Brexit, Uni Eropa Terpukul dan Warga Inggris Cemas

Sabtu, 01 Februari 2020 - 08:20 WIB
Brexit, Uni Eropa Terpukul...
Brexit, Uni Eropa Terpukul dan Warga Inggris Cemas
A A A
LONDON - Inggris memasuki era baru. Negara dengan penduduk 66 juta jiwa pada 2017 itu akhirnya meninggalkan Uni Eropa(UE), atau dikenal dengan Brexit, hari ini.

Inggris menjadi negara pertama dari 28 negara anggota yang keluar dari UE sejak 1973. Perdana Menteri (PM) Boris Johnson berjanji akan membawa Inggris menuju masa depan yang lebih cerah. Namun, sebagian masyarakat Inggris dirundung kecemasan dan memprediksi Brexit hanya akan bertahan 10 tahun.

Demi menghargai masyarakat Inggris yang menolak Brexit, Pemerintah Inggris tidak akan menggelar perayaan resmi. “Tugas kami sebagai pemerintah adalah mempersatukan negeri ini. Ini bukanlah sebuah akhir, melainkan awal. Ini adalah momen untuk kami memulai kehidupan baru,” kata Boris, dikutip Reuters.

Meski resmi keluar, masyarakat Inggris tidak akan merasakan perbedaan signifikan. Sebab, Inggris dan UE akan terhubung seperti sebelumnya selama masa transisi sampai akhir tahun ini. Selama itu pula kedua belah pihak akan berdiskusi tentang masa depan hubungan. Sampai tenggat waktu tiba, masyarakat Inggris bebas memasuki negara UE.

Proses Brexit menimbulkan guncangan hebat di Eropa. Meski Inggris terkenal sering menolak proyek UE, termasuk mata uang tunggal dan pembebasan akses di Schengen, keputusan untuk meninggalkan UE berada di luar perkiraan banyak orang. Brexit telah memicu perpecahan dan kekisruhan politik di London.

Sedikitnya dua PM telah lengser akibat Brexit, dari David Cameron hingga Theresa May. Cameron lengser sesaat setelah hasil referendum diumumkan pada Juni 2016. May lalu datang menggantikan Cameron. Bagai manapun, upaya keras yang dilakukan May agar Inggris dan UE tetap “bersatu” selalu gagal.

Parlemen Inggris menolak mentah-mentah kesepakatan Brexit yang diajukan May sebanyak dua kali. Proposal itu tumbang dengan hasil suara 432 berbanding 202. Selisih 230 itu menjadi kekalahan terbesar di badan pemerintahan Inggris sejak 1924. Saat itu pula masa depan karier politik May ada di ambang batas.

Saat itu May menyatakan akan memberikan waktu kepada House of Commons untuk memutuskan masa depannya. Namun, dia mendesak anggota eksekutif Inggris untuk menetapkan keputusan berdasarkan kepentingan rakyat yang banyak memilih meninggalkan UE. Elite politik Inggris pun merasa dilematis.

Anggota konservatif Houseof Commons yang mendukung Brexit juga mengalami polemik. Mereka tidak menyukai kesepakatan yang ditekan May dan UE sehingga memberikan suara negatif. Namun, mereka juga tidak ingin Inggris jatuh ke tangan oposisi pimpinan Jeremy Corbyn dan sempat memperjuangkan May.

Komisi Eropa sebelumnya menyatakan UE akan menolak setiap perubahan di dalam kesepakatan. Politisi kepercayaan May juga menyatakan negosiasi ulang akan berakhir dengan sia-sia. Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk, menyatakan solusi terbaik untuk menyelesaikan kebuntuan ialah dengan membatalkan Brexit.

Sebagian anggota parlemen dan masyarakat Inggris meyakini pilihan terbaik bagi Inggris ialah tetap berada di UE atau setidaknya kembali menggelar referendum kedua. Pandangan itu juga diungkapkan kelompok kecil oposisi, Partai Nasional Skotlandia. Namun, mereka ingin terlebih dulu digelar pemilu baru.

Dewan Eropa pun mendesak Pemerintah Inggris untuk membuat kepastian solid. “Kami akan terus mempersiapkan diri terhadap segala keputusan yang akan diambil Inggris, termasuk skenario tanpa kesepakatan. Kami tidak ingin itu terjadi, tapi situasi ini membuat semuanya menjadi tidak teratur,” kata Tusk.

Berdasarkan perhitungan resmi hasil referendum, sebagian besar warga Skotlandia dan Irlandia Utara memilih Inggris tetap berada di UE, sedangkan sebagian besar warga Inggris dan Wales memilih Brexit. London menjadi salah satu kota pro-UE mengingat warga London berasal dari berbagai negara.

Inggris dan UE akan menelan kerugian ekonomi. Sebab, Inggris bukan hanya pasar bebas utama seluruh anggota UE, tapi juga anggota yang memiliki hak veto di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pemilik senjata nuklir. Dibidang ekonomi, UE akan kehilangan sekitar seperenam dari output ekonomi.

Politisi Eropa tampak muram dengan peristiwa ini. “Ini seperti hari yang menyedihkan bagi Eropa,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Frank Walter Steinmeier. “Mohon katakan kepada saya bahwa saya masih tertidur dan semua ini hanya mimpi buruk belaka,” tambah mantan PM Finlandia, Alexander Stubb.
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1311 seconds (0.1#10.140)