Taiwan Bahas Pembelian Rudal Jelajah AS
Kamis, 13 Agustus 2020 - 03:33 WIB
WASHINGTON - Taiwan tengah berdiskusi dengan Amerika Serikat (AS) tentang kemungkinan memiliki rudal jelajah untuk pertahanan. Mereka juga berniat untuk memperoleh ranjau laut bahwa air guna mencegah pendaratan amfibi.
Hal itu diungkapkan duta besar de facto Taiwan untuk AS, Hsiao Bi-khim, kepada lembaga think tank Institut Hudson Washington.
Hsiao mengatakan Taiwan menghadapi masalah kelangsungan hidup yang eksistensial, mengingat klaim teritorial dan kedaulatan China atas pulau itu dan perlu memperluas kemampuan asimetrisnya.(Baca: Rudal Taiwan Lacak dan Usir Jet-jet Tempur China )
"Apa yang kami maksud dengan kemampuan asimetris adalah hemat biaya, tetapi cukup mematikan untuk menjadi pencegahan - untuk membuat pertimbangan invasi sangat menyakitkan," terangnya seperti dikutip dari US News, Kamis (13/8/2020).
Hsiao mengatakan Taipei saat ini sedang bekerja dengan AS untuk memperoleh sejumlah kemampuan perangkat keras, termasuk rudal jelajah yang akan bekerja bersama dengan sistem rudal asli Taiwan, Hi Feng untuk memberikan pertahanan pesisir yang lebih baik.(Baca: Deretan Rudal Taiwan Ini Akan Bikin China Berpikir Ulang Lakukan Invasi )
"Sistem senjata lain yang sedang dibahas termasuk ranjau laut bawah air dan kemampuan lain untuk mencegah pendaratan amfibi, atau serangan langsung," katanya.
Sebelumnya, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan bahwa ia telah menjadikan perluasan percepatan pengembangan kemampuan pertahanan asimetris Taiwan sebagai prioritas nomor satu.
Hsiao mengatakan Taiwan juga ingin memperkuat pertahanan di pulau-pulau yang dikontrolnya di Laut China Selatan, yang diklaim oleh Beijing hampir secara keseluruhan.
"Untuk Taiwan, prioritas kami dalam kelangsungan hidup kami melibatkan pembangunan pertahanan Taiwan sendiri, tetapi juga pulau-pulau yang saat ini dikendalikan Taiwan di Laut China Selatan," ujarnya.
Taiwan telah memperkuat pertahanannya dalam menghadapi apa yang dilihatnya sebagai langkah yang semakin mengancam oleh Beijing.
Dikatakan pada bulan Mei pihaknya berencana untuk membeli rudal anti-kapal berbasis darat buatan Boeing Harpoon dan sumber-sumber AS mengatakan pekan lalu Washington sedang menegosiasikan penjualan setidaknya empat drone udara canggih ke Taiwan untuk pertama kalinya.
Washington memutuskan hubungan resmi dengan Taipei pada 1979 untuk mendukung Beijing tetapi masih menjadi pemasok senjata terbesar Taiwan dan terikat oleh hukum untuk menyediakan sarana untuk negara itu mempertahankan diri.
Pemerintahan Trump telah menekankan dukungannya untuk Taiwan karena hubungan AS dengan Beijing memburuk karena masalah termasuk hak asasi manusia dan perdagangan.
Minggu ini, Menteri Kesehatan AS Alex Azar menjadi pejabat AS tingkat tertinggi yang mengunjungi Taiwan dalam empat dekade, perjalanan yang dikutuk oleh China, yang secara rutin mengecam penjualan senjata AS ke Taipei.(Baca: Abaikan Kemarahan China, Menkes AS Nekat Temui Presiden Taiwan )
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
Hal itu diungkapkan duta besar de facto Taiwan untuk AS, Hsiao Bi-khim, kepada lembaga think tank Institut Hudson Washington.
Hsiao mengatakan Taiwan menghadapi masalah kelangsungan hidup yang eksistensial, mengingat klaim teritorial dan kedaulatan China atas pulau itu dan perlu memperluas kemampuan asimetrisnya.(Baca: Rudal Taiwan Lacak dan Usir Jet-jet Tempur China )
"Apa yang kami maksud dengan kemampuan asimetris adalah hemat biaya, tetapi cukup mematikan untuk menjadi pencegahan - untuk membuat pertimbangan invasi sangat menyakitkan," terangnya seperti dikutip dari US News, Kamis (13/8/2020).
Hsiao mengatakan Taipei saat ini sedang bekerja dengan AS untuk memperoleh sejumlah kemampuan perangkat keras, termasuk rudal jelajah yang akan bekerja bersama dengan sistem rudal asli Taiwan, Hi Feng untuk memberikan pertahanan pesisir yang lebih baik.(Baca: Deretan Rudal Taiwan Ini Akan Bikin China Berpikir Ulang Lakukan Invasi )
"Sistem senjata lain yang sedang dibahas termasuk ranjau laut bawah air dan kemampuan lain untuk mencegah pendaratan amfibi, atau serangan langsung," katanya.
Sebelumnya, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan bahwa ia telah menjadikan perluasan percepatan pengembangan kemampuan pertahanan asimetris Taiwan sebagai prioritas nomor satu.
Hsiao mengatakan Taiwan juga ingin memperkuat pertahanan di pulau-pulau yang dikontrolnya di Laut China Selatan, yang diklaim oleh Beijing hampir secara keseluruhan.
"Untuk Taiwan, prioritas kami dalam kelangsungan hidup kami melibatkan pembangunan pertahanan Taiwan sendiri, tetapi juga pulau-pulau yang saat ini dikendalikan Taiwan di Laut China Selatan," ujarnya.
Taiwan telah memperkuat pertahanannya dalam menghadapi apa yang dilihatnya sebagai langkah yang semakin mengancam oleh Beijing.
Dikatakan pada bulan Mei pihaknya berencana untuk membeli rudal anti-kapal berbasis darat buatan Boeing Harpoon dan sumber-sumber AS mengatakan pekan lalu Washington sedang menegosiasikan penjualan setidaknya empat drone udara canggih ke Taiwan untuk pertama kalinya.
Washington memutuskan hubungan resmi dengan Taipei pada 1979 untuk mendukung Beijing tetapi masih menjadi pemasok senjata terbesar Taiwan dan terikat oleh hukum untuk menyediakan sarana untuk negara itu mempertahankan diri.
Pemerintahan Trump telah menekankan dukungannya untuk Taiwan karena hubungan AS dengan Beijing memburuk karena masalah termasuk hak asasi manusia dan perdagangan.
Minggu ini, Menteri Kesehatan AS Alex Azar menjadi pejabat AS tingkat tertinggi yang mengunjungi Taiwan dalam empat dekade, perjalanan yang dikutuk oleh China, yang secara rutin mengecam penjualan senjata AS ke Taipei.(Baca: Abaikan Kemarahan China, Menkes AS Nekat Temui Presiden Taiwan )
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
(ber)
tulis komentar anda