Hasil Referendum Makedonia Tolak Perubahan Nama Negara
A
A
A
SKOPJE - Perdana Menteri (PM) Makedonia Zoran Zaev berjanji mendorong voting di parlemen untuk mengubah nama negara demi mengatasi konflik dengan Yunani.
Langkah di parlemen itu ditempuh meski hasil referendum gagal mendapat suara 50% untuk mendukung perubahan nama negara. Usul perubahan nama negara itu bagian dari kesepakatan yang tercapai pada Juni dengan PM Zoran Zaev dan Yunani untuk mengatasi konflik tentang nama negara yang mencegah Makedonia bergabung Uni Eropa (UE) atau NATO.
Dengan 85% suara telah dihitung, hasil resmi hanya 36% dan pejabat pemilu menjelaskan tidak ada perubahan batas dukungan suara. “Pada referendum ini, jelas bahwa keputusan tidak bisa dibuat,” kata Kepala Komisi Pemilu Oliver Derkoski. Para penentang perubahan nama mendorong para pendukungnya untuk tidak mengikuti referendum.
“Jelas bahwa kesepakatan dengan Yunani tidak menerima lampu hijau dari rakyat,” kata oposisi nasionalis Ketua Partai VMRODPMNE Hristiajn Mickoski. Referendum itu tidak memiliki ikatan hukum, tapi para anggota parlemen berjanji mematuhinya.
Kegagalan mencapai batas 50% berarti para penentang perubahan nama dapat dengan bebas menolak kesepakatan itu. Oposisi nasionalis memiliki 49 kursi di parlemen dengan total 120 kursi. Kursi oposisi itu cukup untuk menghalangi dua per tiga suara mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi.
Dalam pidatonya, PM Zoran Zaev tidak menyebut hasil referendum, tapi mengatakan suara pemilih yang mendukung perubahan nama harus dihormati. Dia berjanji menggelar voting di parlemen untuk perubahan nama dan menyerukan pemilu lebih awal jika anggota parlemen gagal menyepakatinya.
“Saya bertekad membawa Makedonia masuk Uni Eropa dan NATO. Ini waktunya mendukung Makedonia Eropa,” kata Zaev dikutip kantor berita Reuters . Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Yunani menyatakan pihaknya menghormati keinginan rakyat Makedonia. Referendum itu digelar setelah kesepakatan dengan Yunani tercapai pada Juni, yakni Make donia mengubah namanya menjadi Republik Makedonia Utara.
Yunani memiliki provinsi bernama Makedonia mempertahankan nama wilayah itu sebagai bagian dari klaim wilayah. Karena perselisihan itu, Yunani memveto upaya Makedonia masuk NATO dan UE.
Meski survei menunjukkan mayoritas rakyat Makedonia ingin bergabung NATO dan UE, kubu nasionalis menolak perubahan nama karena dianggap merusak identitas etnik mayoritas Slavik di Makedonia. Pertanyaan dalam surat suara referendum itu adalah, “Apakah Anda mendukung keanggotaan NATO dan UE dengan menerima kesepakatan dengan Yunani.”
Langkah di parlemen itu ditempuh meski hasil referendum gagal mendapat suara 50% untuk mendukung perubahan nama negara. Usul perubahan nama negara itu bagian dari kesepakatan yang tercapai pada Juni dengan PM Zoran Zaev dan Yunani untuk mengatasi konflik tentang nama negara yang mencegah Makedonia bergabung Uni Eropa (UE) atau NATO.
Dengan 85% suara telah dihitung, hasil resmi hanya 36% dan pejabat pemilu menjelaskan tidak ada perubahan batas dukungan suara. “Pada referendum ini, jelas bahwa keputusan tidak bisa dibuat,” kata Kepala Komisi Pemilu Oliver Derkoski. Para penentang perubahan nama mendorong para pendukungnya untuk tidak mengikuti referendum.
“Jelas bahwa kesepakatan dengan Yunani tidak menerima lampu hijau dari rakyat,” kata oposisi nasionalis Ketua Partai VMRODPMNE Hristiajn Mickoski. Referendum itu tidak memiliki ikatan hukum, tapi para anggota parlemen berjanji mematuhinya.
Kegagalan mencapai batas 50% berarti para penentang perubahan nama dapat dengan bebas menolak kesepakatan itu. Oposisi nasionalis memiliki 49 kursi di parlemen dengan total 120 kursi. Kursi oposisi itu cukup untuk menghalangi dua per tiga suara mayoritas yang diperlukan untuk mengubah konstitusi.
Dalam pidatonya, PM Zoran Zaev tidak menyebut hasil referendum, tapi mengatakan suara pemilih yang mendukung perubahan nama harus dihormati. Dia berjanji menggelar voting di parlemen untuk perubahan nama dan menyerukan pemilu lebih awal jika anggota parlemen gagal menyepakatinya.
“Saya bertekad membawa Makedonia masuk Uni Eropa dan NATO. Ini waktunya mendukung Makedonia Eropa,” kata Zaev dikutip kantor berita Reuters . Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Yunani menyatakan pihaknya menghormati keinginan rakyat Makedonia. Referendum itu digelar setelah kesepakatan dengan Yunani tercapai pada Juni, yakni Make donia mengubah namanya menjadi Republik Makedonia Utara.
Yunani memiliki provinsi bernama Makedonia mempertahankan nama wilayah itu sebagai bagian dari klaim wilayah. Karena perselisihan itu, Yunani memveto upaya Makedonia masuk NATO dan UE.
Meski survei menunjukkan mayoritas rakyat Makedonia ingin bergabung NATO dan UE, kubu nasionalis menolak perubahan nama karena dianggap merusak identitas etnik mayoritas Slavik di Makedonia. Pertanyaan dalam surat suara referendum itu adalah, “Apakah Anda mendukung keanggotaan NATO dan UE dengan menerima kesepakatan dengan Yunani.”
(don)