Masa Depan Perjanjian Nuklir Iran Terancam, Rusia Salahkan AS
Kamis, 07 November 2019 - 05:54 WIB

Masa Depan Perjanjian Nuklir Iran Terancam, Rusia Salahkan AS
A
A
A
MOSKOW - Situasi mengkhawatirkan mengenai kesepakatan nuklir Iran telah muncul karena Amerika Serikat (AS) tidak hanya membuang komitmennya sendiri, tetapi juga menuntut para peserta lain untuk mengikutinya. Demikian yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
"Kami sangat khawatir (oleh situasi atas kesepakatan nuklir Iran), dan alarm ini berkembang bukan hari ini atau kemarin, tetapi pada Mei tahun lalu, ketika Amerika Serikat dengan cara yang menantang menyatakan penarikan dari perjanjian ini," kata Lavrov.
"Amerika Serikat tidak hanya menjatuhkan kewajibannya sendiri, dengan demikian secara kasar melanggar hukum internasional, tetapi agak sombong dan dengan ancaman hukuman dengan cara sanksi melarang semua negara lain di dunia untuk mematuhi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) untuk program nuklir Iran," sambung Lavrov.
"Dengan melakukan itu - dan ini adalah akar penyebab masalah - Washington menuntut mereka untuk tidak melakukan apa pun atas apa yang Iran berhak di bawah JCPOA. Iran diperintahkan untuk mematuhi segala sesuatu tanpa pengecualian tetapi tidak diberi imbalan apa pun," tukasnya seperti dikutip dari TASS, Kamis (7/11/2019).
Masa depan kesepakatan nuklir Iran dipertanyakan setelah penarikan unilateral AS pada 8 Mei 2018 dan Washington menerapkan sanksi ekspor unilateral terhadap Teheran.
Pada Mei 2019, Iran mendeklarasikan fase pertama penangguhan beberapa komitmennya yaitu penangguhan penjualan uranium yang diperkaya selama 60 hari. Pada bulan Juli, Teheran melanjutkan dengan fase kedua penangguhan dengan menyatakan pengayaan uranium di atas 3,67%. Pada bulan September, Iran mendeklarasikan tahap ketiga dalam mengurangi komitmen perjanjian nuklirnya dan mencabut pembatasan dari aktivitas penelitian. Dan pada 6 November, Iran mulai menyuntikkan gas uranium ke sentrifugal di pabrik pengayaan Fordow, yang sebenarnya menandakan awal dari tahap keempat dari pengurangan Teheran dari komitmen perjanjian nuklirnya.Baca Juga: Iran Mulai Suntikkan Uranium ke 1.044 Sentrifugal 6 November, Iran Akan Mulai Memperkaya Uranium Hingga 5%
"Kami sangat khawatir (oleh situasi atas kesepakatan nuklir Iran), dan alarm ini berkembang bukan hari ini atau kemarin, tetapi pada Mei tahun lalu, ketika Amerika Serikat dengan cara yang menantang menyatakan penarikan dari perjanjian ini," kata Lavrov.
"Amerika Serikat tidak hanya menjatuhkan kewajibannya sendiri, dengan demikian secara kasar melanggar hukum internasional, tetapi agak sombong dan dengan ancaman hukuman dengan cara sanksi melarang semua negara lain di dunia untuk mematuhi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) untuk program nuklir Iran," sambung Lavrov.
"Dengan melakukan itu - dan ini adalah akar penyebab masalah - Washington menuntut mereka untuk tidak melakukan apa pun atas apa yang Iran berhak di bawah JCPOA. Iran diperintahkan untuk mematuhi segala sesuatu tanpa pengecualian tetapi tidak diberi imbalan apa pun," tukasnya seperti dikutip dari TASS, Kamis (7/11/2019).
Masa depan kesepakatan nuklir Iran dipertanyakan setelah penarikan unilateral AS pada 8 Mei 2018 dan Washington menerapkan sanksi ekspor unilateral terhadap Teheran.
Pada Mei 2019, Iran mendeklarasikan fase pertama penangguhan beberapa komitmennya yaitu penangguhan penjualan uranium yang diperkaya selama 60 hari. Pada bulan Juli, Teheran melanjutkan dengan fase kedua penangguhan dengan menyatakan pengayaan uranium di atas 3,67%. Pada bulan September, Iran mendeklarasikan tahap ketiga dalam mengurangi komitmen perjanjian nuklirnya dan mencabut pembatasan dari aktivitas penelitian. Dan pada 6 November, Iran mulai menyuntikkan gas uranium ke sentrifugal di pabrik pengayaan Fordow, yang sebenarnya menandakan awal dari tahap keempat dari pengurangan Teheran dari komitmen perjanjian nuklirnya.Baca Juga: Iran Mulai Suntikkan Uranium ke 1.044 Sentrifugal 6 November, Iran Akan Mulai Memperkaya Uranium Hingga 5%
(ian)