan yang tertunda sebelum Rafah ditutup, atau melalui penyeberangan lainnya.
“Petugas medis dan polisi Palestina yang biasa memeriksa barang-barang yang masuk ke Gaza tidak dapat melakukannya selama serangan Israel,” ungkap Ismail Al-Thawabta, direktur kantor media pemerintah Gaza.
“Ada masalah besar karena banyak barang yang masuk ke Jalur Gaza tidak layak untuk digunakan manusia dan tidak sehat,” ujar dia.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pernyataan peringatan untuk meningkatkan kesadaran bahwa masyarakat harus memeriksa barang tersebut sebelum memakannya atau membagikannya kepada keluarga mereka.
Penghentian pengiriman bantuan membuat orang-orang di wilayah kantong Palestina menghadapi kelaparan yang semakin parah, menurut laporan Reuters.
Rafah adalah titik masuk utama bantuan kemanusiaan serta beberapa pasokan komersial sebelum Israel meningkatkan serangan militernya di sisi perbatasan Gaza pada 6 Mei dan mengambil kendali penyeberangan Rafah di sisi Palestina.
Para pejabat dan sumber Mesir mengatakan operasi kemanusiaan berisiko akibat aktivitas militer Israel.
Pemerintah Mesir menegaskan Israel perlu menyerahkan kembali Penyeberangan Rafah kepada Palestina sebelum mulai beroperasi kembali.
Israel dan Amerika Serikat (AS) telah meminta Mesir agar mengizinkan perbatasan dibuka kembali. Kairo menegaskan yang menciptakan masalah di perbatasan Rafah adalah militer Israel, bukan Mesir.
Sementara itu, antrean truk-truk bantuan di jalan antara sisi Mesir dan kota Al-Arish, sekitar 45 km (28 mil) barat Rafah dan titik kedatangan sumbangan bantuan internasional, telah menumpuk.
Salah satu sopir truk, Mahmoud Hussein, mengatakan barang-barang yang dimuat di kendaraannya selama sebulan, lambat laun rusak di bawah sinar matahari. Sebagian bahan makanan terpaksa dibuang, sebagian lainnya dijual dengan harga murah.
“Apel, pisang, ayam dan keju, banyak yang busuk, ada yang dikembalikan dan dijual seperempat harganya,” ujar dia sambil berjongkok di bawah truknya untuk berteduh.
“Saya minta maaf karena bawang yang kami bawa paling-paling akan dimakan oleh hewan karena ada cacing di dalamnya,” ungkap dia.
Pengiriman bantuan untuk Gaza melalui Rafah dimulai pada akhir Oktober, dua pekan setelah dimulainya perang antara Israel dan kelompok Palestina, Hamas.
Aliran bantuan sering kali diperlambat inspeksi Israel dan aktivitas militer di Gaza serta jumlah bantuan untuk 2,3 juta penduduk di wilayah kantong tersebut jauh di bawah kebutuhan, menurut para pejabat bantuan.
Lembaga pemantau kelaparan global telah memperingatkan akan terjadinya kelaparan di beberapa bagian Gaza.
Stok Telur Busuk
Sejak 5 Mei, tidak ada truk yang melintasi Rafah dan sangat sedikit yang melintasi Penyeberangan Karm Abu Salem Israel, menurut data PBB.
“Jumlah truk bantuan yang menunggu di Sinai utara Mesir kini sangat besar, dan beberapa diantaranya telah tertahan selama lebih dari dua bulan,” ungkap Khaled Zayed, kepala Bulan Sabit Merah Mesir di wilayah tersebut.
“Beberapa paket bantuan memerlukan suhu tertentu… Kami berkoordinasi dengan spesialis yang sangat terlatih dalam penyimpanan makanan dan pasokan medis,” papar dia. “Kami berharap perbatasan akan dibuka kembali sesegera mungkin.”
KSrelief, badan amal yang didanai Arab Saudi, memiliki lebih dari 350 truk yang membawa barang-barang, termasuk makanan dan obat-obatan, menunggu untuk melewati Rafah, namun harus menurunkan muatan tepung karena risiko pembusukan, menurut Supervisor Jenderal kelompok tersebut, Abdullah Al kata Rabiah.
“Kita packing dan kirim tapi juga harus kita cek ulang. Ini adalah beban besar,” ungkap dia kepada Reuters.
“Beberapa makanan telah dijual dengan harga lebih murah di pasar lokal di Sinai utara, yang menyebabkan penyitaan stok telur busuk,” ungkap pejabat setempat dari Kementerian Pasokan Mesir.
Di Gaza, ada juga kekhawatiran mengenai kualitas pengiriman makanan yang tertunda sebelum Rafah ditutup, atau melalui penyeberangan lainnya.
“Petugas medis dan polisi Palestina yang biasa memeriksa barang-barang yang masuk ke Gaza tidak dapat melakukannya selama serangan Israel,” ungkap Ismail Al-Thawabta, direktur kantor media pemerintah Gaza.
“Ada masalah besar karena banyak barang yang masuk ke Jalur Gaza tidak layak untuk digunakan manusia dan tidak sehat,” ujar dia.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan pernyataan peringatan untuk meningkatkan kesadaran bahwa masyarakat harus memeriksa barang tersebut sebelum memakannya atau membagikannya kepada keluarga mereka.
(sya)
tulis komentar anda