China Puji Kamp untuk Muslim Xinjiang sebagai Pionir
A
A
A
BEIJING - Para pejabat China di wilayah Xinjiang memuji kebijakan pembekalan pendidikan dan keterampilan kerja di kamp-kamp tempat para minoritas Muslim ditempatkan. Mereka menyebut kebijakan penempatan minoritas Muslim di kamp-kamp itu sebagai pionir karena 90 persen lulusannya kini mendapatkan pekerjaan.
Menurut mereka, banyak warga yang sukses meneken kontrak kerja dengan perusahaan lokal setelah keluar dari kamp-kamp di Xinjiang.
Amerika Serikat (AS), kelompok hak asasi manusia dan analis independen memperkirakan sekitar 1 juta Muslim telah ditahan secara sewenang-wenang di kamp-kamp interniran Xinjiang yang dijaga ketat. Namun, oleh pemerintah China kamp-kamp it merupakan pusat pelatihan kejuruan.
Wilayah Xinjiang adalah rumah bagi komunitas Uighur, Kazakh, dan kelompok etnik minoritas Muslim lainnya.
Gubernur Uighur Xinjiang, Shohrat Zakir, menolak memberikan angka bagi orang-orang yang disebutnya "siswa" di dalam pusat-pusat pelatihan itu selama menggelar konferensi pers. Zakir membela fasilitas-fasilitas itu sebagai pendekatan yang efektif dan kebijakan pionir dalam kontraterorisme.
"Sebagian besar lulusan dari pusat pelatihan kejuruan telah diintegrasikan kembali ke masyarakat," kata Zakir. "Lebih dari 90 persen lulusan telah menemukan pekerjaan yang memuaskan dengan pendapatan yang baik," ujarnya seperti dikutip AP, Selasa (30/7/2019).
Wakil Pemimpin Xinjiang, Alken Tuniaz, mengatakan laporan perihal penganiayaan di kamp-kamp tersebut dibuat oleh beberapa negara dan media.
Namun, mantan tahanan dan anggota keluarga mereka mengatakan dalam wawancara dengan AP bahwa pusat-pusat pendidikan menyerupai penjara, di mana mereka dipaksa untuk melepaskan keyakinan mereka dan bersumpah setia kepada Partai Komunis China yang berkuasa. Mereka mengaku dipaksa tunduk pada indoktrinasi politik dan sering tidak mengerti mengapa mereka ditahan di fasilitas tersebut.
Para warga Uighur dan Kazakh yang melarikan diri ke luar negeri mengatakan menumbuhkan janggut yang terlalu panjang adalah tindakan yang mungkin membuat seseorang di bawah ke tahanan.
Mereka juga mengatakan kepada AP bahwa beberapa tahanan dipaksa bekerja di pabrik. Mereka dibawa ke kantor pemerintah dan menyerahkan kontrak kerja selama enam bulan hingga lima tahun di sebuah pabrik yang jauh, yang harus mereka tandatangani. Kesaksian itu diberikan seorang mantan tahanan dengan syarat anonim.
Tuniaz mengatakan pusat-pusat itu melindungi kebebasan orang-orang dengan memungkinkan mereka untuk "meminta waktu istirahat" dan "secara teratur pulang". Sementara orang-orang di dalam pusat itu tidak diizinkan untuk mempraktikkan agama mereka selama "masa studi", mereka dapat melanjutkan kegiatan yang berkaitan dengan iman mereka saat mereka di rumah.
Para pejabat Xinjiang tidak membahas apakah program itu bersifat sukarela atau seberapa sering orang-orang diizinkan pulang ke rumah.
Setelah kecaman internasional dan pelaporan yang meluas tentang pusat-pusat penahanan itu, China mulai mengatur perjalanan yang sangat koreografi ke Xinjiang untuk jurnalis dan pejabat asing. Awal bulan ini, utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari 37 negara termasuk Korea Utara, Suriah dan beberapa negara mayoritas Muslim, menandatangani surat yang mendukung kebijakan kamp-kamp Xinjiang dan memuji catatan hak asasi manusia China.
Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia, menyebut Zakir sebagai "mikrofon politik" yang digunakan oleh Beijing untuk menyebarkan penipuan.
"Pernyataan Shohrat Zakir benar-benar mendistorsi realitas penganiayaan sistematis yang dialami warga Uighur di China," kata Raxit.
Koordinator Kontraterorisme Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Nathan Sales, mengatakan dalam wawancara bulan ini dengan Radio Free Asia (RFA) bahwa penahanan Muslim di Xinjiang tidak ada hubungannya dengan terorisme.
