India Gunakan UU Kejam untuk Kurung Para Pemimpin Politik Kashmir
A
A
A
SRINAGAR - India memperpanjang penahanan pada empat pemimpin politik di Kashmir yang telah ditahan otoritas sejak Agustus. Penahanan itu untuk meredam protes setelah New Delhi mencabut status otonomi Kashmir.
"Perintah penahanan terbaru dikeluarkan berdasarkan Undang-undang (UU) Keselamatan Publik (PSA) yang memungkinkan penahanan tanpa dakwaan selama hingga dua tahun," ungkap para pejabat di Srinagar, ibu kota Jammu dan Kashmir.
Empat tokoh itu termasuk dua mantan kepala menteri di Kashmir, Omar Abdullah dan Mehbooba Mufti, serta dua pemimpin partai lokal, Ali Mohmmad Sagar dan Sartaj Madni.
Mereka sebelumnya ditahan berdasarkan UU yang mengizinkan maksimal penahanan enam bulan dan masa penahanan mereka akan segera berakhir.
"UU tidak mengizinkan penahanan pencegahan melebihi enam bulan. Jadi mereka harus dibebaskan atau ditahan berdasarkan PSA," ungkap pejabat kedua di Srinagar secara anonim pada Reuters.
Reuters meminta komentar dari Kementerian Dalam Negeri India tapi belum mendapat jawaban.
Kementerian Dalam Negeri India sebelumnya menginformasikan pada parlemen bahwa 389 orang di Kashmir telah ditahan berdasarkan PSA sejak Agustus tahun lalu.
Beberapa orang itu berada dalam tahanan rumah dan sejumlah orang lainnya ditahan di tempat lain yang tak diketahui pasti.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) menyebut PSA sebagai "hukum tanpa hukum."
"Perintah penahanan terbaru dikeluarkan berdasarkan Undang-undang (UU) Keselamatan Publik (PSA) yang memungkinkan penahanan tanpa dakwaan selama hingga dua tahun," ungkap para pejabat di Srinagar, ibu kota Jammu dan Kashmir.
Empat tokoh itu termasuk dua mantan kepala menteri di Kashmir, Omar Abdullah dan Mehbooba Mufti, serta dua pemimpin partai lokal, Ali Mohmmad Sagar dan Sartaj Madni.
Mereka sebelumnya ditahan berdasarkan UU yang mengizinkan maksimal penahanan enam bulan dan masa penahanan mereka akan segera berakhir.
"UU tidak mengizinkan penahanan pencegahan melebihi enam bulan. Jadi mereka harus dibebaskan atau ditahan berdasarkan PSA," ungkap pejabat kedua di Srinagar secara anonim pada Reuters.
Reuters meminta komentar dari Kementerian Dalam Negeri India tapi belum mendapat jawaban.
Kementerian Dalam Negeri India sebelumnya menginformasikan pada parlemen bahwa 389 orang di Kashmir telah ditahan berdasarkan PSA sejak Agustus tahun lalu.
Beberapa orang itu berada dalam tahanan rumah dan sejumlah orang lainnya ditahan di tempat lain yang tak diketahui pasti.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) menyebut PSA sebagai "hukum tanpa hukum."
(sfn)