Al-Qaeda Tunjukkan Tanda-tanda Kebangkitan
A
A
A
WASHINGTON - Tiga puluh tahun setelah didirikan pada 11 Agustus 1088, al-Qaeda menunjukkan tanda-tanda kebangkitan menyusul kekalahan ISIS di Irak dan Suriah. Demikian peringatan yang dikeluarkan para ahli.
Menurut ahli intelijen Institute for the Study of War, Jennifer Cafarella, al-Qaeda berbagi tujuan jangka panjang yang sama dengan ISIS.
"Taktik kejutan dan memesona ISIS memungkinkannya untuk memobilisasi puluhan ribu pejuang asing dengan cepat, tetapi tidak memungkinkan untuk mempertahankan keberhasilan pertempuran atau skala rekrutmennya," kata Cafarella.
"Al Qaeda telah berinvestasi dalam tujuan yang panjang, dan sekarang mungkin muncul kembali sebagai pemimpin gerakan jihadis global," imbuhnya seperti dikutip dari Fox News, Minggu (12/8/2018).
Namun analis utama al-Qaeda untuk Proyek Ancaman Kritis American Enterprise Institute, Katherine Zimmerman mengatakan terlalu dini untuk menyebut ISIS telah mati. Ia mengatakan tantangan yang ditimbulkan ISIS justru memperkuat, bukan melemahkan al-Qaeda.
"ISIS telah membuat al-Qaeda tampak kurang radikal, kurang ekstrim, hanya karena al-Qaeda tidak menggunakan taktik biadab yang dilakukan ISIS untuk memaksa dan memenangkan kesetiaan melalui rasa takut. Namun mereka mencari tujuan yang sama," ulas Zimmerman.
"Fokus masalah hanya dengan ISIS atau al-Qaeda adalah AS telah kehilangan musuh sesungguhnya - gerakan salafi jihadi - di mana al-Qaeda dan ISIS adalah organisasi global," imbuhnya.
Pada bulan Februari, para ahli PBB yang memantau sanksi terhadap ISIS dan al-Qaeda mengatakan afiliasi di Afrika Barat dan Asia Sleatan tetap menjadi ancaman setidaknya sama seriusnya seperti ISIS.
Para ahli juga melaporkan bahwa ketika ISIS mengalami kerugian militer di Suriah, Irak, dan Filipina pada paruh kedua 2017, jaringan global al-Qaeda tetap "sangat ulet."
"Afiliasi al-Qaeda tetap menjadi ancaman teror yang dominan di beberapa wilayah seperti Somalia dan Yaman, sebuah fakta yang ditunjukkan oleh aliran serangan terus menerus dan menggagalkan operasi," menurut laporan PBB.
Menurut rekan senior untuk kontraterorisme dan keamanan dalam negeri di Dewan Hubungan Luar Negeri, Bruce Hoffman, pasukan yang setia pada al-Qaeda dan afiliasinya sekarang berjumlah puluhan ribu. Hoffman mengatakan lebih dari 4.000 pejuang berada di Yaman, 7.000 di Somalia dan 20.000 di Suriah.
Al Qaeda memiliki lima afiliasi: Jabhat al-Nusrah di Suriah; Al Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) di Yaman; Al Qaeda di Subbenua India di Asia Selatan; Al Shabaab di Somalia; dan Al Qaeda di Maghreb Islam (AQIM) di Afrika Utara. Kelompok ini juga memiliki hubungan dengan kelompok lain di Suriah, Afghanistan, Pakistan, dan Afrika Barat.
"Al-Qaeda sangat kuat di Suriah, di mana ia memposisikan dirinya sebagai pembela komunitas pemberontak Suriah terhadap rezim presiden Suriah Bashar al-Assad dan para pendukungnya," kata Cafarella.
"Peran al-Qaeda di Suriah memberikan dasar kuat untuk merekrut dan propaganda karena memungkinkan al-Qaeda untuk membuat argumen kemanusiaan: bahwa al-Qaeda sendiri menawarkan keadilan dan pertahanan terhadap kekejaman yang dilakukan Assad terhadap penduduknya sendiri," jelasnya.
Selama bertahun-tahun, al-Qaeda telah mengirim sejumlah pemimpin topnya ke Suriah, termasuk putra Bin Laden, Hamza, yang dilaporkan ada di sana musim panas lalu.
"Hamza telah semakin mengambil peran kepemimpinan dalam al-Qaeda - sebuah peran yang telah dia persiapkan seluruh hidupnya," ujar Zimmerman.
“Seruan Hamza untuk jihad menggemakan ayahnya, dan nama bin Laden memberi kredibilitas Hamza dalam gerakan jihad Salafi,” imbuhnya.
AS secara resmi telah menetapkan Hamza bin Laden sebagai teroris.
Dalam kesaksian untuk Kongres tahun lalu, Zimmerman mengatakan strategi Amerika untuk melawan al-Qaeda tetap relatif tidak berubah sejak tahun 2001 bahkan ketika organisasi teroris ini telah beradaptasi.
