Pemberontakan Taiping, Ambisi Hong Xiuquan yang Mengaku Adik Yesus untuk Menguasai China
Kamis, 02 Maret 2023 - 15:59 WIB
JAKARTA - Pemberontakan Taiping merupakan salah satu satu bentuk pergolakan besar yang terjadi saat era kekuasaan dinasti Qing (Manchu) di China.
Pemberontakan besar ini terjadi pada tahun 1850 hingga 1864. Meski pada akhirnya menemui kegagalan, namun tercatat 20 juta orang menjadi korban jiwanya.
Mengutip laman China Project, Kamis (2/3/2023), Pemberontakan Taiping dipimpin oleh seorang bernama Hong Xiuquan. Dia memproklamirkan dirinya sebagai adik laki-laki dari Yesus.
Dalam riwayatnya, Hong lahir di dekat Guangzhou pada tahun 1814. Dia adalah seorang Hakka, etnis minoritas di negaranya. Saat berusia 20 tahun, dia sempat mengikuti ujian pegawai negeri beberapa kali, namun selalu gagal.
Saat gagal untuk ketiga kalinya, dia tampak berputus asa dan kelelahan. Saat pulang, dia diberikan sebuah pamflet Kristen dari orang yang tak dikenalnya. Tak langsung membacanya, Hong memilih menyimpannya.
Saat tiba di rumah, Hong tampak kelelahan dan sakit demam. Saat tidur, dia mengaku bermimpi telah dikirim dalam misi heroik untuk membebaskan rakyatnya dari penindasan. Dalam mimpinya, ada setan, dewa, dan sosok ayah berjanggut yang mengirimkannya ke misi tersebut.
Setelah terbangun dari mimpinya, dia membaca pamflet Kristen yang diberikan orang misterius sebelumnya. Saat itu juga, dia meyakini bahwa mimpinya memiliki hubungan dengan dunia nyata. Setan di mimpi digambarkan sebagai dinasti Manchu yang telah lama memerintah Tiongkok.
Kemudian, sosok ayah berjanggut adalah Tuhan, sementara dewa yang memberinya senjata untuk pertempuran adalah kakak laki-lakinya yang dianggap sebagai Yesus.
Pada akhirnya, Hong mencoba mengikuti instruksi dari ayah dalam mimpinya. Segera dia menuju pegunungan Guangxi dan bergabung dengan komunitas kecil bernama ‘Penyembah Tuhan’.
Dalam waktu singkat, sosoknya yang karismatik bisa memikat banyak orang. Seiring waktu, gerakannya berkembang pesat. Tercatat, sekitar puluhan ribu orang bergabung dengan gerakan tersebut.
Gerakan besar tersebut menarik perhatian dinasti Qing dan menjadikan mereka sebagai ancaman. Pada 1851, Hong mendeklarasikan gerakannya sebagai negara baru bernama Taiping Tianguo.
Pertempuran pertama antara dinasti Qing dan Taiping pun terjadi. Menariknya, tentara Taiping berhasil menang. Momentum besar terjadi saat mereka merebut kota Yuezhou, Hankou, Changsha, hingga Nanjing yang dijadikan ibukota pada 1853.
Pada puncaknya, Taiping berhasil menguasai sepertiga dari jantung China dan sangat berambisi untuk menggulingkan Qing.
Dalam keberlanjutannya, gerakan Hong ini mulai menarik perhatian negara Barat. Akan tetapi, mereka justru berbuat sebaliknya. Barat justru membantu dinasti Qing untuk merebut kembali apa yang telah ditaklukan Taiping.
Pada Mei 1864, Hong Xiuquan ditemukan tewas. Dia diyakini telah diracun, meski belum jelas apakah karena bunuh diri atau memang dibunuh. Setelahnya Nanjing terus dikepung dan jatuh dalam beberapa bulan.
