Xi Jinping Serukan Reunifikasi Taiwan dan Kebangkitan China
Rabu, 03 Januari 2024 - 12:32 WIB
China sangat marah atas indikasi internasional mengenai kemerdekaan Taiwan. Militer China melakukan latihan tembak-menembak selama berminggu-minggu di sekitar Taiwan pada 2022 setelah Ketua DPR Amerika Serikat (AS) saat itu, Nancy Pelosi, melakukan perjalanan ke sana.
Lai Ching-te, kandidat terdepan yang saat ini merupakan Wakil Presiden Taiwan dari Partai Rakyat Demokratik, mengatakan dalam debat televisi pada Sabtu lalu bahwa dirinya terbuka untuk berkomunikasi dengan Beijing. Namun sejauh ini, menurut laporan Voice of America (VoA), China menolak berbicara dengan Lai atau pun Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Beijing lebih menyukai kandidat dari Partai Nasionalis atau Kuomintang, yang lebih ramah terhadap China. Beijing mengkritik Lai dan Tsai sebagai "separatis”, dan menuduh mereka mencoba memprovokasi serangan China terhadap Taiwan.
Sebelumnya, Xi Jinping telah mengeklaim bahwa reunifikasi Taiwan dengan China tidak dapat dihindari, seraya menekankan sikap lama Beijing menjelang pemilu penting di Taiwan bulan depan.
"Realisasi reunifikasi menyeluruh dengan tanah air adalah sebuah proses pembangunan yang tidak dapat dihindari. Ini merupakan hal benar, dan merupakan apa yang diinginkan rakyat. Tanah Air harus dipersatukan kembali," tegas Xi Jinping.
Pernyataan Xi menegaskan kembali klaim China atas Taiwan—negara kepulauan yang memiliki pemerintahan mandiri—, dan sejalan dengan tujuannya yang lebih luas untuk meningkatkan kekuatan dan status global China.
Momen pernyataan Xi Jinping dinilai penting di saat Taiwan mendekati pemilu presiden, di mana posisi partai politik mengenai hubungan dengan China sering kali menjadi ukuran sentimen publik terhadap Beijing, sebagaimana dilaporkan CNN.
Presiden Tsai Ing-wen, yang menghadapi tekanan meningkat dari Beijing selama masa jabatannya, dianggap secara luas telah memperkuat hubungan tidak resmi Taiwan dengan Amerika Serikat. Kandidat utama dari Partai Progresif Demokratik, yaitu Wakil Presiden Lai Ching-te, saat ini unggul dalam jajak pendapat tetapi tidak disukai oleh para pejabat di China.
Lai Ching-te, kandidat terdepan yang saat ini merupakan Wakil Presiden Taiwan dari Partai Rakyat Demokratik, mengatakan dalam debat televisi pada Sabtu lalu bahwa dirinya terbuka untuk berkomunikasi dengan Beijing. Namun sejauh ini, menurut laporan Voice of America (VoA), China menolak berbicara dengan Lai atau pun Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Beijing lebih menyukai kandidat dari Partai Nasionalis atau Kuomintang, yang lebih ramah terhadap China. Beijing mengkritik Lai dan Tsai sebagai "separatis”, dan menuduh mereka mencoba memprovokasi serangan China terhadap Taiwan.
Sebelumnya, Xi Jinping telah mengeklaim bahwa reunifikasi Taiwan dengan China tidak dapat dihindari, seraya menekankan sikap lama Beijing menjelang pemilu penting di Taiwan bulan depan.
"Realisasi reunifikasi menyeluruh dengan tanah air adalah sebuah proses pembangunan yang tidak dapat dihindari. Ini merupakan hal benar, dan merupakan apa yang diinginkan rakyat. Tanah Air harus dipersatukan kembali," tegas Xi Jinping.
Pernyataan Xi menegaskan kembali klaim China atas Taiwan—negara kepulauan yang memiliki pemerintahan mandiri—, dan sejalan dengan tujuannya yang lebih luas untuk meningkatkan kekuatan dan status global China.
Momen pernyataan Xi Jinping dinilai penting di saat Taiwan mendekati pemilu presiden, di mana posisi partai politik mengenai hubungan dengan China sering kali menjadi ukuran sentimen publik terhadap Beijing, sebagaimana dilaporkan CNN.
Presiden Tsai Ing-wen, yang menghadapi tekanan meningkat dari Beijing selama masa jabatannya, dianggap secara luas telah memperkuat hubungan tidak resmi Taiwan dengan Amerika Serikat. Kandidat utama dari Partai Progresif Demokratik, yaitu Wakil Presiden Lai Ching-te, saat ini unggul dalam jajak pendapat tetapi tidak disukai oleh para pejabat di China.
Reunifikasi Tanah Air
tulis komentar anda