Korban Meninggal Covid-19 di Brasil Mencapai 100.000 Orang
Minggu, 09 Agustus 2020 - 04:01 WIB
RIO DE JANEIRO - Korban meninggal akibat Covid-19 mencapai 100.000 orang pada Sabtu (8/8) dan terus meningkat di Brasil saat sebagian besar kota membuka lagi toko dan restoran meski pandemi masih meluas.
Brasil melaporkan kasus pertama virus corona pada akhir Februari. Virus itu membutuhkan waktu tiga bulan untuk menewaskan 50.000 orang dan hanya 50 hari lagi berikutnya untuk mencapai tambahan 50.000 orang meninggal sehingga totalnya 100.000 jiwa.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro sejak awal meremehkan ancaman pandemi itu dan menentang penerapan lockdown oleh para pejabat daerah.
“Kita harus hidup dengan putus asa karena ini tragedi seperti perang dunia. Tapi Brasil mengalami anestesia kolektif,” kata Dr Jose Davi Urbaez, anggota senior Masyarakat Penyakit Infeksi.
Dia dan para pakar kesehatan publik mengkhawatirkan Brasil masih tidak memiliki rencana terkoordinasi untuk melawan pandemi. Banyak para pejabat masih fokus untuk membuka lagi ekonomi sehingga memperparah wabah.
Dua menteri kesehatan telah mundur karena berbeda pendapat dengan Bolsonaro. Pelaksana tugas menteri kesehatan saat ini adalah seorang jenderal militer yang mengabaikan seruan untuk social distancing. (Baca Juga: Air India Express Terbelah Dua, Penumpang Menjerit dan Berjatuhan dari Kursi)
Bolsonaro yang juga terjangkit Covid-19 itu mengaku pulih karena minum obat malaria, hidroksikhlorokuin, meski tak ada bukti ilmiah untuk melawan virus corona. (Baca Infografis: Menghadapi Krisis Paling Parah, Lebanon di Ujung Kehancuran)
“Kita tidak tahu di mana ini akan berhenti, mungkin 150.000 atau 200.000 kematian. Hanya waktu akan menunjukkan dampak penuh Covid-19 di sini,” kata Alexandre Naime, kepala departemen penyakit infeksi Universitas Negeri Sao Paulo. (Lihat Video: Tak Kunjung Dibayar Warga Jatikarya Blokir Tol Cimanggis-Cibitung)
Lihat Juga: 7 Negara yang Melegalkan Poliandri, Ada yang Menikahi Anak Sulung Laki-Laki dalam Keluarga
Brasil melaporkan kasus pertama virus corona pada akhir Februari. Virus itu membutuhkan waktu tiga bulan untuk menewaskan 50.000 orang dan hanya 50 hari lagi berikutnya untuk mencapai tambahan 50.000 orang meninggal sehingga totalnya 100.000 jiwa.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro sejak awal meremehkan ancaman pandemi itu dan menentang penerapan lockdown oleh para pejabat daerah.
“Kita harus hidup dengan putus asa karena ini tragedi seperti perang dunia. Tapi Brasil mengalami anestesia kolektif,” kata Dr Jose Davi Urbaez, anggota senior Masyarakat Penyakit Infeksi.
Dia dan para pakar kesehatan publik mengkhawatirkan Brasil masih tidak memiliki rencana terkoordinasi untuk melawan pandemi. Banyak para pejabat masih fokus untuk membuka lagi ekonomi sehingga memperparah wabah.
Dua menteri kesehatan telah mundur karena berbeda pendapat dengan Bolsonaro. Pelaksana tugas menteri kesehatan saat ini adalah seorang jenderal militer yang mengabaikan seruan untuk social distancing. (Baca Juga: Air India Express Terbelah Dua, Penumpang Menjerit dan Berjatuhan dari Kursi)
Bolsonaro yang juga terjangkit Covid-19 itu mengaku pulih karena minum obat malaria, hidroksikhlorokuin, meski tak ada bukti ilmiah untuk melawan virus corona. (Baca Infografis: Menghadapi Krisis Paling Parah, Lebanon di Ujung Kehancuran)
“Kita tidak tahu di mana ini akan berhenti, mungkin 150.000 atau 200.000 kematian. Hanya waktu akan menunjukkan dampak penuh Covid-19 di sini,” kata Alexandre Naime, kepala departemen penyakit infeksi Universitas Negeri Sao Paulo. (Lihat Video: Tak Kunjung Dibayar Warga Jatikarya Blokir Tol Cimanggis-Cibitung)
Lihat Juga: 7 Negara yang Melegalkan Poliandri, Ada yang Menikahi Anak Sulung Laki-Laki dalam Keluarga
(sya)
tulis komentar anda