Myanmar Tolak Tuduhan Pelanggaran HAM Terhadap Rohingya
A
A
A
NAYPYIDAW - Pemerintan Myanmar membantah tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis terhadap minoritas Muslim Rohingya. Bantahan itu berdasarkan hasil investigasi terhadap tindakan represif militer di negara bagian Rakhine tahun lalu.
Dalam laporannya, pemerintah Myanmar mengatakan tidak kejahatan yang seperti dituduhkan selama ini. Sebaliknya, Myanamr menuduh PBB membuat klaim yang berlebihan dalam laporannya.
Tim investigasi pemerintah Myanmat yang terdiri dari 13 anggota telah diberhentikan oleh pemantau hak asasi manusia karena tidak memiliki independensi untuk menghasilkan laporan yang kredibel. Tim ini dipimpin oleh mantan kepala intelijen militer dan sekarang Wakil Presiden, Myint Swe.
"Tidak ada bukti kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis sebagaimana dinyatakan oleh Kantor Komando Tinggi Hak Asasi Manusia," kata Wakil Presiden Myint Swe saat rilis laporan akhir Komisi Investigasi Rakhine.
"Beberapa orang dari luar negeri telah membuat berita yang mengklaim genosida telah terjadi, namun kami belum menemukan bukti apapun," imbuhnya seperti dikutip dari Independent, Senin (7/8/2017).
Dia juga membantah tuduhan bahwa telah terjadi perkosaan oleh militer karena menyerang desa Rohingya dalam operasi pengamanan. Tentara tersebut bereaksi terhadap serangan mematikan terhadap pos polisi perbatasan oleh kelompok pemberontak yang sebelumnya tidak diketahui pada bulan Oktober 2016 di daerah Maungdaw di Rakhine.
Panel tersebut mengatakan bahwa laporan tersebut tidak mempertimbangkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pemberontak, namun lebih memfokuskan pada aktivitas pasukan keamanan.
Kelompok hak asasi sebelumnya telah menyatakan keraguan mereka atas kerja komisi tersebut. Tim investigasi itu dianggap kekurangan ahli dari luar, memiliki metodologi penelitian yang buruk dan tidak memiliki kredibilitas karena tidak independen.
Laporan komisi tersebut menyatakan beberapa hal yang melanggar undang-undang mungkin terjadi, yang menghubungkannya dengan tindakan yang berlebihan dari anggota pasukan keamanan.
Komisi Myanmar telah menerima 21 laporan dari warga desa tentang insiden pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran dan penyiksaan oleh aparat keamanan. Namun, tidak dapat memverifikasi kebenaran mereka, mereka merujuk ke pihak berwenang.
"Kami membuka pintu bagi mereka untuk mengajukan keluhan ke pengadilan jika mereka memiliki bukti bahwa mereka menderita pelanggaran hak asasi manusia, namun tidak ada yang mengajukan tuntutan hukum sampai sekarang," kata Zaw Myint Pe, sekretaris tim investigasi tersebut.
Sebaliknya, tim investigasi tersebut menyalahkan aksi kekerasan kepada gerilyawan. Mereka menuduh pada gerilyawan memiliki hubungan dengan organisasi di luar negeri, dibentuk untuk mengguncang dan merugikan Myanmar.
Militan Rohingya membunuh sembilan penjaga perbatasan pada bulan Oktober, yang memicu aksi balasan dari militer Myanmar. Militer Myanmar dituduh memperkosa perempuan Rohingya, menembaki penduduk desa dan membakar rumah-rumah penduduk, membuat sekitar 75.000 orang melarikan diri ke Bangladesh.
Sebuah laporan PBB pada bulan Februari mengatakan bahwa pasukan keamanan menghasut sebuah kampanye yang "sangat mungkin" adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan mungkin pembersihan etnis. Hal ini menyebabkan terbentuknya penyelidikan PBB yang diblokir oleh Myanmar.
Dalam laporannya, pemerintah Myanmar mengatakan tidak kejahatan yang seperti dituduhkan selama ini. Sebaliknya, Myanamr menuduh PBB membuat klaim yang berlebihan dalam laporannya.
Tim investigasi pemerintah Myanmat yang terdiri dari 13 anggota telah diberhentikan oleh pemantau hak asasi manusia karena tidak memiliki independensi untuk menghasilkan laporan yang kredibel. Tim ini dipimpin oleh mantan kepala intelijen militer dan sekarang Wakil Presiden, Myint Swe.
"Tidak ada bukti kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis sebagaimana dinyatakan oleh Kantor Komando Tinggi Hak Asasi Manusia," kata Wakil Presiden Myint Swe saat rilis laporan akhir Komisi Investigasi Rakhine.
"Beberapa orang dari luar negeri telah membuat berita yang mengklaim genosida telah terjadi, namun kami belum menemukan bukti apapun," imbuhnya seperti dikutip dari Independent, Senin (7/8/2017).
Dia juga membantah tuduhan bahwa telah terjadi perkosaan oleh militer karena menyerang desa Rohingya dalam operasi pengamanan. Tentara tersebut bereaksi terhadap serangan mematikan terhadap pos polisi perbatasan oleh kelompok pemberontak yang sebelumnya tidak diketahui pada bulan Oktober 2016 di daerah Maungdaw di Rakhine.
Panel tersebut mengatakan bahwa laporan tersebut tidak mempertimbangkan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pemberontak, namun lebih memfokuskan pada aktivitas pasukan keamanan.
Kelompok hak asasi sebelumnya telah menyatakan keraguan mereka atas kerja komisi tersebut. Tim investigasi itu dianggap kekurangan ahli dari luar, memiliki metodologi penelitian yang buruk dan tidak memiliki kredibilitas karena tidak independen.
Laporan komisi tersebut menyatakan beberapa hal yang melanggar undang-undang mungkin terjadi, yang menghubungkannya dengan tindakan yang berlebihan dari anggota pasukan keamanan.
Komisi Myanmar telah menerima 21 laporan dari warga desa tentang insiden pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran dan penyiksaan oleh aparat keamanan. Namun, tidak dapat memverifikasi kebenaran mereka, mereka merujuk ke pihak berwenang.
"Kami membuka pintu bagi mereka untuk mengajukan keluhan ke pengadilan jika mereka memiliki bukti bahwa mereka menderita pelanggaran hak asasi manusia, namun tidak ada yang mengajukan tuntutan hukum sampai sekarang," kata Zaw Myint Pe, sekretaris tim investigasi tersebut.
Sebaliknya, tim investigasi tersebut menyalahkan aksi kekerasan kepada gerilyawan. Mereka menuduh pada gerilyawan memiliki hubungan dengan organisasi di luar negeri, dibentuk untuk mengguncang dan merugikan Myanmar.
Militan Rohingya membunuh sembilan penjaga perbatasan pada bulan Oktober, yang memicu aksi balasan dari militer Myanmar. Militer Myanmar dituduh memperkosa perempuan Rohingya, menembaki penduduk desa dan membakar rumah-rumah penduduk, membuat sekitar 75.000 orang melarikan diri ke Bangladesh.
Sebuah laporan PBB pada bulan Februari mengatakan bahwa pasukan keamanan menghasut sebuah kampanye yang "sangat mungkin" adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan mungkin pembersihan etnis. Hal ini menyebabkan terbentuknya penyelidikan PBB yang diblokir oleh Myanmar.
(ian)