"Mereka berusaha untuk menghilangkan identitas etnik, bahasa, budaya dan agama dari orang-orang yang telah ditargetkan," kata Sales kepada RFA.
Menurut mereka, banyak warga yang sukses meneken kontrak kerja dengan perusahaan lokal setelah keluar dari kamp-kamp di Xinjiang.
Amerika Serikat (AS), kelompok hak asasi manusia dan analis independen memperkirakan sekitar 1 juta Muslim telah ditahan secara sewenang-wenang di kamp-kamp interniran Xinjiang yang dijaga ketat. Namun, oleh pemerintah China kamp-kamp it merupakan pusat pelatihan kejuruan.
Wilayah Xinjiang adalah rumah bagi komunitas Uighur, Kazakh, dan kelompok etnik minoritas Muslim lainnya.
Gubernur Uighur Xinjiang, Shohrat Zakir, menolak memberikan angka bagi orang-orang yang disebutnya "siswa" di dalam pusat-pusat pelatihan itu selama menggelar konferensi pers. Zakir membela fasilitas-fasilitas itu sebagai pendekatan yang efektif dan kebijakan pionir dalam kontraterorisme.
"Sebagian besar lulusan dari pusat pelatihan kejuruan telah diintegrasikan kembali ke masyarakat," kata Zakir. "Lebih dari 90 persen lulusan telah menemukan pekerjaan yang memuaskan dengan pendapatan yang baik," ujarnya seperti dikutip AP, Selasa (30/7/2019).
Wakil Pemimpin Xinjiang, Alken Tuniaz, mengatakan laporan perihal penganiayaan di kamp-kamp tersebut dibuat oleh beberapa negara dan media.
Namun, mantan tahanan dan anggota keluarga mereka mengatakan dalam wawancara dengan AP bahwa pusat-pusat pendidikan menyerupai penjara, di mana mereka dipaksa untuk melepaskan keyakinan mereka dan bersumpah setia kepada Partai Komunis China yang berkuasa. Mereka mengaku dipaksa tunduk pada indoktrinasi politik dan sering tidak mengerti mengapa mereka ditahan di fasilitas tersebut.
Para warga Uighur dan Kazakh yang melarikan diri ke luar negeri mengatakan menumbuhkan janggut yang terlalu panjang adalah tindakan yang mungkin membuat seseorang di bawah ke tahanan.
Mereka juga mengatakan kepada AP bahwa beberapa tahanan dipaksa bekerja di pabrik. Mereka dibawa ke kantor pemerintah dan menyerahkan kontrak kerja selama enam bulan hingga lima tahun di sebuah pabrik yang jauh, yang harus mereka tandatangani. Kesaksian itu diberikan seorang mantan tahanan dengan syarat anonim.
Tuniaz mengatakan pusat-pusat itu melindungi kebebasan orang-orang dengan memungkinkan mereka untuk "meminta waktu istirahat" dan "secara teratur pulang". Sementara orang-orang di dalam pusat itu tidak diizinkan untuk mempraktikkan agama mereka selama "masa studi", mereka dapat melanjutkan kegiatan yang berkaitan dengan iman mereka saat mereka di rumah.
Para pejabat Xinjiang tidak membahas apakah program itu bersifat sukarela atau seberapa sering orang-orang diizinkan pulang ke rumah.
Setelah kecaman internasional dan pelaporan yang meluas tentang pusat-pusat penahanan itu, China mulai mengatur perjalanan yang sangat koreografi ke Xinjiang untuk jurnalis dan pejabat asing. Awal bulan ini, utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari 37 negara termasuk Korea Utara, Suriah dan beberapa negara mayoritas Muslim, menandatangani surat yang mendukung kebijakan kamp-kamp Xinjiang dan memuji catatan hak asasi manusia China.
Dilxat Raxit, juru bicara Kongres Uighur Dunia, menyebut Zakir sebagai "mikrofon politik" yang digunakan oleh Beijing untuk menyebarkan penipuan.
"Pernyataan Shohrat Zakir benar-benar mendistorsi realitas penganiayaan sistematis yang dialami warga Uighur di China," kata Raxit.
Koordinator Kontraterorisme Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Nathan Sales, mengatakan dalam wawancara bulan ini dengan Radio Free Asia (RFA) bahwa penahanan Muslim di Xinjiang tidak ada hubungannya dengan terorisme.
"Mereka berusaha untuk menghilangkan identitas etnik, bahasa, budaya dan agama dari orang-orang yang telah ditargetkan," kata Sales kepada RFA.
(mas)