Relatif sedikit, warga Mali yang mengungsi akibat invasi militer
Jum'at, 25 Januari 2013 - 23:48 WIB

Relatif sedikit, warga Mali yang mengungsi akibat invasi militer
A
A
A
Sindonews.com – Tiga pekan setelah Perancis melancarkan invasi militer ke Mali, jumlah warga Mali yang meninggalkan rumah mereka untuk mencari perlindungan terbilang kecil.
Komisaris Uni Eropa untuk urusan kemanusiaan, Kristalina Georgieva mengatakan, telah terjadi kurang dari 10 ribu perpindahan baru sejak 10 Januari silam, saat serangan udara pertama Perancis menghantam basis kaum pemberontak di sebelah utara Mali.
“Dibandingkan dengan 360 ribu warga yang harus mengungsi pada 2012 silam, jumlah pengungsi saat ini relatif kecil,” ujar Georgieva, Jumat (25/1/2013).
Tahun lalu Mali menghadapi tiga krisis besar, yakni kekurangan makanan, ketegangan politik usai terjadinya kudeta pada Maret 2011, dan konflik di wilayah utara setelah kelompok garis keras Islam mengambil alih kota-kota besar dan memberlakukan hukum Islam.
“Serangan militer untuk merebut kembali wilayab utara Mali, ternyata tidak menyebabkan peningkatan besar, baik dalam kebutuhan makanan atau arus pengungsi," lanjut Georgieva.
Namun ia memperingatkan, bahwa situasi bisa saja memburuk. Menurutnya, sudah ada tanda-tanda harga pangan dan bahan bakar meningkat. “Oleh karena itu, sangat penting bahwa penguasa militer memastikan akses cepat ke utara bagi kelompok kemanusiaan yang bekerja dengan orang-orang di sana,” tambahnya.
"Kami tidak mencari bantuan militer untuk memberikan bantuan pangan. Kami ingin para pekerja kemanusiaan untuk melakukan hal ini,” kata Georgieva.
Komisaris Uni Eropa untuk urusan kemanusiaan, Kristalina Georgieva mengatakan, telah terjadi kurang dari 10 ribu perpindahan baru sejak 10 Januari silam, saat serangan udara pertama Perancis menghantam basis kaum pemberontak di sebelah utara Mali.
“Dibandingkan dengan 360 ribu warga yang harus mengungsi pada 2012 silam, jumlah pengungsi saat ini relatif kecil,” ujar Georgieva, Jumat (25/1/2013).
Tahun lalu Mali menghadapi tiga krisis besar, yakni kekurangan makanan, ketegangan politik usai terjadinya kudeta pada Maret 2011, dan konflik di wilayah utara setelah kelompok garis keras Islam mengambil alih kota-kota besar dan memberlakukan hukum Islam.
“Serangan militer untuk merebut kembali wilayab utara Mali, ternyata tidak menyebabkan peningkatan besar, baik dalam kebutuhan makanan atau arus pengungsi," lanjut Georgieva.
Namun ia memperingatkan, bahwa situasi bisa saja memburuk. Menurutnya, sudah ada tanda-tanda harga pangan dan bahan bakar meningkat. “Oleh karena itu, sangat penting bahwa penguasa militer memastikan akses cepat ke utara bagi kelompok kemanusiaan yang bekerja dengan orang-orang di sana,” tambahnya.
"Kami tidak mencari bantuan militer untuk memberikan bantuan pangan. Kami ingin para pekerja kemanusiaan untuk melakukan hal ini,” kata Georgieva.
(esn)