Mengenal Two State Solution, Solusi Dua Negara yang Akan Ciptakan Perdamaian Palestina dan Israel
Rabu, 01 November 2023 - 11:50 WIB
Para pendukung gerakan Zionis Yahudi mulai pindah ke Palestina, yang sebagian besar penduduknya adalah Arab pada akhir abad ke-19, mencari perlindungan dari antisemitisme Eropa di tanah air kuno mereka.
Ketegangan meningkat antara kedua kelompok tersebut sejak kedatangan Zionis Yahudi. Inggris, yang telah memerintah Palestina sejak tahun 1922, merujuk masalah ini ke PBB.
Dilansir dari Britannica, Konsep Two-State Solution pertama kali muncul pada tahun 1947 ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara: satu untuk orang-orang Yahudi dan satu untuk orang-orang Arab.
Rencana ini diterima oleh Komunitas Internasional, tetapi ditolak oleh sebagian besar negara-negara Arab, yang menganggapnya tidak adil.
Rencana pembagian tersebut ditolak oleh komunitas Arab, antara lain karena kekhawatiran mengenai seberapa luas lahan dan akses terhadap sumber daya yang akan mereka peroleh.
Namun rencana tersebut diterima oleh komunitas Yahudi sebagai pembenaran hukum bagi pendirian Israel. Hingga akhirnya Israel mendeklarasikan kemerdekaan negaranya pada Mei 1948.
Titik balik besar lainnya terjadi pada tahun 1967, dengan kemenangan telak Israel dalam Perang Enam Hari melawan Mesir, Suriah dan Yordania.
Israel memperoleh wilayah empat kali lipat dari ukuran aslinya, mengambil kendali atas Semenanjung Sinai, Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur.
Pada tahun 1993, terjadi persetujuan antara pemerintah Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dalam rangka menerapkan konsep solusi dua negara, sebagai bagian dari Perjanjian Oslo. Kesepakatan tersebut kemudian membawa pada pembentukan Otoritas Palestina (PA).
Two-State Solution tetap menjadi salah satu opsi terbaik untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina, meskipun implementasinya sangat sulit.
Ketegangan meningkat antara kedua kelompok tersebut sejak kedatangan Zionis Yahudi. Inggris, yang telah memerintah Palestina sejak tahun 1922, merujuk masalah ini ke PBB.
Dilansir dari Britannica, Konsep Two-State Solution pertama kali muncul pada tahun 1947 ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengusulkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara: satu untuk orang-orang Yahudi dan satu untuk orang-orang Arab.
Rencana ini diterima oleh Komunitas Internasional, tetapi ditolak oleh sebagian besar negara-negara Arab, yang menganggapnya tidak adil.
Rencana pembagian tersebut ditolak oleh komunitas Arab, antara lain karena kekhawatiran mengenai seberapa luas lahan dan akses terhadap sumber daya yang akan mereka peroleh.
Namun rencana tersebut diterima oleh komunitas Yahudi sebagai pembenaran hukum bagi pendirian Israel. Hingga akhirnya Israel mendeklarasikan kemerdekaan negaranya pada Mei 1948.
Titik balik besar lainnya terjadi pada tahun 1967, dengan kemenangan telak Israel dalam Perang Enam Hari melawan Mesir, Suriah dan Yordania.
Israel memperoleh wilayah empat kali lipat dari ukuran aslinya, mengambil kendali atas Semenanjung Sinai, Dataran Tinggi Golan, Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur.
Pada tahun 1993, terjadi persetujuan antara pemerintah Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dalam rangka menerapkan konsep solusi dua negara, sebagai bagian dari Perjanjian Oslo. Kesepakatan tersebut kemudian membawa pada pembentukan Otoritas Palestina (PA).
Two-State Solution tetap menjadi salah satu opsi terbaik untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina, meskipun implementasinya sangat sulit.
tulis komentar anda