Militer Myanmar Beri Jaminan pada PBB
A
A
A
SITTWE - Militer Myanmar menjamin akan mengambil langkah keras terhadap para pelaku kekerasan seksual terhadap etnik Rohingya di Rakhine.
Jaminan itu diungkapkan militer Myanmar pada delegasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengunjungi Rakhine, tempat operasi militer berlangsung. Hampir 700.000 Muslim Rohingya mengungsi dari Rakhine ke Bangladesh untuk melarikan diri dari operasi militer pada Agustus lalu. PBB menyebut operasi militer itu sebagai contoh buku teks pembersihan etnik.
Banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang menceritakan berbagai pembunuhan dan pemerkosaan oleh militer dan milisi Myanmar. Meski demikian Myanmar menyangkal berbagai tuduhan itu.
Delegasi Dewan Keamanan PBB tiba di Myanmar pada Senin (30/4) setelah mengunjungi kamp pengungsi di perbatasan Bangladesh dan bertemu para pejabat pemerintahan di Dhaka.
Di Myanmar, mereka bertemu secara terpisah dengan pemimpin pemerintahan Myanmar Aung San Suu Kyi dan Panglima Militer Min Aung Hlaing. “Kekerasan seksual dianggap sebagai aksi tercela,” kata Min Aung Hlaing pada para delegasi PBB, dikutip surat kabar Global New Light of Myanmar.
“Militer telah mengambil langkah keras dan terkuat terhadap para pelakunya,” papar Hlaing.
Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi saat bertemu para delegasi PBB berjanji menyelidiki semua penyebab pelecehan seksual dan kekerasan itu. Selama hampir sejam pertemuan, Suu Kyi menyebut kesulitan dalam transisi menuju penegakan hukum setelah beberapa dekade kediktatoran militer.
Pemerintahan sipil Suu Kyi tidak memiliki kontrol atas militer. Juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay tidak segera berkomentar tentang pertemuan dengan delegasi PBB tersebut.
Kemarin menjadi hari terakhir kunjungan empat hari ke kawasan itu oleh tim Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan meminta Myanmar pada November lalu untuk menjamin tidak ada penggunaan kekuatan militer yang berlebihan dan mengizinkan kebebasan bergerak, akses sama pada layanan dasar dan akses sejajar untuk kewarganegaraan penuh untuk semua orang.
Awal pekan ini, delegasi PBB bertemu Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina yang meminta tim internasional itu menekan Myanmar agar memulangkan para Rohingya. Hasina menyatakan para pengungsi harus kembali dalam pengawasan PBB di mana keamanan dan keselamatan terjamin.
Myanmar dan Bangladesh telah membuat kesepakatan pada Januari lalu untuk menyelesaikan repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun. Namun perbedaan antara kedua negara masih ada dan penerapan rencana repatriasi sangat lamban. (Syarifudin)
Jaminan itu diungkapkan militer Myanmar pada delegasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengunjungi Rakhine, tempat operasi militer berlangsung. Hampir 700.000 Muslim Rohingya mengungsi dari Rakhine ke Bangladesh untuk melarikan diri dari operasi militer pada Agustus lalu. PBB menyebut operasi militer itu sebagai contoh buku teks pembersihan etnik.
Banyak pengungsi Rohingya di Bangladesh yang menceritakan berbagai pembunuhan dan pemerkosaan oleh militer dan milisi Myanmar. Meski demikian Myanmar menyangkal berbagai tuduhan itu.
Delegasi Dewan Keamanan PBB tiba di Myanmar pada Senin (30/4) setelah mengunjungi kamp pengungsi di perbatasan Bangladesh dan bertemu para pejabat pemerintahan di Dhaka.
Di Myanmar, mereka bertemu secara terpisah dengan pemimpin pemerintahan Myanmar Aung San Suu Kyi dan Panglima Militer Min Aung Hlaing. “Kekerasan seksual dianggap sebagai aksi tercela,” kata Min Aung Hlaing pada para delegasi PBB, dikutip surat kabar Global New Light of Myanmar.
“Militer telah mengambil langkah keras dan terkuat terhadap para pelakunya,” papar Hlaing.
Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi saat bertemu para delegasi PBB berjanji menyelidiki semua penyebab pelecehan seksual dan kekerasan itu. Selama hampir sejam pertemuan, Suu Kyi menyebut kesulitan dalam transisi menuju penegakan hukum setelah beberapa dekade kediktatoran militer.
Pemerintahan sipil Suu Kyi tidak memiliki kontrol atas militer. Juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay tidak segera berkomentar tentang pertemuan dengan delegasi PBB tersebut.
Kemarin menjadi hari terakhir kunjungan empat hari ke kawasan itu oleh tim Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan meminta Myanmar pada November lalu untuk menjamin tidak ada penggunaan kekuatan militer yang berlebihan dan mengizinkan kebebasan bergerak, akses sama pada layanan dasar dan akses sejajar untuk kewarganegaraan penuh untuk semua orang.
Awal pekan ini, delegasi PBB bertemu Perdana Menteri (PM) Bangladesh Sheikh Hasina yang meminta tim internasional itu menekan Myanmar agar memulangkan para Rohingya. Hasina menyatakan para pengungsi harus kembali dalam pengawasan PBB di mana keamanan dan keselamatan terjamin.
Myanmar dan Bangladesh telah membuat kesepakatan pada Januari lalu untuk menyelesaikan repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun. Namun perbedaan antara kedua negara masih ada dan penerapan rencana repatriasi sangat lamban. (Syarifudin)
(nfl)