Bahas Penghapusan Sanksi, Menlu Korut Sambangi Beijing
A
A
A
BEIJING - Menteri Luar Negeri (Menlu) Korea Utara (Korut), Ri Yong-ho, menyambangi Beijing guna mendapatkan dukungan China untuk penghapusan sanksi ekonomi terhadap rezim Pyongyang.
Ri tiba di Bandara Internasional Beijing pada Kamis sore untuk lawatan selama tiga hari dalam perjalanan kembali dari perjalanan ke Vietnam dan Suriah. Ia dijadwalkan akan melakukan pembicaraan dengan Menlu China Wang Yi dan pejabat senior lainy. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mengantongi dukungan yang lebih besar untuk seruan Korut menghapus sanksi ekonomi.
Ia juga diperkirakan akan mendapatkan informasi terkait pembicaraan antara pemimpin Partai Komunis China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada KTT G20. Dalam pertemuan tersebut, Trump menegaskan bahwa pertemuan keduanya dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un kemungkinan akan dilakukan awal tahun depan seperti dikutip dari Breitbart, Jumat (7/12/2018).
China merupakan sekutu ekonomi dan politik Korut yang paling penting. Namun sebelumnya, Negeri Tirai Besi itu telah menyetujui sanksi ekonomi PBB yang bertujuan menekan rezim Pyoyang untuk meninggalkan program senjata nuklir.
Pada bulan September, China dan Rusia menyarankan agar sanksi atas Korut dicabut. Menteri Luar Negeri China, Wang Ji, menyerukan perlunya untuk “dimodifikasi.”
"Ketentuan dalam resolusi Dewan Keamanan bahwa dewan siap untuk memodifikasi langkah-langkah sanksi mengingat kepatuhan Korea Utara [Korea Utara]," katanya pada saat itu.
“Sekarang diberi perkembangan positif dalam hubungan antarKorea dan DPRK-AS, dan ikrar dan tindakan penting DPRK mengenai denuklirisasi, Tiongkok percaya bahwa Dewan Keamanan perlu mempertimbangkan untuk menerapkan ketentuan ini untuk mendorong DPRK dan pihak terkait lainnya untuk memindahkan denuklirisasi lebih jauh ke depan, ”lanjutnya.
Sementara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengkritik negara-negara Barat karena "keras kepala" menolak menyetujui untuk menghapus sanksi.
"Setiap negosiasi adalah jalan dua arah," katanya. "Langkah-langkah oleh DPRK (Korea Utara) menuju perlucutan senjata secara bertahap harus diikuti oleh pengurangan sanksi," cetusnya.
Ri tiba di Bandara Internasional Beijing pada Kamis sore untuk lawatan selama tiga hari dalam perjalanan kembali dari perjalanan ke Vietnam dan Suriah. Ia dijadwalkan akan melakukan pembicaraan dengan Menlu China Wang Yi dan pejabat senior lainy. Pertemuan tersebut bertujuan untuk mengantongi dukungan yang lebih besar untuk seruan Korut menghapus sanksi ekonomi.
Ia juga diperkirakan akan mendapatkan informasi terkait pembicaraan antara pemimpin Partai Komunis China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada KTT G20. Dalam pertemuan tersebut, Trump menegaskan bahwa pertemuan keduanya dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un kemungkinan akan dilakukan awal tahun depan seperti dikutip dari Breitbart, Jumat (7/12/2018).
China merupakan sekutu ekonomi dan politik Korut yang paling penting. Namun sebelumnya, Negeri Tirai Besi itu telah menyetujui sanksi ekonomi PBB yang bertujuan menekan rezim Pyoyang untuk meninggalkan program senjata nuklir.
Pada bulan September, China dan Rusia menyarankan agar sanksi atas Korut dicabut. Menteri Luar Negeri China, Wang Ji, menyerukan perlunya untuk “dimodifikasi.”
"Ketentuan dalam resolusi Dewan Keamanan bahwa dewan siap untuk memodifikasi langkah-langkah sanksi mengingat kepatuhan Korea Utara [Korea Utara]," katanya pada saat itu.
“Sekarang diberi perkembangan positif dalam hubungan antarKorea dan DPRK-AS, dan ikrar dan tindakan penting DPRK mengenai denuklirisasi, Tiongkok percaya bahwa Dewan Keamanan perlu mempertimbangkan untuk menerapkan ketentuan ini untuk mendorong DPRK dan pihak terkait lainnya untuk memindahkan denuklirisasi lebih jauh ke depan, ”lanjutnya.
Sementara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengkritik negara-negara Barat karena "keras kepala" menolak menyetujui untuk menghapus sanksi.
"Setiap negosiasi adalah jalan dua arah," katanya. "Langkah-langkah oleh DPRK (Korea Utara) menuju perlucutan senjata secara bertahap harus diikuti oleh pengurangan sanksi," cetusnya.
(ian)