Enam Negara Eropa Terapkan Barter dengan Iran, Israel Kesal
A
A
A
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu kesal dan mengecam enam anggota Uni Eropa karena menerapkan mekanisme barter dengan Iran. Netanyahu menganggap langkah enam negara Eropa itu telah mendukung penindasan rezim Teheran terhadap rakyatnya sendiri yang sedang memprotes kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Enam negara Eropa yang menerapkan sistem barter dengan Iran adalah Belgia, Denmark, Finlandia, Belanda, Norwegia, dan Swedia.
"Sementara rezim Iran membunuh rakyatnya sendiri, negara-negara Eropa bergegas untuk mendukung rezim yang sangat mematikan itu," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
"Negara-negara Eropa ini harus malu pada diri mereka sendiri," katanya lagi, seperti dikutip ABC, Senin (2/12/2019).
Protes besar pecah di seluruh wilayah Iran pada 15 November lalu. Protes terjadi beberapa jam setelah pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak secara signifikan.
Laporan kematian dan penangkapan demonstran bermunculan setelah pasukan keamanan dikerahkan untuk mengendalikan demonstrasi yang berubah menjadi kekerasan di beberapa daerah. Dalam aksinya, para demonstran membakar beberapa bank, pompa bensin dan kantor polisi.
Kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di London, Amnesty International, mengatakan 161 demonstran dibunuh pasukan keamanan Iran. Namun, Teheran menyatakan klaim jumlah kematian itu berlebihan.
Selain Netanyahu, Kementerian Luar Negeri Israel juga mengeluarkan kecaman terhadap enam negara Eropa yang menerapkan mekanisme barter dengan rezim Teheran.
"Belgia, Denmark, Finlandia, Belanda, Norwegia, dan Swedia tidak mungkin memilih waktu yang lebih buruk," bunyi pernyataan Kmenterian Luar Negeri Israel.
"Ratusan warga Iran yang tidak bersalah yang terbunuh dalam putaran terakhir protes bergulung di kuburan mereka," lanjut kementerian tersebut.
Perjanian nuklir multinasional 2015 telah menetapkan batasan pada program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi oleh Barat. Namun, Amerika Serikat yang ikut menandatangani perjanjian itu keluar secara sepihak atas perintah Presiden Donald Trump pada tahun lalu. AS juga menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran.
"Kami bertanya kepada negara-negara Eropa ini, pesan apa yang Anda kirimkan kepada orang-orang Iran?," sambung Kementerian Luar Negeri Iran.
"Tidakkah akan lebih efektif dan etis untuk menunjuk pejabat rezim yang bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil yang tidak bersalah?."
Enam negara Eropa yang menerapkan sistem barter dengan Iran adalah Belgia, Denmark, Finlandia, Belanda, Norwegia, dan Swedia.
"Sementara rezim Iran membunuh rakyatnya sendiri, negara-negara Eropa bergegas untuk mendukung rezim yang sangat mematikan itu," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.
"Negara-negara Eropa ini harus malu pada diri mereka sendiri," katanya lagi, seperti dikutip ABC, Senin (2/12/2019).
Protes besar pecah di seluruh wilayah Iran pada 15 November lalu. Protes terjadi beberapa jam setelah pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak secara signifikan.
Laporan kematian dan penangkapan demonstran bermunculan setelah pasukan keamanan dikerahkan untuk mengendalikan demonstrasi yang berubah menjadi kekerasan di beberapa daerah. Dalam aksinya, para demonstran membakar beberapa bank, pompa bensin dan kantor polisi.
Kelompok hak asasi manusia yang bermarkas di London, Amnesty International, mengatakan 161 demonstran dibunuh pasukan keamanan Iran. Namun, Teheran menyatakan klaim jumlah kematian itu berlebihan.
Selain Netanyahu, Kementerian Luar Negeri Israel juga mengeluarkan kecaman terhadap enam negara Eropa yang menerapkan mekanisme barter dengan rezim Teheran.
"Belgia, Denmark, Finlandia, Belanda, Norwegia, dan Swedia tidak mungkin memilih waktu yang lebih buruk," bunyi pernyataan Kmenterian Luar Negeri Israel.
"Ratusan warga Iran yang tidak bersalah yang terbunuh dalam putaran terakhir protes bergulung di kuburan mereka," lanjut kementerian tersebut.
Perjanian nuklir multinasional 2015 telah menetapkan batasan pada program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi oleh Barat. Namun, Amerika Serikat yang ikut menandatangani perjanjian itu keluar secara sepihak atas perintah Presiden Donald Trump pada tahun lalu. AS juga menerapkan kembali sanksi terhadap Teheran.
"Kami bertanya kepada negara-negara Eropa ini, pesan apa yang Anda kirimkan kepada orang-orang Iran?," sambung Kementerian Luar Negeri Iran.
"Tidakkah akan lebih efektif dan etis untuk menunjuk pejabat rezim yang bertanggung jawab atas pembunuhan warga sipil yang tidak bersalah?."
(mas)