2.000 Penguin Ditemukan Mati di Pantai Uruguay, Ilmuwan Kelabakan
Minggu, 23 Juli 2023 - 05:45 WIB
MONTEVIDEO - Sekitar 2.000 penguin Magellan mati terdampar di pantai Uruguay dalam sepuluh hari terakhir. Pihak berwenang mengakui penyebab kematiannya masih belum jelas pada Jumat (21/7/2023).
“Sembilan dari sepuluh burung adalah remaja yang datang dengan perut kosong dan cadangan lemaknya habis,” ungkap kepala Departemen Fauna Kementerian Lingkungan Hidup, Carmen Leizagoyen, kepada outlet berita.
Kekhawatiran bahwa kematian dapat disebabkan flu burung terbukti tidak berdasar, karena tidak ada hewan yang dinyatakan positif terkena virus tersebut.
Sementara kematian massal serupa terjadi tahun lalu di Brasil, alasannya masih belum jelas, dan jumlah unggas yang mati jauh dari biasanya.
“Adalah normal untuk beberapa persen kematian, tetapi bukan angka-angka ini,” ujar Leizagoyen.
Beberapa LSM lingkungan menyalahkan penangkapan ikan yang berlebihan, menunjuk pada kondisi penguin yang kelaparan.
Richard Tesoro dari LSM Penyelamatan Margasatwa Laut mengklaim masalah tersebut telah berlangsung sejak tahun 1990-an.
"Sumber daya dieksploitasi secara berlebihan," ujar dia kepada AFP, menambahkan dia telah melihat burung petrel, albatros, singa laut, penyu, dan burung camar muncul di pantai di wilayah Maldonado, Uruguay.
Selain itu, siklon subtropis di tenggara Brasil awal bulan ini mungkin telah menghabisi burung yang sudah lemah.
Penguin Magellan biasanya bermigrasi ke utara dari wilayah sarangnya di Argentina selatan, mencari makanan dan air yang lebih hangat.
Lebih dari 300 penguin Magellan mati pada 2019 ketika gelombang panas ekstrem melanda Punta Tombo, salah satu koloni pembiakan terbesar mereka di Provinsi Chubut, Argentina.
Temperatur naik menjadi 111,2 derajat Fahrenheit (44 Celcius), membuat banyak burung tidak dapat mencapai laut tepat waktu untuk mendinginkan diri dengan baik sebelum mati karena dehidrasi.
Ratusan penguin biru kecil terdampar di Selandia Baru tahun lalu, dengan kematian massal yang dikaitkan dengan kelaparan karena ikan yang biasanya mereka makan telah pindah ke perairan yang lebih dalam karena suhu yang menghangat.
Sementara beberapa menyalahkan ini pada perubahan iklim, yang lain membalas itu adalah bagian dari siklus yang terjadi secara alami.
“Sembilan dari sepuluh burung adalah remaja yang datang dengan perut kosong dan cadangan lemaknya habis,” ungkap kepala Departemen Fauna Kementerian Lingkungan Hidup, Carmen Leizagoyen, kepada outlet berita.
Kekhawatiran bahwa kematian dapat disebabkan flu burung terbukti tidak berdasar, karena tidak ada hewan yang dinyatakan positif terkena virus tersebut.
Sementara kematian massal serupa terjadi tahun lalu di Brasil, alasannya masih belum jelas, dan jumlah unggas yang mati jauh dari biasanya.
“Adalah normal untuk beberapa persen kematian, tetapi bukan angka-angka ini,” ujar Leizagoyen.
Beberapa LSM lingkungan menyalahkan penangkapan ikan yang berlebihan, menunjuk pada kondisi penguin yang kelaparan.
Richard Tesoro dari LSM Penyelamatan Margasatwa Laut mengklaim masalah tersebut telah berlangsung sejak tahun 1990-an.
"Sumber daya dieksploitasi secara berlebihan," ujar dia kepada AFP, menambahkan dia telah melihat burung petrel, albatros, singa laut, penyu, dan burung camar muncul di pantai di wilayah Maldonado, Uruguay.
Selain itu, siklon subtropis di tenggara Brasil awal bulan ini mungkin telah menghabisi burung yang sudah lemah.
Penguin Magellan biasanya bermigrasi ke utara dari wilayah sarangnya di Argentina selatan, mencari makanan dan air yang lebih hangat.
Lebih dari 300 penguin Magellan mati pada 2019 ketika gelombang panas ekstrem melanda Punta Tombo, salah satu koloni pembiakan terbesar mereka di Provinsi Chubut, Argentina.
Temperatur naik menjadi 111,2 derajat Fahrenheit (44 Celcius), membuat banyak burung tidak dapat mencapai laut tepat waktu untuk mendinginkan diri dengan baik sebelum mati karena dehidrasi.
Ratusan penguin biru kecil terdampar di Selandia Baru tahun lalu, dengan kematian massal yang dikaitkan dengan kelaparan karena ikan yang biasanya mereka makan telah pindah ke perairan yang lebih dalam karena suhu yang menghangat.
Sementara beberapa menyalahkan ini pada perubahan iklim, yang lain membalas itu adalah bagian dari siklus yang terjadi secara alami.
(sya)
tulis komentar anda