5 Strategi Arab Saudi Mulai Bersahabat dengan Israel, Paling Fundamental Mengubah Buku Teks Sekolah tentang Yahudi

Selasa, 20 Juni 2023 - 20:25 WIB


3. Mengubah Buku Teks tentang Yahudi

Buku pelajaran di Arab Saudi telah berubah. Selama bertahun-tahun, para peneliti telah mengamati moderasi bertahap pada subjek mulai dari peran gender hingga promosi perdamaian dan toleransi.

Di antara perubahan yang menarik perhatian baru-baru ini, sehubungan dengan laporan bahwa Amerika Serikat sedang mencoba membuka jalan menuju normalisasi antara Arab Saudi dan Israel, adalah suntingan terkait Yahudi, Kristen, dan konflik Israel-Palestina.

Sebuah laporan yang dirilis bulan lalu dari Institute for Monitoring Peace and Cultural Tolerance in School Education (IMPACT-se) yang berbasis di Israel dan London, yang terutama memantau bagaimana Israel dan Yahudi digambarkan dalam teks pendidikan, menemukan “hampir semua contoh yang menggambarkan orang Kristen dan Yahudi secara negatif” telah dihapus dari buku teks Saudi terbaru.

Contoh-contoh penting yang dihilangkan termasuk implikasi “bahwa Yahudi dan Kristen adalah musuh Islam,” atau bahwa “Yahudi dan Kristen dikritik karena telah ‘menghancurkan dan mendistorsi’ Taurat dan Injil.”

Tentang Israel dan Palestina, IMPACT-se menemukan moderasi, tetapi belum sepenuhnya menerima Israel. Referensi tertentu untuk "musuh Israel" atau "musuh Zionis" telah diganti dengan "pendudukan Israel" atau "tentara pendudukan Israel." Tetapi referensi negatif lainnya ke Israel, serta menghilangkannya di peta juga dicatat dalam penelitian ini. Holocaust terus tidak disebutkan.

Dalam kurikulum 2022-2023, pelajaran tentang puisi patriotik menghilangkan contoh “menentang pemukiman Yahudi di Palestina”. Sebuah buku pelajaran IPS sekolah menengah tidak lagi berisi bagian yang menggambarkan hasil positif dari Intifadah Pertama, pemberontakan Palestina melawan Israel di akhir tahun 1980-an. Dan satu buku teks “menghapus seluruh bab yang membahas masalah Palestina.”

“Ini juga dimaksudkan untuk memberi sinyal bahwa para pemimpin negara-negara Teluk yang baru adalah modern, berpikiran maju, dan condong sekuler – yang semuanya dimaksudkan untuk menarik khalayak tertentu yang sebagian besar eksternal,” kata Mira Al Hussein, seorang peneliti yang berfokus pada tentang negara-negara Teluk di Universitas Edinburgh di Skotlandia. Namun dia mengatakan bahwa cukup ambisius bagi pemerintah Saudi untuk tiba-tiba melakukan perubahan 180 derajat dan mulai mengajarkan toleransi.

4. Membangun Persepsi Positif tentang Israel di Publik Saudi

Kristin Diwan, sarjana residen senior di Gulf States Institute di Washington, mengatakan perubahan baru-baru ini sejalan dengan orientasi politik baru kerajaan dengan keluarga penguasa sebagai pusat legitimasinya.

Selama beberapa dekade, pemerintah Saudi mencari legitimasi di dalam dan luar negeri meskipun statusnya sebagai tempat kelahiran Islam dan rumah bagi dua masjid suci. Tapi, Saudi dalam beberapa tahun terakhir bergerak ke arah bentuk nasionalisme yang lebih sekuler.

“Ini memungkinkan pelonggaran bahasa agama yang merendahkan Syiah, Yudaisme, dan Kristen. Ini juga memberikan keleluasaan yang lebih strategis bagi kepemimpinan untuk menawar isu-isu agama ini, seperti yang terlihat melalui penekanan yang lebih besar pada penciptaan perdamaian dan toleransi,” kata Diwan.

Tetapi Diwan memperingatkan bahwa toleransi agama yang lebih besar terhadap Yahudi tidak berbanding lurus dnegan penerimaan politik Israel. “Hal ini konsisten dengan upaya untuk meredakan intoleransi beragama terhadap orang Yahudi, secara bertahap mempersiapkan cara pengambilan keputusan politik tentang normalisasi Israel,” katanya.

5. Membuka Wilayah Udara Saudi untuk Israel



Foto/Reuters

Pemerintahan Joe Biden telah mendorong Arab Saudi untuk menormalisasi hubungan dengan Israel, untuk membangun Abraham Accords yang membuat empat negara Arab mengakui negara Yahudi tersebut dalam prestasi kebijakan luar negeri utama untuk Presiden Donald Trump pada tahun 2020.

Arab Saudi membuka wilayah udaranya untuk maskapai Israel untuk pertama kalinya tahun lalu, tetapi bersikeras bahwa normalisasi tidak akan terjadi sebelum negara Palestina didirikan.

Normalisasi terus menjadi tabu di kalangan publik Arab. Jajak pendapat yang dilakukan tahun lalu oleh Arab Center Washington DC menemukan bahwa 84% orang Arab yang disurvei tidak menyetujui pengakuan negara mereka atas Israel. Di Arab Saudi, dukungan untuk normalisasi mencapai 5%.

Elie Podeh, seorang profesor di Departemen Studi Islam dan Timur Tengah di Hebrew University, yang telah mempelajari sistem pendidikan secara ekstensif di wilayah tersebut, mengatakan bahwa perubahan tersebut merupakan bagian dari proses yang sangat panjang dalam membangun perspektif moderat di Saudi.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More