AS: Huawei China Terlibat soal Kamp 'Tahanan' Muslim Xinjiang
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuduh perusahaan raksasa teknologi China , Huawei, terlibat dalam pemberlakuan kamp-kamp bagi komunitas Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang. PBB dan para aktivis menyebut kamp-kamp itu sebagai kamp tahanan, namun Beijing membantahnya dan menegaskannya sebagai pusat pendidikan kejuruan.
"Apa yang kami tahu adalah perusahaan seperti Huawei, di dalam negeri turut terlibat di provinsi Xinjiang, di mana saat ini lebih dari satu juta orang berada di dalam kamp pendidikan ulang," kata Wakil Menteri Luar Negeri AS Bidang Siber dan Komunikasi Internasional, Robert L Strayer, Sabtu (10/8/2019).
"Huawei terlibat dalam pusat inovasi bersama, di mana mereka meneken kontrak dengan otoritas keamanan. Jadi, mereka menggunakan asetnya untuk mengawasi warga setempat dan itu dilakukan tidak di bawah payung hukum," ujar Strayer saat melakukan pertemuan dengan para jurnalis Asia Tenggara di Washington, D.C.
Strayer mengakui bahwa pihaknya memiliki kekhwatiran terhadap perusahaan-perusahaan China yang berinvestasi di kawasan Asia Tenggara, khususnya di bidang tekonolgi. Dia khawatir akan muncul Huawei berikutnya.
"Kami memiliki kekhawatiran jika ada struktur pemerintahan yang tidak tepat, data-data itu dapat digunakan untuk tujuan yang buruk," kata Strayer.
Menurutnya, di AS, pemerintah juga bisa melakukan pengawasan terhadap warganya sendiri demi alasan keamanan. Namun, hal itu harus melalui proses hukum, sehingga tidak salah sasaran.
"Jadi, rekam jejak itu membuat kami khawatir atas keterlibatan perusahaan seperti Huawei dan ZTE dalam membangun infrastuktur di negara lain," katanya, mengacu pada rekam jejak Huawei di Xinjiang.
Strayer menegaskan, pihaknya tidak anti-terhadap masyarakat China. Dia mengapresiasi masyarakat China sebagai pekerja keras.
"Tapi struktur pemerintahan yang dipaksakan oleh Partai Komunis China bukan salah satu hal yang memberi kami kepercayaan diri dalam kemampuan markas besar perusahaan untuk melindungi HAM, kami sangat khawatir tentang keterlibatan mereka di negara lain," ujarnya.
"Apa yang kami tahu adalah perusahaan seperti Huawei, di dalam negeri turut terlibat di provinsi Xinjiang, di mana saat ini lebih dari satu juta orang berada di dalam kamp pendidikan ulang," kata Wakil Menteri Luar Negeri AS Bidang Siber dan Komunikasi Internasional, Robert L Strayer, Sabtu (10/8/2019).
"Huawei terlibat dalam pusat inovasi bersama, di mana mereka meneken kontrak dengan otoritas keamanan. Jadi, mereka menggunakan asetnya untuk mengawasi warga setempat dan itu dilakukan tidak di bawah payung hukum," ujar Strayer saat melakukan pertemuan dengan para jurnalis Asia Tenggara di Washington, D.C.
Strayer mengakui bahwa pihaknya memiliki kekhwatiran terhadap perusahaan-perusahaan China yang berinvestasi di kawasan Asia Tenggara, khususnya di bidang tekonolgi. Dia khawatir akan muncul Huawei berikutnya.
"Kami memiliki kekhawatiran jika ada struktur pemerintahan yang tidak tepat, data-data itu dapat digunakan untuk tujuan yang buruk," kata Strayer.
Menurutnya, di AS, pemerintah juga bisa melakukan pengawasan terhadap warganya sendiri demi alasan keamanan. Namun, hal itu harus melalui proses hukum, sehingga tidak salah sasaran.
"Jadi, rekam jejak itu membuat kami khawatir atas keterlibatan perusahaan seperti Huawei dan ZTE dalam membangun infrastuktur di negara lain," katanya, mengacu pada rekam jejak Huawei di Xinjiang.
Strayer menegaskan, pihaknya tidak anti-terhadap masyarakat China. Dia mengapresiasi masyarakat China sebagai pekerja keras.
"Tapi struktur pemerintahan yang dipaksakan oleh Partai Komunis China bukan salah satu hal yang memberi kami kepercayaan diri dalam kemampuan markas besar perusahaan untuk melindungi HAM, kami sangat khawatir tentang keterlibatan mereka di negara lain," ujarnya.
(mas)