PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran
Sabtu, 15 Agustus 2020 - 07:24 WIB
NEW YORK - Pupus sudah harapan Amerika Serikat (AS) untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran tanpa batas waktu setelah Dewan Keamanan PBB memilih untuk menolak resolusi yang diajukan oleh negara adidaya itu. Tanpa tindakan lebih lanjut, embargo selama 13 tahun itu akan berakhir pada pertengahan Oktober, memungkinkan Iran untuk membeli dan menjual senjata konvensional tanpa batasan PBB.
Embargo senjata terhadap Iran pertama kali dijatuhkan pada 2007, jauh sebelum perjanjiannuklir Iran 2015 dibuat oleh AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan Iran. Kesepakatan itu, yang menciptakan berakhirnya embargo senjata pada Oktober 2020, memberi Iran kelonggaran sanksi ekonomi dengan imbalan negara itu tidak mengembangkan senjata nuklir.(Baca: Indonesia Fasilitasi Pembahasan Resolusi AS Soal Perpanjangan Embargo Senjata Iran )
AS, yang meninggalkan kesepakatan nuklir Iran pada 2018, berpendapat bahwa embargo senjata tidak boleh dibiarkan berakhir karena Iran terus mendukung organisasi teroris. Tetapi Rusia dan China mengatakan AS tidak memiliki tempat untuk memberikan resolusi pada kesepakatan yang tidak lagi menjadi bagiannya, dan sekutu Eropa menyatakan keprihatinan bahwa memperpanjang embargo akan menyebabkan Iran menarik diri dari kesepakatan tersebut dan mulai mengembangkan senjata nuklir.
Dari 15 negara Dewan Keamanan, 11 negara abstain, dengan dua suara mendukung dan dua suara tidak. AS membutuhkan sembilan suara untuk menang, tetapi Rusia dan China - dua negara yang memberikan suara tidak - masing-masing memiliki hak veto dan akan mampu mengalahkan resolusi tersebut bahkan jika disahkan. Republik Dominika adalah satu-satunya negara yang memberikan suara mendukung AS.(Baca: AS: Voting Perpanjangan Embargo Senjata Iran Pilihan Antara Perdamaian dan Teror )
"Hasil pemungutan suara di #UNSC tentang embargo senjata terhadap Iran menunjukkan - sekali lagi - isolasi AS," tweet Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif setelah pemungutan suara.
"Pesan Dewan: Tidak untuk Unilateralisme," imbuhnya seperti dikutip dari CBS News, Sabtu (15/8/2020).(Baca: Iran: Upaya AS Perpanjang Embargo Senjata akan Temui Kegagalan )
Semenatara itu Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mengecam pemungutan suara dalam sebuah pernyataan.
"Kegagalan Dewan Keamanan untuk bertindak tegas dalam mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional tidak dapat dimaafkan," katanya.
"Ia menolak resolusi yang masuk akal untuk memperpanjang embargo senjata selama 13 tahun terhadap Iran dan membuka jalan bagi negara sponsor terorisme terkemuka dunia untuk membeli dan menjual senjata konvensional tanpa pembatasan khusus PBB untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade," sambung Pompeo.
Gedung Putih sekarang memiliki pilihan mengejar garis keras yang semakin meningkat terhadap Iran, atau menjalin kompromi dengan sekutu Eropa yang mengatakan mereka akan mempertimbangkan perpanjangan embargo sementara.
AS telah mengancam akan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran, sebuah langkah yang menurut para diplomat Eropa dapat mengancam kesepakatan nuklir. Sedangkan negara lain mempertanyakan apakah AS memiliki otoritas hukum internasional untuk melakukannya, keputusan yang akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan.
Mengantisipasi kekalahan proposal AS, Presiden Rusia Vladimir Putin minggu ini mengusulkan pertemuan dengan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, serta Jerman dan Iran, untuk mencegah ketegangan dengan AS meningkat dan mengganggu kesepakatan.
Embargo senjata terhadap Iran pertama kali dijatuhkan pada 2007, jauh sebelum perjanjiannuklir Iran 2015 dibuat oleh AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan Iran. Kesepakatan itu, yang menciptakan berakhirnya embargo senjata pada Oktober 2020, memberi Iran kelonggaran sanksi ekonomi dengan imbalan negara itu tidak mengembangkan senjata nuklir.(Baca: Indonesia Fasilitasi Pembahasan Resolusi AS Soal Perpanjangan Embargo Senjata Iran )
AS, yang meninggalkan kesepakatan nuklir Iran pada 2018, berpendapat bahwa embargo senjata tidak boleh dibiarkan berakhir karena Iran terus mendukung organisasi teroris. Tetapi Rusia dan China mengatakan AS tidak memiliki tempat untuk memberikan resolusi pada kesepakatan yang tidak lagi menjadi bagiannya, dan sekutu Eropa menyatakan keprihatinan bahwa memperpanjang embargo akan menyebabkan Iran menarik diri dari kesepakatan tersebut dan mulai mengembangkan senjata nuklir.
Dari 15 negara Dewan Keamanan, 11 negara abstain, dengan dua suara mendukung dan dua suara tidak. AS membutuhkan sembilan suara untuk menang, tetapi Rusia dan China - dua negara yang memberikan suara tidak - masing-masing memiliki hak veto dan akan mampu mengalahkan resolusi tersebut bahkan jika disahkan. Republik Dominika adalah satu-satunya negara yang memberikan suara mendukung AS.(Baca: AS: Voting Perpanjangan Embargo Senjata Iran Pilihan Antara Perdamaian dan Teror )
"Hasil pemungutan suara di #UNSC tentang embargo senjata terhadap Iran menunjukkan - sekali lagi - isolasi AS," tweet Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif setelah pemungutan suara.
"Pesan Dewan: Tidak untuk Unilateralisme," imbuhnya seperti dikutip dari CBS News, Sabtu (15/8/2020).(Baca: Iran: Upaya AS Perpanjang Embargo Senjata akan Temui Kegagalan )
Semenatara itu Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mengecam pemungutan suara dalam sebuah pernyataan.
"Kegagalan Dewan Keamanan untuk bertindak tegas dalam mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional tidak dapat dimaafkan," katanya.
"Ia menolak resolusi yang masuk akal untuk memperpanjang embargo senjata selama 13 tahun terhadap Iran dan membuka jalan bagi negara sponsor terorisme terkemuka dunia untuk membeli dan menjual senjata konvensional tanpa pembatasan khusus PBB untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade," sambung Pompeo.
Gedung Putih sekarang memiliki pilihan mengejar garis keras yang semakin meningkat terhadap Iran, atau menjalin kompromi dengan sekutu Eropa yang mengatakan mereka akan mempertimbangkan perpanjangan embargo sementara.
AS telah mengancam akan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran, sebuah langkah yang menurut para diplomat Eropa dapat mengancam kesepakatan nuklir. Sedangkan negara lain mempertanyakan apakah AS memiliki otoritas hukum internasional untuk melakukannya, keputusan yang akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan.
Mengantisipasi kekalahan proposal AS, Presiden Rusia Vladimir Putin minggu ini mengusulkan pertemuan dengan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, serta Jerman dan Iran, untuk mencegah ketegangan dengan AS meningkat dan mengganggu kesepakatan.
(ber)
tulis komentar anda