Pasca penaklukan, pemberontak Taiping dibantai. Putra Hong yang menjadi penerus juga turut dieksekusi. Perkiraannya cukup bervariasi, namun diyakini bahwa ada 20 hingga 70 juta nyawa yang melayang akibat konflik tersebut.
Pemberontakan besar ini terjadi pada tahun 1850 hingga 1864. Meski pada akhirnya menemui kegagalan, namun tercatat 20 juta orang menjadi korban jiwanya.
Mengutip laman China Project, Kamis (2/3/2023), Pemberontakan Taiping dipimpin oleh seorang bernama Hong Xiuquan. Dia memproklamirkan dirinya sebagai adik laki-laki dari Yesus.
Dalam riwayatnya, Hong lahir di dekat Guangzhou pada tahun 1814. Dia adalah seorang Hakka, etnis minoritas di negaranya. Saat berusia 20 tahun, dia sempat mengikuti ujian pegawai negeri beberapa kali, namun selalu gagal.
Saat gagal untuk ketiga kalinya, dia tampak berputus asa dan kelelahan. Saat pulang, dia diberikan sebuah pamflet Kristen dari orang yang tak dikenalnya. Tak langsung membacanya, Hong memilih menyimpannya.
Saat tiba di rumah, Hong tampak kelelahan dan sakit demam. Saat tidur, dia mengaku bermimpi telah dikirim dalam misi heroik untuk membebaskan rakyatnya dari penindasan. Dalam mimpinya, ada setan, dewa, dan sosok ayah berjanggut yang mengirimkannya ke misi tersebut.
Setelah terbangun dari mimpinya, dia membaca pamflet Kristen yang diberikan orang misterius sebelumnya. Saat itu juga, dia meyakini bahwa mimpinya memiliki hubungan dengan dunia nyata. Setan di mimpi digambarkan sebagai dinasti Manchu yang telah lama memerintah Tiongkok.
Kemudian, sosok ayah berjanggut adalah Tuhan, sementara dewa yang memberinya senjata untuk pertempuran adalah kakak laki-lakinya yang dianggap sebagai Yesus.
Pada akhirnya, Hong mencoba mengikuti instruksi dari ayah dalam mimpinya. Segera dia menuju pegunungan Guangxi dan bergabung dengan komunitas kecil bernama ‘Penyembah Tuhan’.
Dalam waktu singkat, sosoknya yang karismatik bisa memikat banyak orang. Seiring waktu, gerakannya berkembang pesat. Tercatat, sekitar puluhan ribu orang bergabung dengan gerakan tersebut.
Gerakan besar tersebut menarik perhatian dinasti Qing dan menjadikan mereka sebagai ancaman. Pada 1851, Hong mendeklarasikan gerakannya sebagai negara baru bernama Taiping Tianguo.
Pertempuran pertama antara dinasti Qing dan Taiping pun terjadi. Menariknya, tentara Taiping berhasil menang. Momentum besar terjadi saat mereka merebut kota Yuezhou, Hankou, Changsha, hingga Nanjing yang dijadikan ibukota pada 1853.
Pada puncaknya, Taiping berhasil menguasai sepertiga dari jantung China dan sangat berambisi untuk menggulingkan Qing.
Dalam keberlanjutannya, gerakan Hong ini mulai menarik perhatian negara Barat. Akan tetapi, mereka justru berbuat sebaliknya. Barat justru membantu dinasti Qing untuk merebut kembali apa yang telah ditaklukan Taiping.
Pada Mei 1864, Hong Xiuquan ditemukan tewas. Dia diyakini telah diracun, meski belum jelas apakah karena bunuh diri atau memang dibunuh. Setelahnya Nanjing terus dikepung dan jatuh dalam beberapa bulan.
Pasca penaklukan, pemberontak Taiping dibantai. Putra Hong yang menjadi penerus juga turut dieksekusi. Perkiraannya cukup bervariasi, namun diyakini bahwa ada 20 hingga 70 juta nyawa yang melayang akibat konflik tersebut.
(ian)
tulis komentar anda