5 Keunggulan Amunisi Depleted Uranium, Salah Satunya Memiliki Dampak Jangka Panjang
Sabtu, 02 September 2023 - 16:30 WIB
Artinya ketika benda tersebut mengenai lapis baja tank, ia akan menembus dalam sekejap mata sebelum meledak menjadi awan debu dan logam yang terbakar, sementara suhu yang melonjak akan meledakkan bahan bakar dan amunisi tank.
Baca Juga: Putus Asa Hadapi Ketangguhan Tentara Rusia, AS Akan Kirim Amunisi Depleted Uranium ke Ukraina
Foto/Reuters
Amerika Serikat, Inggris, Rusia, China, Prancis dan Pakistan memproduksi senjata uranium, yang tidak diklasifikasikan sebagai senjata nuklir. Itu Diungkapkan Koalisi Internasional untuk Melarang Senjata Uranium.
Sebanyak 14 negara bagian lainnya diketahui menyimpannya.
Foto/Reuters
Ada banyak penelitian mengenai - dan kontroversi mengenai - dampak paparan senjata uranium yang sudah habis, terutama di medan perang di mana amunisi tersebut digunakan dalam Perang Teluk tahun 1990-1991 dan dalam pemboman NATO di Yugoslavia tahun 1999.
Sekitar 340 ton depleted uranium digunakan dalam amunisi selama Perang Teluk tahun 1991, dan diperkirakan 11 ton di Balkan pada akhir tahun 1990an. Itu diungkapkan Royal Society, sebuah persekutuan ilmuwan yang berbasis di London.
Baca Juga: Putus Asa Hadapi Ketangguhan Tentara Rusia, AS Akan Kirim Amunisi Depleted Uranium ke Ukraina
2. Diproduksi Negara yang Memiliki Senjata Nuklir
Foto/Reuters
Amerika Serikat, Inggris, Rusia, China, Prancis dan Pakistan memproduksi senjata uranium, yang tidak diklasifikasikan sebagai senjata nuklir. Itu Diungkapkan Koalisi Internasional untuk Melarang Senjata Uranium.
Sebanyak 14 negara bagian lainnya diketahui menyimpannya.
3. Berdampak Jangka Panjang
Foto/Reuters
Ada banyak penelitian mengenai - dan kontroversi mengenai - dampak paparan senjata uranium yang sudah habis, terutama di medan perang di mana amunisi tersebut digunakan dalam Perang Teluk tahun 1990-1991 dan dalam pemboman NATO di Yugoslavia tahun 1999.
Sekitar 340 ton depleted uranium digunakan dalam amunisi selama Perang Teluk tahun 1991, dan diperkirakan 11 ton di Balkan pada akhir tahun 1990an. Itu diungkapkan Royal Society, sebuah persekutuan ilmuwan yang berbasis di London.
tulis komentar anda