"Untuk semua kemundurannya, al-Qaeda tetap berada di jalur untuk menjadi persis seperti yang dibayangkan Osama bin Laden itu tiga puluh tahun yang lalu: garda depan terselubung yang memberikan panduan strategis dan sumber daya untuk gerakan Islam lokal untuk mendukung revolusi global," ujarnya.
Menurut ahli intelijen Institute for the Study of War, Jennifer Cafarella, al-Qaeda berbagi tujuan jangka panjang yang sama dengan ISIS.
"Taktik kejutan dan memesona ISIS memungkinkannya untuk memobilisasi puluhan ribu pejuang asing dengan cepat, tetapi tidak memungkinkan untuk mempertahankan keberhasilan pertempuran atau skala rekrutmennya," kata Cafarella.
"Al Qaeda telah berinvestasi dalam tujuan yang panjang, dan sekarang mungkin muncul kembali sebagai pemimpin gerakan jihadis global," imbuhnya seperti dikutip dari Fox News, Minggu (12/8/2018).
Namun analis utama al-Qaeda untuk Proyek Ancaman Kritis American Enterprise Institute, Katherine Zimmerman mengatakan terlalu dini untuk menyebut ISIS telah mati. Ia mengatakan tantangan yang ditimbulkan ISIS justru memperkuat, bukan melemahkan al-Qaeda.
"ISIS telah membuat al-Qaeda tampak kurang radikal, kurang ekstrim, hanya karena al-Qaeda tidak menggunakan taktik biadab yang dilakukan ISIS untuk memaksa dan memenangkan kesetiaan melalui rasa takut. Namun mereka mencari tujuan yang sama," ulas Zimmerman.
"Fokus masalah hanya dengan ISIS atau al-Qaeda adalah AS telah kehilangan musuh sesungguhnya - gerakan salafi jihadi - di mana al-Qaeda dan ISIS adalah organisasi global," imbuhnya.
Pada bulan Februari, para ahli PBB yang memantau sanksi terhadap ISIS dan al-Qaeda mengatakan afiliasi di Afrika Barat dan Asia Sleatan tetap menjadi ancaman setidaknya sama seriusnya seperti ISIS.
Para ahli juga melaporkan bahwa ketika ISIS mengalami kerugian militer di Suriah, Irak, dan Filipina pada paruh kedua 2017, jaringan global al-Qaeda tetap "sangat ulet."
"Afiliasi al-Qaeda tetap menjadi ancaman teror yang dominan di beberapa wilayah seperti Somalia dan Yaman, sebuah fakta yang ditunjukkan oleh aliran serangan terus menerus dan menggagalkan operasi," menurut laporan PBB.
Menurut rekan senior untuk kontraterorisme dan keamanan dalam negeri di Dewan Hubungan Luar Negeri, Bruce Hoffman, pasukan yang setia pada al-Qaeda dan afiliasinya sekarang berjumlah puluhan ribu. Hoffman mengatakan lebih dari 4.000 pejuang berada di Yaman, 7.000 di Somalia dan 20.000 di Suriah.
Al Qaeda memiliki lima afiliasi: Jabhat al-Nusrah di Suriah; Al Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) di Yaman; Al Qaeda di Subbenua India di Asia Selatan; Al Shabaab di Somalia; dan Al Qaeda di Maghreb Islam (AQIM) di Afrika Utara. Kelompok ini juga memiliki hubungan dengan kelompok lain di Suriah, Afghanistan, Pakistan, dan Afrika Barat.
"Al-Qaeda sangat kuat di Suriah, di mana ia memposisikan dirinya sebagai pembela komunitas pemberontak Suriah terhadap rezim presiden Suriah Bashar al-Assad dan para pendukungnya," kata Cafarella.
"Peran al-Qaeda di Suriah memberikan dasar kuat untuk merekrut dan propaganda karena memungkinkan al-Qaeda untuk membuat argumen kemanusiaan: bahwa al-Qaeda sendiri menawarkan keadilan dan pertahanan terhadap kekejaman yang dilakukan Assad terhadap penduduknya sendiri," jelasnya.
Selama bertahun-tahun, al-Qaeda telah mengirim sejumlah pemimpin topnya ke Suriah, termasuk putra Bin Laden, Hamza, yang dilaporkan ada di sana musim panas lalu.
"Hamza telah semakin mengambil peran kepemimpinan dalam al-Qaeda - sebuah peran yang telah dia persiapkan seluruh hidupnya," ujar Zimmerman.
“Seruan Hamza untuk jihad menggemakan ayahnya, dan nama bin Laden memberi kredibilitas Hamza dalam gerakan jihad Salafi,” imbuhnya.
AS secara resmi telah menetapkan Hamza bin Laden sebagai teroris.
Dalam kesaksian untuk Kongres tahun lalu, Zimmerman mengatakan strategi Amerika untuk melawan al-Qaeda tetap relatif tidak berubah sejak tahun 2001 bahkan ketika organisasi teroris ini telah beradaptasi.
"Untuk semua kemundurannya, al-Qaeda tetap berada di jalur untuk menjadi persis seperti yang dibayangkan Osama bin Laden itu tiga puluh tahun yang lalu: garda depan terselubung yang memberikan panduan strategis dan sumber daya untuk gerakan Islam lokal untuk mendukung revolusi global," ujarnya.
(ian)