Peraih Nobel Perdamaian Serukan Keadilan
A
A
A
OSLO - Para pemenang Nobel Perdamaian tahun ini, Nadia Murad dan Denis Mukwege, menyerukan keadilan untuk para korban kekerasan seksual dalam berbagai konflik di penjuru dunia.
Seruan itu muncul sehari sebelum mereka menerima penghargaan atas upaya mengakhiri pemerkosaan sebagai senjata perang. Denis Mukwege merupakan dokter yang membantu para korban kekerasan seksual di Republik Demokratik Kongo. Nadia Murad merupakan aktivis hak asasi Yazidi dan korban selamat perbudakan seks oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Keduanya menerima penghargaan Nobel Perdamaian 2018 dalam upacara di kota Norwegia, Senin (10/12). Mukwege memimpin Rumah Sakit Panzi di timur kota Bukavu, Kongo. Klinik itu menerima ribuan wanita setiap tahun, sebagian besar memerlukan operasi akibat kekerasan seksual.
Murad adalah advokat untuk minoritas Yazidi di Irak dan bagi pengungsi serta hak asasi wanita secara umum. Dia pernah menjadi budak dan diperkosa para militan ISIS di Mosul, Irak, pada 2014.
Murad berkampanye bagi tim investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengumpulkan dan menyimpan bukti aksi-aksi ISIS di Irak yang mungkin sebagai bentuk kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, atau genosida.
Tim itu mulai bekerja pada Agustus, setahun setelah mendapat persetujuan dari Dewan Keamanan PBB. Murad berbicara dalam konferensi pers di Institut Nobel Norwegia pada Minggu (9/12) bahwa tidak ada satu orang pun di Irak menghadapi pengadilan karena memerkosa wanita dan gadis Yazidi.
“Kita tidak melihat sepotong pun keadilan dalam cahaya ini. Kita perlu mendapat keadilan suatu hari,” kata Murad.
Dia menambahkan, sebanyak 3.000 wanita dan gadis Yazidi masih disekap para militan ISIS sebagai budak seks. Meski demikian dia juga berharap. “Jika ini tidak untuk kampanye kami selama empat tahun terakhir, kami tidak akan melihat langkah-langkah yang kami lihat menuju keadilan,” kata Murad dilansir Reuters.
Mukwege yang tinggal di Rumah Sakit Panzi dan sering menerima ancaman kematian menyatakan, keadilan harus dimasukkan dalam setiap proses perdamaian.
Perang Kongo Kedua yang menewaskan lebih dari lima juta orang, secara resmi berakhir pada 2003, tapi kekerasan masih jadi masalah di negara itu. Para milisi masih sering menargetkan warga sipil.
“Ada hukum kemanusiaan. Kita menyerukan itu diterapkan dalam cara sebagian. Setelah perang berakhir, kami melihat para pemimpin perang mencapai puncak pemerintahan dan tidak ada diskusi tentang keadilan dan kekerasan berlanjut,” kata dia.
Menurut Mukwege, memenangkan Nobel Perdamaian akan membantu menyeret para pelaku ke pengadilan. “Ini akan membantu komunitas internasional mengambil tanggung jawab saat tiba pada para korban kekerasan seksual,” ujarnya. (Syarifudin)
Seruan itu muncul sehari sebelum mereka menerima penghargaan atas upaya mengakhiri pemerkosaan sebagai senjata perang. Denis Mukwege merupakan dokter yang membantu para korban kekerasan seksual di Republik Demokratik Kongo. Nadia Murad merupakan aktivis hak asasi Yazidi dan korban selamat perbudakan seks oleh kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Keduanya menerima penghargaan Nobel Perdamaian 2018 dalam upacara di kota Norwegia, Senin (10/12). Mukwege memimpin Rumah Sakit Panzi di timur kota Bukavu, Kongo. Klinik itu menerima ribuan wanita setiap tahun, sebagian besar memerlukan operasi akibat kekerasan seksual.
Murad adalah advokat untuk minoritas Yazidi di Irak dan bagi pengungsi serta hak asasi wanita secara umum. Dia pernah menjadi budak dan diperkosa para militan ISIS di Mosul, Irak, pada 2014.
Murad berkampanye bagi tim investigasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengumpulkan dan menyimpan bukti aksi-aksi ISIS di Irak yang mungkin sebagai bentuk kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, atau genosida.
Tim itu mulai bekerja pada Agustus, setahun setelah mendapat persetujuan dari Dewan Keamanan PBB. Murad berbicara dalam konferensi pers di Institut Nobel Norwegia pada Minggu (9/12) bahwa tidak ada satu orang pun di Irak menghadapi pengadilan karena memerkosa wanita dan gadis Yazidi.
“Kita tidak melihat sepotong pun keadilan dalam cahaya ini. Kita perlu mendapat keadilan suatu hari,” kata Murad.
Dia menambahkan, sebanyak 3.000 wanita dan gadis Yazidi masih disekap para militan ISIS sebagai budak seks. Meski demikian dia juga berharap. “Jika ini tidak untuk kampanye kami selama empat tahun terakhir, kami tidak akan melihat langkah-langkah yang kami lihat menuju keadilan,” kata Murad dilansir Reuters.
Mukwege yang tinggal di Rumah Sakit Panzi dan sering menerima ancaman kematian menyatakan, keadilan harus dimasukkan dalam setiap proses perdamaian.
Perang Kongo Kedua yang menewaskan lebih dari lima juta orang, secara resmi berakhir pada 2003, tapi kekerasan masih jadi masalah di negara itu. Para milisi masih sering menargetkan warga sipil.
“Ada hukum kemanusiaan. Kita menyerukan itu diterapkan dalam cara sebagian. Setelah perang berakhir, kami melihat para pemimpin perang mencapai puncak pemerintahan dan tidak ada diskusi tentang keadilan dan kekerasan berlanjut,” kata dia.
Menurut Mukwege, memenangkan Nobel Perdamaian akan membantu menyeret para pelaku ke pengadilan. “Ini akan membantu komunitas internasional mengambil tanggung jawab saat tiba pada para korban kekerasan seksual,” ujarnya. (Syarifudin)
(nfl)