AS Dituding Ingin Habisi Bos Wikileaks Julian Assange
A
A
A
LONDON - Amerika Serikat (AS) berencana untuk menculik dan mungkin membunuh bos WikiLeaks, Julian Assange, ketika ia bersembunyi di kedutaan Ekuador di London, Inggris. Aksi pembunuhan itu rencananya terlihat seperti kecelakaan.
Hal itu diungkapkan oleh pengacara pendiri situs pembocor rahasia itu dalam sidang ekstradisinya minggu ini.
Dalam sebuah laporan, pengacara Assange menyebut mata-mata AS bekerja sama dengan UC Global, sebuah perusahaan Spanyol yang dikontrak oleh Ekuador untuk menyediakan fasilitas keamanan di kedutaan, untuk membantu menanam alat pengawasan rahasia terhadap Assange. Tudingan tanpa bukti itu dilontarkan pengacara Assange pada sidang ekstradisi di London pada awal pekan ini, menurut laporan.
Telegraph melaporkan, Assange bahkan direkam saat bertemu dengan tim hukumnya. Ia bahkan menjadi sangat putus asa terkait pengawasan terhadapnya yang konstan sehingga ia mulai tidur di tenda di dalam kamarnya.
Itu adalah bagian dari dugaan komplotan yang merencanakan akhir yang mengerikan bagir peretas yang dituduh membahayakan nyawa karena telah membocorkan rahasia dan kabel diplomatik AS.
"Ada pembicaraan tentang apakah harus ada langkah-langkah yang lebih ekstrem yang direncanakan, seperti menculik atau meracuni Julian Assange di kedutaan," kata pengacara Assange, Edward Fitzgerald, kepada pengadilan, menurut Daily Mail seperti dikutip dari New York Post, Rabu (26/2/2020).
Laporan itu juga menyatakan bahwa pemilik UC Global, David Morales, diekspos oleh seorang whistleblower Iberia yang hanya dikenal sebagai "Witness Two." (Baca: Perusahaan Keamanan Spanyol Mata-matai Assange di Kedubes Ekuador untuk CIA )
"Witness Two mengungkapkan bahwa Morales mengatakan orang Amerika putus asa dan bahkan menyarankan tindakan yang lebih ekstrem dapat diterapkan terhadap tamu untuk mengakhiri situasi," kata Fitzgerald kepada pengadilan.
"Morales secara aktif bekerja dengan sisi gelap - dengan kata lain, badan intelijen AS," klaim Fitzgerald, menurut laporan itu.
"Disarankan bahwa pintu kedutaan bisa dibiarkan terbuka untuk membuat penculikan terlihat seperti kecelakaan," klaim pengacara Assange lagi.
Assange memasuki kedutaan Ekuador di London, Inggris, pada 2012 untuk menghindari ekstradisi ke Swedia atas tuduhan pelanggaran seks, yang akhirnya dibatalkan.
Ia tetap berada di sana setelah AS mengenakan 18 dakwaan terhadapnya atas penerbitan ratusan ribu dokumen rahasia, yang menurut tim hukumnya bisa membuatnya dijatuhi hukuman 175 tahun penjara. (Baca: AS Jerat Assange dengan 17 Dakwaan Spionase )
Ekuador akhirnya mengusirnya keluar dari kedutaan April lalu dan Assange segera ditangkap oleh polisi Inggris yang siap untuk melaksanakan sidang ekstradisi yang akhirnya dimulai Senin. (Baca: Terancam Diekstradisi ke AS, Assange Dijerat dengan Dakwaan Konspirasi )
Assange menyaksikan langsung proses persidangan, di mana ia dibawa dari Penjara Belmarsh.
Sidang akan ditunda pada akhir minggu dan dilanjutkan pada bulan Mei untuk menghadirkan barang bukti di persidangan selama tiga minggu. Keputusan tentang kasus ini diharapkan tidak akan memakan waktu selama berbulan-bulan.
Hal itu diungkapkan oleh pengacara pendiri situs pembocor rahasia itu dalam sidang ekstradisinya minggu ini.
Dalam sebuah laporan, pengacara Assange menyebut mata-mata AS bekerja sama dengan UC Global, sebuah perusahaan Spanyol yang dikontrak oleh Ekuador untuk menyediakan fasilitas keamanan di kedutaan, untuk membantu menanam alat pengawasan rahasia terhadap Assange. Tudingan tanpa bukti itu dilontarkan pengacara Assange pada sidang ekstradisi di London pada awal pekan ini, menurut laporan.
Telegraph melaporkan, Assange bahkan direkam saat bertemu dengan tim hukumnya. Ia bahkan menjadi sangat putus asa terkait pengawasan terhadapnya yang konstan sehingga ia mulai tidur di tenda di dalam kamarnya.
Itu adalah bagian dari dugaan komplotan yang merencanakan akhir yang mengerikan bagir peretas yang dituduh membahayakan nyawa karena telah membocorkan rahasia dan kabel diplomatik AS.
"Ada pembicaraan tentang apakah harus ada langkah-langkah yang lebih ekstrem yang direncanakan, seperti menculik atau meracuni Julian Assange di kedutaan," kata pengacara Assange, Edward Fitzgerald, kepada pengadilan, menurut Daily Mail seperti dikutip dari New York Post, Rabu (26/2/2020).
Laporan itu juga menyatakan bahwa pemilik UC Global, David Morales, diekspos oleh seorang whistleblower Iberia yang hanya dikenal sebagai "Witness Two." (Baca: Perusahaan Keamanan Spanyol Mata-matai Assange di Kedubes Ekuador untuk CIA )
"Witness Two mengungkapkan bahwa Morales mengatakan orang Amerika putus asa dan bahkan menyarankan tindakan yang lebih ekstrem dapat diterapkan terhadap tamu untuk mengakhiri situasi," kata Fitzgerald kepada pengadilan.
"Morales secara aktif bekerja dengan sisi gelap - dengan kata lain, badan intelijen AS," klaim Fitzgerald, menurut laporan itu.
"Disarankan bahwa pintu kedutaan bisa dibiarkan terbuka untuk membuat penculikan terlihat seperti kecelakaan," klaim pengacara Assange lagi.
Assange memasuki kedutaan Ekuador di London, Inggris, pada 2012 untuk menghindari ekstradisi ke Swedia atas tuduhan pelanggaran seks, yang akhirnya dibatalkan.
Ia tetap berada di sana setelah AS mengenakan 18 dakwaan terhadapnya atas penerbitan ratusan ribu dokumen rahasia, yang menurut tim hukumnya bisa membuatnya dijatuhi hukuman 175 tahun penjara. (Baca: AS Jerat Assange dengan 17 Dakwaan Spionase )
Ekuador akhirnya mengusirnya keluar dari kedutaan April lalu dan Assange segera ditangkap oleh polisi Inggris yang siap untuk melaksanakan sidang ekstradisi yang akhirnya dimulai Senin. (Baca: Terancam Diekstradisi ke AS, Assange Dijerat dengan Dakwaan Konspirasi )
Assange menyaksikan langsung proses persidangan, di mana ia dibawa dari Penjara Belmarsh.
Sidang akan ditunda pada akhir minggu dan dilanjutkan pada bulan Mei untuk menghadirkan barang bukti di persidangan selama tiga minggu. Keputusan tentang kasus ini diharapkan tidak akan memakan waktu selama berbulan-bulan.
(ian)