Xi Jinping Serukan Reunifikasi Taiwan dan Kebangkitan China

Rabu, 03 Januari 2024 - 12:32 WIB
Presiden Xi Jinping serukan reunifikasi Taiwan dengan China. Dia juga menyerukan kebangkitan China. Foto/REUTERS
BEIJING - Menjelang pemilihan umum (pemilu) presiden dan parlemen di Taiwan yang dijadwalkan berlangsung pada 13 Januari 2024, Presiden Xi Jinping mengatakan dalam pidato akhir tahun 2023 bahwa Taiwan akan bersatu kembali dengan China.

Di tengah ketegangan tinggi antara China dan Taiwan, Xi Jinping berulang kali menegaskan pendiriannya bahwa Taiwan adalah bagian dari China dan harus menjalani reunifikasi di masa mendatang—dengan kekuatan militer jika memang diperlukan.

"Semua warga China di kedua sisi Selat Taiwan harus terikat tujuan bersama dan turut serta dalam kejayaan kebangkitan bangsa China," kata Xi Jinping dalam pidatonya.

"Ibu Pertiwi pasti akan bersatu kembali," imbuh dia, seperti dikutip dari ANI, Rabu (3/1/2024).





Pidato Xi Jinping tersebut merupakan kali kedua dalam beberapa hari terakhir terkait isu Taiwan. Dia juga menyampaikan hal serupa, yaitu menyatukan kembali Taiwan, dalam sebuah simposium di Beijing dalam acara peringatan 130 tahun kelahiran Mao Zedong—bapak pendiri Komunis China.

"Reunifikasi penuh Tanah Air adalah tren yang tidak dapat ditolak," ujar Xi Jinping dalam acara tersebut, seraya menambahkan bahwa China akan dengan tegas mencegah siapa pun memecah belah kedua belah pihak.

Sementara itu di Taiwan, warga bersiap menuju tempat pemungutan suara. Jajak pendapat terkini menunjukkan warga mendukung kandidat berhaluan independen, Lai Ching-te.

Separatis Taiwan



China sangat marah atas indikasi internasional mengenai kemerdekaan Taiwan. Militer China melakukan latihan tembak-menembak selama berminggu-minggu di sekitar Taiwan pada 2022 setelah Ketua DPR Amerika Serikat (AS) saat itu, Nancy Pelosi, melakukan perjalanan ke sana.



Lai Ching-te, kandidat terdepan yang saat ini merupakan Wakil Presiden Taiwan dari Partai Rakyat Demokratik, mengatakan dalam debat televisi pada Sabtu lalu bahwa dirinya terbuka untuk berkomunikasi dengan Beijing. Namun sejauh ini, menurut laporan Voice of America (VoA), China menolak berbicara dengan Lai atau pun Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.

Beijing lebih menyukai kandidat dari Partai Nasionalis atau Kuomintang, yang lebih ramah terhadap China. Beijing mengkritik Lai dan Tsai sebagai "separatis”, dan menuduh mereka mencoba memprovokasi serangan China terhadap Taiwan.

Sebelumnya, Xi Jinping telah mengeklaim bahwa reunifikasi Taiwan dengan China tidak dapat dihindari, seraya menekankan sikap lama Beijing menjelang pemilu penting di Taiwan bulan depan.

"Realisasi reunifikasi menyeluruh dengan tanah air adalah sebuah proses pembangunan yang tidak dapat dihindari. Ini merupakan hal benar, dan merupakan apa yang diinginkan rakyat. Tanah Air harus dipersatukan kembali," tegas Xi Jinping.

Pernyataan Xi menegaskan kembali klaim China atas Taiwan—negara kepulauan yang memiliki pemerintahan mandiri—, dan sejalan dengan tujuannya yang lebih luas untuk meningkatkan kekuatan dan status global China.

Momen pernyataan Xi Jinping dinilai penting di saat Taiwan mendekati pemilu presiden, di mana posisi partai politik mengenai hubungan dengan China sering kali menjadi ukuran sentimen publik terhadap Beijing, sebagaimana dilaporkan CNN.

Presiden Tsai Ing-wen, yang menghadapi tekanan meningkat dari Beijing selama masa jabatannya, dianggap secara luas telah memperkuat hubungan tidak resmi Taiwan dengan Amerika Serikat. Kandidat utama dari Partai Progresif Demokratik, yaitu Wakil Presiden Lai Ching-te, saat ini unggul dalam jajak pendapat tetapi tidak disukai oleh para pejabat di China.

Reunifikasi Tanah Air



Partai Komunis China menganggap Taiwan sebagai wilayah China, meski tidak pernah menguasainya. Meski menekankan preferensi untuk reunifikasi secara damai, para pejabat China tidak mengesampingkan penggunaan kekerasan.

Pidato Xi mencakup peringatan terselubung, mendesak peningkatan hubungan damai lintas selat, dan mencegah segala upaya untuk memisahkan Taiwan dari China.

Taiwan masih menjadi isu sensitif dalam hubungan Amerik Serikat-China. Dalam pertemuan puncak baru-baru ini dengan Presiden AS Joe Biden, Xi menegaskan bahwa reunifikasi China dengan Taiwan tidak dapat dihentikan.

Amerika Serikat memelihara hubungan tidak resmi dengan Taiwan, dengan tetap mengakui posisi China bahwa Taiwan adalah bagian dari wilayahnya. Namun, AS diwajibkan oleh hukum dalam menyediakan sarana bagi Taiwan untuk mempertahankan diri.

Akar sejarah hubungan Taiwan-China dimulai pada 1949 ketika Jenderal Chiang Kai-shek melarikan diri bersama pasukan nasionalisnya ke Taiwan, setelah Tentara Merah pimpinan Mao Zedong menguasai Perang Saudara China.

Pidato Xi juga menyerukan warga China untuk "tidak pernah melupakan aspirasi awal dan misi pendirian" Mao Zedong dan Partai Komunis dalam upaya memajukan upaya modernisasi China.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More