Thailand Tahan Istri dan Anak Pemimpin Pemberontak Rohingya

Jum'at, 06 Desember 2019 - 21:26 WIB
Thailand Tahan Istri...
Thailand Tahan Istri dan Anak Pemimpin Pemberontak Rohingya
A A A
BANGKOK - Otoritas Thailand telah menahan istri dan anak-anak seorang komandan tertinggi Tentara Pembebasan Arakan Rohingya (ARSA), kelompok pemberontak di Rakhine Myanmar. Hal itu diungkapkan oleh para pejabat Thailand.

Hnin Zar Phyu (38) istri Mayor Jenderal Tun Myat Naing (41) dan putri mereka Saw Pyae Shun (11) dan putranya berusia 11 bulan, Myat Lin Zan, ditangkap pada hari Rabu di Chiang Mai, sebuah kota di utara Thailand yang telah lama menjadi tempat perlindungan bagi para pembangkang dari Myanmar, dan didakwa dengan masuk secara ilegal.

Pejabat Thailand telah mengkonfirmasi bahwa Hnin Zar Phyu dan anak-anaknya ditahan di kantor imigrasi di distrik Mae Sai di provinsi Chiang Rai, perbatasan utama yang melintasi perbatasan Thailand-Myanmar di Thailand utara.

"Kami sedang menyelidiki kasusnya dan mereka masih di Thailand," kata seorang pejabat imigrasi Thailand, yang tidak ingin disebutkan namanya karena ia tidak berwenang berbicara kepada media, kepada Reuters, Jumat (6/12/2019).

"Dia didakwa masuk secara ilegal karena pihak berwenang Myanmar telah mencabut paspornya," imbuhnya.

Seorang aktivis Rakhine mengatakan bahwa ia sangat prihatin dengan penangkapan Hnin Zar Phyu di Thailand.

"Mereka seharusnya tidak menangkap dan mendeportasinya ke pihak berwenang Myanmar karena terbukti bahwa dia akan ditangkap, dipenjara, dan dianiaya di Myanmar," kata Nyi Nyi Lwin, kepala Pusat Informasi Arakan.

"Menangkap istri Tun Myat Naing tidak terlalu baik dan itu akan menciptakan lebih banyak konflik antara orang-orang Rakhine dan pemerintah dan Myanmar Tatmadaw (tentara). Itu tidak akan pernah berakhir, itu akan terus dan terus,” imbuhnya.

Sementara itu juru bicara pemerintah dan militer Myanmar tidak menjawab panggilan telepon dari Reuters yang meminta komentar.

Sebelumnya pada bulan Juli, otoritas Singapura menangkap dan mendeportasi sekelompok warga negara Myanmar yang memiliki hubungan dengan Tentara Arakan, mengatakan kegiatan mereka menyebabkan "masalah keamanan".

Negara bagian Rakhine, juga dikenal sebagai Arakan, menjadi perhatian global setelah sekitar 730.000 Muslim Rohingya menyeberang ke Bangladesh. Mereka melarikan diri dari penumpasan militer di Myanmar setelah serangan militan pada 2017.

Baru-baru ini, warga sipil di sana terperangkap dalam bentrokan antara militer dan Tentara Arakan, yang sebagian besar direkrut dari mayoritas Buddha Rakhine. Menurut PBB lebih dari 35.000 orang telah terlantar pada tahun ini.

Myanmar telah menunjuk Tentara Arakan sebagai organisasi teroris.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0953 seconds (0.1#10.140)