Kashmir Bergejolak, Ulama Iran Kirim Peringatan ke India
A
A
A
TEHERAN - Seorang ulama Iran mengutuk keputusan pemerintah India yang melucuti status konstitusional Kashmir dengan menyebutnya sebagai langkah "menjengkelkan." Ia lantas memperingatkan pemerintah India terhadap penggunaan kekuatan berlebihan terhadap kelompok Muslim di sana.
"Kami mendesak pemerintah India untuk menahan diri dari perlakuan keras terhadap Muslim karena itu tidak akan menjadi kepentingan maupun kepentingan kawasan," kata Ayatollah Mohammad Ali Movahedi Kermani seperti dikutip dari Press TV, Sabtu (10/8/2019).
Pada hari Senin, Presiden India mencabut Pasal 370 konstitusi negara itu, yang menjamin hak-hak khusus untuk wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim, termasuk hak untuk konstitusi dan otonomi sendiri dalam membuat undang-undang tentang semua masalah, kecuali pertahanan, komunikasi dan urusan luar negeri.
India kemudian mengirim ribuan pasukan tambahan ke wilayah Himalaya yang disengketakan, menyatakan jam malam yang ketat, menutup telekomunikasi dan internet, serta menangkap para pemimpin politik serta juru kampanye pro-kemerdekaan.
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, mengecam langkah "ilegal" India terhadap Kashmir, bersumpah untuk menentang keputusan itu, termasuk di Dewan Keamanan PBB. Khan mengatakan langkah itu melanggar hukum internasional, menambahkan bahwa dia takut terjadi pembersihan etnis oleh India.
Sementara itu, sekitar 8.000 pemrotes Pakistan melakukan demonstrasi di Islamabad pada hari Jumat mengecam langkah New Delhi untuk melepaskan Kashmir yang dikuasai India dengan status konstitusional khusus.
Pihak berwenang dilaporkan mengerahkan sekitar 2.000 polisi dan pasukan keamanan, dan tidak mengizinkan para pengunjuk rasa mendekati Kedutaan Besar India.
Kashmir telah terpecah antara India dan Pakistan sejak pemisahan mereka pada tahun 1947. Kedua negara mengklaim seluruh wilayah Kashmir dan telah berperang tiga kali di wilayah tersebut.
India secara teratur menuduh Pakistan mempersenjatai dan melatih gerilyawan serta mengizinkan mereka melintasi perbatasan. Namun Pakistan menolak tuduhan itu.
Hubungan India-Pakistan memanas pada Februari lalu ketika lebih dari 40 paramiliter India tewas dalam serangan bom di Kashmir. New Delhi menyalahkan gerilyawan yang bermarkas di Pakistan, tetapi Islamabad membantah terlibat.
"Kami mendesak pemerintah India untuk menahan diri dari perlakuan keras terhadap Muslim karena itu tidak akan menjadi kepentingan maupun kepentingan kawasan," kata Ayatollah Mohammad Ali Movahedi Kermani seperti dikutip dari Press TV, Sabtu (10/8/2019).
Pada hari Senin, Presiden India mencabut Pasal 370 konstitusi negara itu, yang menjamin hak-hak khusus untuk wilayah Kashmir yang mayoritas penduduknya Muslim, termasuk hak untuk konstitusi dan otonomi sendiri dalam membuat undang-undang tentang semua masalah, kecuali pertahanan, komunikasi dan urusan luar negeri.
India kemudian mengirim ribuan pasukan tambahan ke wilayah Himalaya yang disengketakan, menyatakan jam malam yang ketat, menutup telekomunikasi dan internet, serta menangkap para pemimpin politik serta juru kampanye pro-kemerdekaan.
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, mengecam langkah "ilegal" India terhadap Kashmir, bersumpah untuk menentang keputusan itu, termasuk di Dewan Keamanan PBB. Khan mengatakan langkah itu melanggar hukum internasional, menambahkan bahwa dia takut terjadi pembersihan etnis oleh India.
Sementara itu, sekitar 8.000 pemrotes Pakistan melakukan demonstrasi di Islamabad pada hari Jumat mengecam langkah New Delhi untuk melepaskan Kashmir yang dikuasai India dengan status konstitusional khusus.
Pihak berwenang dilaporkan mengerahkan sekitar 2.000 polisi dan pasukan keamanan, dan tidak mengizinkan para pengunjuk rasa mendekati Kedutaan Besar India.
Kashmir telah terpecah antara India dan Pakistan sejak pemisahan mereka pada tahun 1947. Kedua negara mengklaim seluruh wilayah Kashmir dan telah berperang tiga kali di wilayah tersebut.
India secara teratur menuduh Pakistan mempersenjatai dan melatih gerilyawan serta mengizinkan mereka melintasi perbatasan. Namun Pakistan menolak tuduhan itu.
Hubungan India-Pakistan memanas pada Februari lalu ketika lebih dari 40 paramiliter India tewas dalam serangan bom di Kashmir. New Delhi menyalahkan gerilyawan yang bermarkas di Pakistan, tetapi Islamabad membantah terlibat.
(ian)