Akademisi: 1,5 Juta Muslim Kemungkinan Ditahan di Xinjiang China

Kamis, 14 Maret 2019 - 05:21 WIB
Akademisi: 1,5 Juta Muslim Kemungkinan Ditahan di Xinjiang China
Akademisi: 1,5 Juta Muslim Kemungkinan Ditahan di Xinjiang China
A A A
JENEWA - Seorang peneliti tentang kebijakan etnis China mengatakan bahwa sekitar 1,5 juta warga Uighur dan Muslim lainnya bisa jadi telah ditahan di apa yang disebut sebagai pusat-pusat pendidikan di wilayah Xinjiang. Angka ini naik dari jumlah sebelumnya yaitu sebesar 1 juta.

Adrian Zenz, seorang peneliti independen Jerman, mengatakan bahwa perkiraan barunya didasarkan pada gambar satelit, pengeluaran publik untuk fasilitas penahanan dan laporan saksi tentang fasilitas yang penuh sesak serta anggota keluarga yang hilang.

“Meskipun spekulatif, tampaknya tepat untuk memperkirakan bahwa hingga 1,5 juta etnis minoritas - setara dengan hanya di bawah 1 dari 6 anggota dewasa dari kelompok minoritas Muslim di Xinjiang - telah atau telah diinternir dalam penahanan, penginterniran dan fasilitas pendidikan ulang, tidak termasuk penjara formal,” kata Zenz pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh misi AS di Jenewa, markas dari badan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.

"Upaya negara China saat ini untuk memberantas ekspresi kemerdekaan dan bebas dari identitas etnis dan agama yang berbeda di Xinjiang tidak lain adalah kampanye sistematis genosida budaya dan harus diperlakukan seperti itu," tambah Zenz seperti dikutip dari Reuters, Kamis (14/3/2019).

Departemen Luar Negeri AS pada hari Rabu mengkritik tajam pelanggaran hak asasi manusia di China, mengatakan jenis pelanggaran terhadap minoritas Muslimnya belum terlihat sejak tahun 1930-an.

Omir Bekali, seorang warga Kazakh Uighur, mengatakan kepada sebuah panel di acara tersebut bahwa ia telah disiksa oleh polisi Xinjiang dan ditahan di sebuah kamp selama enam bulan di sebuah ruangan kecil dengan 40 orang.

“Kami harus memuji Partai Komunis, menyanyikan lagu tentang (pemimpin China) Xi Jinping dan mengucapkan terima kasih kepada pemerintah. Kami tidak punya hak untuk berbicara,” ungkapnya.

Kelompok bipartisan anggota parlemen AS mengeluh kepada administrasi Trump minggu ini bahwa tanggapannya terhadap pelanggaran hak terhadap minoritas Muslim China tidak memadai, beberapa bulan setelah mengatakan pihaknya sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi.

Dalam sebuah acara di Jenewa, duta besar AS Kelley Currie, dari kantor peradilan pidana global Departemen Luar Negeri, ditanya mengenai sanksi terhadap China tersebut.

“Kami selalu melihat semua mekanisme dan alat yang kami miliki untuk mengidentifikasi mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan serius serta memastikan bahwa mereka tidak mendapat manfaat dari peluang untuk melakukan perjalanan ke Amerika Serikat dan bahwa kami tidak memberi mereka akses ke sistem keuangan AS,” katanya kepada wartawan, menolak untuk berbicara lebih spesifik.

China menghadapi tekanan internasional yang berkembang karena apa yang dikatakannya sebagai pusat pelatihan kejuruan di Xinjiang. Xinjiang adalah sebuah wilayah luas berbatasan dengan Asia Tengah yang menjadi rumah bagi jutaan etnis minoritas Muslim. Beijing mengatakan langkah-langkah itu diperlukan untuk membendung ancaman ekstremisme Islam.

Gubernur Xinjiang, Shohrat Zakir, pada hari Selasa mengatakan bahwa China menjalankan sekolah asrama bukan kamp konsentrasi atau kamp pendidikan ulang di wilayah terpencil.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7617 seconds (0.1#10.140)